KH. Gholib Pejuang Kemerdekaan

Sementara kegigihan KH Gholib dalam melawan penjajah, dituturkan oleh cucu beliau yang lain, yaitu KH Syamsul. Gholib turut serta melawan penjajah baik pada masa sebelum maupun pasca kemerdekaan.
Dia tidak suka pada tindakan Jepang yang menindas, menyiksa, dan memeras rakyat Indonesia. KH Gholib menyiagakan pasukan mengusir Jepang dari tanah Pringsewu. Walaupun dengan senjata seadanya, seperti pedang, golok, keris, dan bambu runcing , mereka tak lelah menggempur basis-basis Jepang disana.
Pada masa penjajahan Jepang, Gholib berkali-kali ditangkap militer. Jepang khawatir, ulama yang amat disegani itu mempengaruhi para ulama lainnya. Wajar saja tentara Jepang amat membencinya, karena selain kerao bertempur di medan perang, Gholib menolak ajakan Jepang untuk Dewa Matahari. Ketika Jepang bertekuk lutut pada Sekutu, dan Belanda kembali masuk ke Pringsewu, Gholib lagi-lagi menyiagakan senjata demi mempertahankan kemerdekaan RI. Dia membentuk pasukan jihad pasukan Sabilillah Hisbullah yang diambil dari anak-anak didiknya, lalu dilatih menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Pada anak didik itu berlatih cara berperang dari beberapa prajurit TNI, rekan seperjuangan KH Gholib.
Ketika agresi Belanda II tahun 1946, di Pringsewu, pasukan Tentara Republik Indonesia (TRI) ditempatkan di pesantren KH Gholib. Tokoh-tokoh tentara saat itu diantaranya dengan tokoh-tokohnya Kapten Alamsyah Ratuprawiranegara (mantan Dubes RI untuk Belanda, menteri agama, menteri kordinator kesejahteraan rakyat di era orde baru) dan mayor Effendy. KH Gholib ditetapkan sebagai pemimpin pasukan gerilya.
KH Gholib tidak hanya berperang melawan penjajah di daerah Pringsewu. Pada tanggal 8 Agustus 1947 hingga 20 Oktober 1948, pecah pertempuran di daerah Baturaja dan Martapura, Sumatera Selatan. Pasukan Sabilillah dan lasykar Hisbullah dipimpin Gholib dan Kapten Alamsyah Ratuprawiranegara, menuju ke lokasi bertarung sengit dengan Belanda. Banyak korban yang meninggal dunia, dari kedua belah pihak.
Perjuangan belum selesai. Suatu ketika, 27 November 1949, usai sebuah perundingan damai antara tentara Belanda dan delegasi RI, di Kotabumi, Lampung Utara, terdengar kabar Belanda kembali masuk ke Bandar Lampung, dan juga masuk ke daerah Gading Rejo, tak jauh dari Pringsewu. “KH Gholib bersama para tentara menghancurkan sebuah jembatan utama, agar pasukan Belanda tidak dapat masuk ke Pringsewu,” kata KH Syamsul, kepada nu-lampung.or.id, yang menemuinya di teras masjid GH Gholib.
Belanda tidak kehabisan akal. Mereka memutar arah melalui Kedondong, lalu ke Pagelaran. Pasukan penjajah mengepung dengan menghujani peluru ke tempat-tempat persembunyian para pejuang. Lagi-lagi banyak korban yang tewas. Suasana semakin tidak aman.
KH Syamsul menceritakan, tentara Belanda lalu mencari-cari simbah kakung itu. Gholib dan para pengikutnya memutuskan untuk bersembunyi di hutan-hutan. Selama Ghalib bersembunyi, Belanda terus merusak, menghancurkan, dan menjarah aset KH Gholib, seperti pesantren, rumah, mobil, pabrik tapioka, pabrik padi, poliklinik, dan sebagainya. Seorang guru (ustad) yang dikenal dekat dengan KH Gholib, dan tidak mau memberitahu dimana persembunyia sang kyai, tewas dibunuh Belanda.
Selama di persembunyian yang berpindah-pindah, KH Gholib selalu galau memikirkan nasib warga Pringsewu. Suatu ketika, usai sholat idul fitri, Gholib memutuskan untuk pulang. Apalagi dia menderita sakit dan sempat lumpuh.
Kabar pulangnya pria ganteng dan berkumis tebal itu, cepat sampai ke telinga pasukan Belanda. Gholib disergap macan loreng, pasukan khusus kaki tangan penjajah saat itu, kemudian dibawa ke gereja Katholik Pringsewu, yang saat itu dipakai sebagai markas tentara Belanda.
Gholib ditahan selama 15 hari. Dia dibebaskan, karena ada persetujuan untuk gencatan senjata, yang sudah siap diumumkan. Pada 6 November 1945, bertepatan dengan 16 Syawal 1968, pukul 01.00 dinihari, Gholib berjalan pulang meninggalkan penjara. Tapi baru beberapa langkah dia berjalan, sang kyai ditembak dari belakang. Dia gugur seketika. (Gatot Arifianto/ Ila Fadilasari)
http://nu-lampung.or.id/blog/kh-gholib-ulama-yang-gigih-perjuangkan-kemerdekaan.html