Pembentukan ASEAN

Menjelang berakhirnya konfrontasi Indonesia-Malaysia, beberapa pemimpin bangsa-bangsa Asia Tenggara semakin merasakan perlunya membentuk suatu kerjasama regional untuk memperkuat kedudukan dan kestabilan sosial ekonomi di kawasan Asia Tenggara. Pada tanggal 5-8 Agustus di Bangkok dilangsungkan pertemuan antarmenteri luar negeri dari lima negara, yakni Adam Malik (Indonesia), Tun Abdul Razak (Malaysia), S Rajaratman (Singapura), Narciso Ramos (Filipina) dan tuan rumah Thanat Khoman (Thailand). Pada 8 Agustus 1967 para menteri luar negeri tersebut menandatangani suatu deklarasi yang dikenal sebagai Bangkok Declaration.

Deklarasi tersebut merupakan persetujuan kesatuan tekad kelima negara tersebut untuk membentuk suatu organisasi kerja sama regional yang disebut Association of South East Asian Nations (ASEAN).

Menurut Deklarasi Bangkok, Tujuan ASEAN adalah:
1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan perkembangan kebudayaan di Asia Tenggara.
2. Memajukan stabilisasi dan perdamaian regional Asia Tenggara.
3.Memajukan kerjasama aktif dan saling membantu di negaranegara anggota dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, teknik, ilmu pengetahuan dan administrasi.
4. Menyediakan bantuan satu sama lain dalam bentuk fasilitas-fasilitas latihan dan penelitian.
5. Kerjasama yang lebih besar dalam bidang pertanian, industri, perdagangan, pengangkutan, komunikasi serta usaha peningkatan standar kehidupan rakyatnya.
6. Memajukan studi-studi masalah Asia Tenggara.
7. Memelihara dan meningkatkan kerjasama yang bermanfaat dengan organisasi-organisasi regional dan internasional yang ada.

Dari tujuh pasal Deklarasi Bangkok itu jelas, bahwa ASEAN merupakan organisasi kerjasama negara-negara Asia Tenggara yang bersifat non politik dan non militer. Keterlibatan Indonesia dalam ASEAN bukan merupakan suatu penyimpangan dari kebijakan politik bebas aktif, karena ASEAN bukanlah suatu pakta militer seperti SEATO misalnya. ASEAN sangat selaras dengan tujuan politik luar negeri Indonesia yang mengutamakan pembangunan ekonomi dalam negeri, karena terbentuknya ASEAN adalah untuk mempercepat pembangunan ekonomi, stabilitas sosial budaya, dan kesatuan regional melalui usaha dengan semangat tanggungjawab bersama dan persahabatan yang akan menjamin bebasnya kemerdekaan negara-negara anggotanya.

Kerjasama dalam bidang ekonomi juga merupakan pilihan bersama para anggota ASEAN. Hal itu disadari karena negara-negara ASEAN pada saat itu adalah negara-negara yang menginginkan pertumbuhan ekonomi. Meskipun demikian kerja sama dalam bidang lain seperti bidang politik dan militer tidak diabaikan. Indonesia dan Malaysia misalnya melakukan kerja sama militer untuk meredam bahaya komunis di perbatasan kedua negara di Kalimantan.

Malaysia dan Thailand melakukan kerja sama militer di daerah perbatasannya untuk meredam bahaya komunis. Akan tetapi Deklarasi Bangkok dengan tegas menyebutkan bahwa pangkalan militer asing yang berada di negara anggota ASEAN hanya bersifat sementara dan keberadaannya atas persetujuan negara yang bersangkutan.

Pada masa-masa awal berdirinya ASEAN telah mendapat berbagai tantangan yang muncul dari masalah-masalah negara anggotanya sendiri. Seperti masalah antara Malaysia dan Filipina menyangkut Sabah, sebuah wilayah di Borneo/Kalimantan Utara. Kemudian persoalan hukuman mati dua orang anggota marinir Indonesia di Singapura, kerusuhan rasialis di Malaysia, dan permasalahan minoritas muslim di Thailand Selatan. Akan tetapi, semua pihak yang terlibat dalam permasalahan-permasalahan tersebut dapat meredampotensi konflik yang muncul sehingga stabilitas kawasan dapat dipertahankan.

Aktivitas ASEAN dalam bidang politik yang menonjol adalah dengan dikeluarkannya Kuala Lumpur Declaration pada 27 November 1971. Deklarasi tersebut merupakan pernyataan kelima menteri Luar Negeri ASEAN yang menyatakan bahwa Asia Tenggara merupakan zone of peace, freedom and neutrality (ZOPFAN)/Zona Bebas Netral, bebas dari segala campur tangan pihak luar. Dalam Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN yang pertama di Bali pada 1976 masalah kawasan Asia Tenggara sebagai wilayah damai, bebas dan netral telah berhasil dicantumkan dalam “Deklarasi Kesepakatan ASEAN” dan diterima sebagai program kegiatan kerangka kerja sama ASEAN.

Selain menghadapi permasalahan-permasalahan yang muncul dari negaranegara anggotanya sendiri, seperti potensi konflik yang telah dijelaskan sebelumnya. Tantangan ASEAN pada awal berdirinya adalah masalah keraguan dari beberapa negara-negara anggotanya sendiri. Singapura misalnya, menampakan sikap kurang antusias terhadap ASEAN, sementara Filipina dan Thailand meragukan efektivitas ASEAN dalam melakukan kerja sama kawasan. Hanya Indonesia dan Malaysia yang menunjukkan sikap serius dan optimis terhadap keberhasilan ASEAN sejak organisasi tersebut didirikan.

Selain sikap meragukan yang muncul dari beberapa negara anggotanya, tantangan lainnya adalah munculnya citra kurang menguntungkan bagi ASEAN dari beberapa negara luar. RRC menuduh bahwa ASEAN merupakan suatu proyek “pemerintah fasis Indonesia” yang berupaya menggalang suatu kelompok kekuatan di kawasan Asia Tenggara yang menentang Cina dan komunisme. RRC juga menuduh bahwa dalang dari kegiatan yang diprakarsai oleh “pemerintah fasis Indonesia” tersebut adalah Amerika Serikat. Uni Soviet tidak menunjukkan sikap penentangan, tetapi menganjurkan agar ASEAN digantikan oleh sebuah lembaga keamanan bersama bangsa-bangsa Asia, yaitu Asian Collective Security System. Citra kurang menguntungkan dari ASEAN juga muncul dari Jepang. Jepang bahkan meramalkan ASEAN akan bubar dalam waktu yang singkat. Sikap dan penilaian berbeda dari negara luar ASEAN muncul dari negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat. Mereka menyambut positif berdirinya ASEAN. Hal itu dapat dipahami karena negaranegara Barat sangat menginginkan suatu kawasan damai dan perkembangan ekonomi di kawasan tersebut untuk meredam bahaya komunisme di Asia Tenggara.

Keraguan beberapa negara anggota ASEAN sendiri dapat dimaklumi karena pada masa 1969-1974 dapat dikatakan sebagai tahap konsolidasi ASEAN. Pada tahap tersebut secara perlahan rasa solidaritas ASEAN terus menebal dan hal itu menumbuhkan keyakinan bahwa lemah dan kuatnya ASEAN tergantung partisipasi negara-negara anggotanya. Pada perjalanan selanjutnya ASEAN mulai menunjukkan sebagai kekuatan ekonomi yang mendapat tempat di wilayah Pasifik dan kelompok ekonomi lainnya di dunia seperti Masyarakat Ekonomi Eropa dan Jepang.

Bidang sosial dan budaya pun menjadi perhatian ASEAN, melalui berbagai aktivitas budaya diupayakan untuk memasyarakatkan ASEAN terutama untuk kalangan remaja, seniman, cendikiawan dan berbagai kelompok masyarakat lainnya di negara-negara anggota. Untuk itu, ASEAN pada 1972 telah membentuk suatu Panitia Tetap Sosial-Budaya.

Perkembangan organisasi ASEAN semakin menunjukkan perkembangan yang positif setelah dalam KTT pertama di Bali pada 1976 dibentuk Sekretariat Tetap ASEAN yang berkedudukan di Jakarta. Pada sidang tahunan Menteri Luar Negeri ASEAN di Manila tanggal 7 Juni 1976, H.R. Dharsono (Sekretaris Jenderal Nasional ASEAN Indonesia) ditunjuk sebagai Sekretaris Jenderal ASEAN yang pertama. Akan tetapi karena persoalan politik dalam negeri Indonesia, H.R. Dharsono ditarik dari jabatannya sebagai Sekretaris Jenderal ASEAN dan digantikan oleh Umarjadi Njotowidjono.

Buku k13 sejarah indonesia kelas xii