Narkotika merupakan zat atau obat yang bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standart pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan maupun masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini akan sangat merugikan jika disertai dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional.
Untuk mencegah, memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang sangat merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara pemerintah telah menerbitkan undangundang narkotika. Yang terakhir adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkoba. Kandungan isi dari Undang-undang tersebut antara lain terkait dengan hal-hal sebagai berikut:
a. Pembinaan dan pengawasan
BAB X
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 60
(1) Pemerintah melakukan pembinaan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan Narkotika.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi upaya:
(a) Memenuhi ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
(b) Mencegah penyalahgunaan Narkotika;
(c) Mencegah generasi muda dan anak usia sekolah dalam penyalahgunaan Narkotika, termasuk dengan memasukkan pendidikan yang berkaitan dengan Narkotika dalam kurikulum sekolah dasar sampai lanjutan atas;
(d) Mendorong dan menunjang kegiatan penelitian dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan; dan
(e) Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis bagi Pecandu Narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat.
Pasal 61
(1) Pemerintah melakukan pengawasan terhadap segala kegiatan yang berkaitan dengan Narkotika.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
(a) Narkotika dan Prekursor Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
(b) Alat-alat potensial yang dapat disalahgunakan untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan Prekursor
Narkotika;
(c) Evaluasi keamanan, khasiat, dan mutu produk sebelum diedarkan;
(d) Produksi;
(e) Impor dan ekspor;
(f) Peredaran;
(g) Pelabelan;
(h) Informasi; dan
(i) Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 63
Pemerintah mengupayakan kerja sama dengan negara lain dan/atau badan internasional secara bilateral dan multilateral, baik regional maupun internasional dalam rangka pembinaan dan pengawasan narkotika dan Prekursor Narkotika sesuai dengan kepentingan nasional.
b. Pengobatan dan rehabilitasi
BAB IX
PENGOBATAN DAN REHABILITASI
Bagian Kesatu
Pengobatan
Pasal 53
(1) Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan indikasi medis, dokter dapat memberikan Narkotika Golongan II atau Golongan III dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu kepada pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memiliki, menyimpan, dan/atau membawa Narkotika untuk dirinya sendiri.
(3) Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mempunyai bukti yang sah bahwa Narkotika yang dimiliki, disimpan, dan/atau dibawa untuk digunakan diperoleh secara sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Rehabilitasi
Pasal 54
Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Pasal 55
(1) Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
(2) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan wajib lapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 56
(1) Rehabilitasi medis Pecandu Narkotika dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk oleh Menteri.
(2) Lembaga rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat dapat melakukan rehabilitasi medis Pecandu Narkotika setelah mendapat persetujuan Menteri.
Pasal 57
Selain melalui pengobatan dan/atau rehabilitasi medis, penyembuhan Pecandu Narkotika dapat diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan tradisional.
Pasal 58
Rehabilitasi sosial mantan Pecandu Narkotika diselenggarakan baik oleh instansi pemerintah maupun oleh masyarakat.
Pasal 59
(1) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dan Pasal 57 diatur dengan Peraturan Menteri.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.
c. Pencegahan dan pemberantasan
BAB XI
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
Bagian Kesatu
Kedudukan dan Tempat Kedudukan
Pasal 64
(1) Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, dengan Undang-Undang ini dibentuk Badan Narkotika Nasional, yang selanjutnya disingkat BNN.
(2) BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga pemerintah non kementerian yang berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Pasal 65
(1) BNN berkedudukan di ibukota negara dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.
(2) BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai perwakilan di daerah provinsi dan kabupaten/kota.
(3) BNN provinsi berkedudukan di ibukota provinsi dan BNN kabupaten/kota berkedudukan di ibukota kabupaten/kota.
Pasal 66
BNN provinsi dan BNN kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (3) merupakan instansi vertikal.
Pasal 67
(1) BNN dipimpin oleh seorang kepala dan dibantu oleh seorang sekretaris utama dan beberapa deputi.
(2) Deputi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membidangi urusan:
(a) bidang pencegahan;
(b) bidang pemberantasan;
(c) bidang rehabilitasi;
(d) bidang hukum dan kerja sama; dan
(e) bidang pemberdayaan masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur organisasi dan tata kerja BNN diatur dengan Peraturan Presiden.
Bagian Kedua
Pengangkatan dan Pemberhentian
Pasal 68
(1) Kepala BNN diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(2) Syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian Kepala BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 69
Untuk dapat diusulkan menjadi Kepala BNN, seorang calon harus memenuhi syarat:
a. Warga negara Republik Indonesia;
b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. Sehat jasmani dan rohani;
d. Berijazah paling rendah strata 1 (satu);
e. Berpengalaman paling singkat 5 (lima) tahun dalam penegakan hukum dan paling singkat 2 (dua) tahun dalam pemberantasan Narkotika;
f. Berusia paling tinggi 56 (lima puluh enam) tahun;
g. Cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi, dan memiliki reputasi yang baik;
h. Tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
i. Tidak menjadi pengurus partai politik; dan
j. Bersedia melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatan lain selama menjabat kepala BNN.
Bagian Ketiga
Tugas dan Wewenang
Pasal 70
BNN mempunyai tugas:
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
b. Mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
c. Berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
d. Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu Narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat;
e. Memberdayakan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
f. Memantau, mengarahkan, dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
g. Melakukan kerja sama bilateral dan multilateral, baik regional maupun internasional, guna mencegah dan memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
h. Mengembangkan laboratorium Narkotika dan Prekursor Narkotika;
i. Melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan
j. Membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang.
Pasal 71
Dalam melaksanakan tugas pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, BNN berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Pasal 72
(1) Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dilaksanakan oleh penyidik BNN.
(2) Penyidik BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Kepala BNN.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian penyidik BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Kepala BNN.
d. Peran serta masyarakat
BAB XIII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 104
Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta membantu pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Pasal 105
Masyarakat mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Pasal 106
Hak masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika diwujudkan dalam bentuk:
(1) Mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika;
(2) Memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika kepada penegak hukum atau BNN yang menangani perkara tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika;
(3) Menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada penegak hukum atau BNN yang menangani perkara tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika;
(4) Memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak hukum atau BNN;
(5) Memperoleh perlindungan hukum pada saat yang bersangkutan melaksanakan haknya atau diminta hadir dalam proses peradilan.
Pasal 107
Masyarakat dapat melaporkan kepada pejabat yang berwenang atau BNN jika mengetahui adanya penyalahgunaan atau peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Pasal 108
(1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104, Pasal 105, dan Pasal 106 dapat dibentuk dalam suatu wadah yang dikoordinasi oleh BNN.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala BNN.
Untuk mencegah, memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang sangat merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara pemerintah telah menerbitkan undangundang narkotika. Yang terakhir adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkoba. Kandungan isi dari Undang-undang tersebut antara lain terkait dengan hal-hal sebagai berikut:
a. Pembinaan dan pengawasan
BAB X
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 60
(1) Pemerintah melakukan pembinaan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan Narkotika.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi upaya:
(a) Memenuhi ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
(b) Mencegah penyalahgunaan Narkotika;
(c) Mencegah generasi muda dan anak usia sekolah dalam penyalahgunaan Narkotika, termasuk dengan memasukkan pendidikan yang berkaitan dengan Narkotika dalam kurikulum sekolah dasar sampai lanjutan atas;
(d) Mendorong dan menunjang kegiatan penelitian dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan; dan
(e) Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis bagi Pecandu Narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat.
Pasal 61
(1) Pemerintah melakukan pengawasan terhadap segala kegiatan yang berkaitan dengan Narkotika.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
(a) Narkotika dan Prekursor Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
(b) Alat-alat potensial yang dapat disalahgunakan untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan Prekursor
Narkotika;
(c) Evaluasi keamanan, khasiat, dan mutu produk sebelum diedarkan;
(d) Produksi;
(e) Impor dan ekspor;
(f) Peredaran;
(g) Pelabelan;
(h) Informasi; dan
(i) Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 63
Pemerintah mengupayakan kerja sama dengan negara lain dan/atau badan internasional secara bilateral dan multilateral, baik regional maupun internasional dalam rangka pembinaan dan pengawasan narkotika dan Prekursor Narkotika sesuai dengan kepentingan nasional.
b. Pengobatan dan rehabilitasi
BAB IX
PENGOBATAN DAN REHABILITASI
Bagian Kesatu
Pengobatan
Pasal 53
(1) Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan indikasi medis, dokter dapat memberikan Narkotika Golongan II atau Golongan III dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu kepada pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memiliki, menyimpan, dan/atau membawa Narkotika untuk dirinya sendiri.
(3) Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mempunyai bukti yang sah bahwa Narkotika yang dimiliki, disimpan, dan/atau dibawa untuk digunakan diperoleh secara sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Rehabilitasi
Pasal 54
Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Pasal 55
(1) Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
(2) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan wajib lapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 56
(1) Rehabilitasi medis Pecandu Narkotika dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk oleh Menteri.
(2) Lembaga rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat dapat melakukan rehabilitasi medis Pecandu Narkotika setelah mendapat persetujuan Menteri.
Pasal 57
Selain melalui pengobatan dan/atau rehabilitasi medis, penyembuhan Pecandu Narkotika dapat diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan tradisional.
Pasal 58
Rehabilitasi sosial mantan Pecandu Narkotika diselenggarakan baik oleh instansi pemerintah maupun oleh masyarakat.
Pasal 59
(1) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dan Pasal 57 diatur dengan Peraturan Menteri.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.
c. Pencegahan dan pemberantasan
BAB XI
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
Bagian Kesatu
Kedudukan dan Tempat Kedudukan
Pasal 64
(1) Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, dengan Undang-Undang ini dibentuk Badan Narkotika Nasional, yang selanjutnya disingkat BNN.
(2) BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga pemerintah non kementerian yang berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Pasal 65
(1) BNN berkedudukan di ibukota negara dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.
(2) BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai perwakilan di daerah provinsi dan kabupaten/kota.
(3) BNN provinsi berkedudukan di ibukota provinsi dan BNN kabupaten/kota berkedudukan di ibukota kabupaten/kota.
Pasal 66
BNN provinsi dan BNN kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (3) merupakan instansi vertikal.
Pasal 67
(1) BNN dipimpin oleh seorang kepala dan dibantu oleh seorang sekretaris utama dan beberapa deputi.
(2) Deputi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membidangi urusan:
(a) bidang pencegahan;
(b) bidang pemberantasan;
(c) bidang rehabilitasi;
(d) bidang hukum dan kerja sama; dan
(e) bidang pemberdayaan masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur organisasi dan tata kerja BNN diatur dengan Peraturan Presiden.
Bagian Kedua
Pengangkatan dan Pemberhentian
Pasal 68
(1) Kepala BNN diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(2) Syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian Kepala BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 69
Untuk dapat diusulkan menjadi Kepala BNN, seorang calon harus memenuhi syarat:
a. Warga negara Republik Indonesia;
b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. Sehat jasmani dan rohani;
d. Berijazah paling rendah strata 1 (satu);
e. Berpengalaman paling singkat 5 (lima) tahun dalam penegakan hukum dan paling singkat 2 (dua) tahun dalam pemberantasan Narkotika;
f. Berusia paling tinggi 56 (lima puluh enam) tahun;
g. Cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi, dan memiliki reputasi yang baik;
h. Tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
i. Tidak menjadi pengurus partai politik; dan
j. Bersedia melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatan lain selama menjabat kepala BNN.
Bagian Ketiga
Tugas dan Wewenang
Pasal 70
BNN mempunyai tugas:
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
b. Mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
c. Berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
d. Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu Narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat;
e. Memberdayakan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
f. Memantau, mengarahkan, dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
g. Melakukan kerja sama bilateral dan multilateral, baik regional maupun internasional, guna mencegah dan memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
h. Mengembangkan laboratorium Narkotika dan Prekursor Narkotika;
i. Melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan
j. Membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang.
Pasal 71
Dalam melaksanakan tugas pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, BNN berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Pasal 72
(1) Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dilaksanakan oleh penyidik BNN.
(2) Penyidik BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Kepala BNN.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian penyidik BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Kepala BNN.
d. Peran serta masyarakat
BAB XIII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 104
Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta membantu pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Pasal 105
Masyarakat mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Pasal 106
Hak masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika diwujudkan dalam bentuk:
(1) Mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika;
(2) Memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika kepada penegak hukum atau BNN yang menangani perkara tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika;
(3) Menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada penegak hukum atau BNN yang menangani perkara tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika;
(4) Memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak hukum atau BNN;
(5) Memperoleh perlindungan hukum pada saat yang bersangkutan melaksanakan haknya atau diminta hadir dalam proses peradilan.
Pasal 107
Masyarakat dapat melaporkan kepada pejabat yang berwenang atau BNN jika mengetahui adanya penyalahgunaan atau peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Pasal 108
(1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104, Pasal 105, dan Pasal 106 dapat dibentuk dalam suatu wadah yang dikoordinasi oleh BNN.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala BNN.