*Kiai Kandar dan Orang-Orang di Balik Pesantren Berasan*
Pesantren Mambaul Ulum di Sumberberas, Kecamatan Muncar, menjadi salah satu pesantren terbesar di Kabupaten Banyuwangi. Ada ribuan santri yang belajar. Lembaga pendidikannya pun lengkap. Dari madrasah diniyah hingga sekolah formal. Dari TK hingga Perguruan Tinggi. Para alumninya pun tersebar seantero nusantara. Mendirikan pula pesantren-pesantren baru. Tak sedikit dari mereka yang menjadi tokoh kaliber Nasional.
Prestasi demikian dari Mambaul Ulum, tentu saja tak bisa dilepaskan dari tangan dingin KH. Askandar selaku pendirinya. Sejak 1930, ia memperjuangkan berdirinya pesantren tersebut dengan segenap jiwa raganya. Akan tetapi, ada campur tangan orang-orang lain yang turut berkontribusi mewujudkan hal tersebut.
Sebelumnya, Kiai Kandar ikut mengajar di pesantren milik mertuanya, PP. Minhajut Thullab, sekitar 1 KM di sisi selatan pondoknya. Di pesantren yang didirikan oleh KH. Abdul Manan itu, reputasi keilmuan santri Kiai Abdul Basyar Jalen itu, sudah mulai tersohor. Tawaran untuk mendirikan pesantren sendiri pun bermunculan.
Salah satu penawaran tersebut, datang dari H. Syarkawi dari Desa Badean, Kecamatan Blimbingsari. Ia memiliki tanah yang cukup luas di Sumberberas. Ia ingin mewakafkan kepada Kiai Kandar agar dipergunakan sebagai pesantren. Tawaran tersebut tak langsung diterima begitu saja. Kiai Kandar merasa belum pantas untuk merintis pesantren sendiri.
Meski demikian, Haji Syarkawi terus mendesak. Akhirnya, Kiai Kandar menerima dengan syarat tanah itu tidak diwakafkan, namun dijual kepada Kiai Kandar. Syarkawi menyetujui itu. Bahkan, untuk pembayarannya, bisa sembari dicicil.
Kiai Kandar lantas memanfaatkan lahan tersebut untuk menanam bawang. Berkat rahmat Allah dan ketrampilannya dalam bertani, hasil panen bawangnya melimpah dan harga jualnya pun bagus. Dari hasil panen itu, Kiai Kandar berhasil melunasi tanah yang dibelinya cukup murah dari Syarkawi tersebut.
Di tengah kesibukannya mengajar dan bertani sebagai ikhtiyar untuk mengais rezeki bagi keluarganya, tiba-tiba datang seorang tamu. Pakaiannya tamu tersebut selayaknya petani. Ia adalah Mbah Hasan. Seorang yang dikenal sebagai waliyullah yang berasal dari Cirebon dan bermukim di Tegaldlimo. Tamu tersebut membawa isyarah penting bagi Kiai Kandar. Mbah Hasan menyuruh Kandar menghentikan aktivitasnya sebagai petani. Disuruh fokus mengurusi santri dan mendirikan pesantren sendiri.
Tentu saja perintah tersebut, membuat Kiai Kandar galau. Satu sisi ia harus menghidupi keluarganya yang dikaruniai banyak anak. Sedangkan di sisi yang lain, petunjuk dari seorang waliyullah bukanlah petunjuk sembarangan. Hal tersebut tak ubahnya nubuwah yang ditunjukkan melalui hamba-hamba-Nya yang terpilih. Setelah berkonsultasi dengan Kiai Manan, guru sekaligus mertuanya, Kiai Kandar membulatkan diri untuk mendirikan pesantren di Berasan.
Saat itu, Berasan bukanlah daerah yang steril. Banyak jawara dan bromocorah yang tinggal di sana. Salah satu tokoh yang disegani oleh mereka bernama Mbah Manggala. Keberadaan mereka jika tak disikapi dengan arif tentu bisa menjadi penghalang dalam pendirian pesantren. Untuk itu, Kiai Kandar kerap bertandang ke kediaman Mbah Manggala. Menjalin silaturrahmi dengan pendekatan kemanusiaan.
Upaya Kiai Kandar untuk meluluhkan hati Mbah Menggala mulai membuahkan hasil. Ia merestui pendirian pesantren di Berasan. Bahkan, ia menjadi tulang punggung dalam proses pembangunannya. Anaknya yang bernama Marlan pun menjadi santri angkatan pertama. Begitu pula kedua anaknya yang lain, juga ikut menyusul jadi santri di sana.
Dengan kontribusi banyak pihak itulah, Kiai Kandar berhasil mewujudkan pesantren yang representatif. Seiring waktu terus berkembang. Saat ini hingga esok hari. (*)
#KomunitasPegon #Banyuwangi