Negara Federal Indonesia

Federalisme pernah diterapkan di Indonesia pada rentang 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agutus 1950. Pada masa ini yang dijadikan sebagai pegangan adalah Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun 1949. Berdasarkan konstitusi tersebut bentuk negara kita adalah serikat atau federasi dengan 15 negara bagian.
Bentuk pemerintahan yang berlaku pada periode ini adalah republik. Ciri republik diterapkan ketika berlangsungnya pemilihan Ir. Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Drs. Moh. Hatta sebagai Perdana Menteri. Sistem pemerintahan yang dianut pada periode ini adalah sistem parlementer kabinet semu (quasi parlementer), dengan karakteristik
sebagai berikut.
1) Pengangkatan perdana menteri dilakukan oleh Presiden, bukan oleh parlemen sebagaimana lazimnya.
2) Kekuasaan perdana menteri masih dicampurtangani oleh Presiden. Hal itu tampak pada ketentuan bahwa Presiden dan menteri-menteri bersama-sama merupakan pemerintah. Seharusnya Presiden hanya sebagai kepala negara, sedangkan kepala pemerintahannya dipegang oleh Perdana Menteri.
3) Pembentukan kabinet dilakukan oleh Presiden bukan oleh parlemen.
4) Pertanggungjawaban kabinet adalah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), namun harus melalui keputusan pemerintah.
5) Parlemen tidak mempunyai hubungan erat dengan pemerintah sehingga DPR tidak punya pengaruh besar terhadap pemerintah. DPR tidak dapat menggunakan mosi tidak percaya kepada kabinet.
6) Presiden RIS mempunyai kedudukan rangkap yaitu sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
Selain Presiden dan para menteri (kabinet), negara RIS juga mempunyai Senat, Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung dan Dewan Pengawas Keuangan sebagai alat perlengkapan negara. Parlemen RIS terdiri atas dua badan yaitu senat dan DPR. Senat beranggotakan wakil dari negara bagian yang ditunjuk oleh pemerintah pusat. Setiap negara bagian diwakili oleh dua orang.
Keputusan untuk memilih bentuk negara serikat, sebagaimana telah diuraikan di muka, merupakan politik pecah belahnya kaum penjajah.
Hasil kesepakatan dalam Konferensi Meja Bundar memang mengharuskan Indonesia berubah dari negara kesatuan menjadi negara serikat. Bagaimana nasib negara serikat itu? Layaknya bayi yang lahir prematur, maka kondisi RIS juga seperti itu. Muncul berbagai reaksi dari berbagai kalangan bangsa Indonesia yang menuntut pembubaran Negara RIS dan kembali kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Akhirnya, pada 8 Maret 1950, Pemerintah Federal mengeluarkan Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1950, yang isinya mengatur tata cara perubahan susunan kenegaraan RIS. Dengan adanya undang-undang tersebut, hampir semua negara bagian RIS menggabungkan diri dengan Negara Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta. Negara RIS hanya memiliki tiga negara bagian, yaitu Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur.
Bagaimana pengaruh kondisi seperti itu terhadap RIS sendiri? Kondisi itu mendorong RIS berunding dengan pemerintahan RI untuk membentuk Negara kesatuan. Pada 19 Mei 1950 dicapai kesepakatan yang dituangkan dalam piagam perjanjian. Disebutkan pula dalam perjanjian tersebut bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia ini menggunakan undang-undang dasar baru yang merupakan gabungan dua konstitusi yang berlaku yakni konstitusi RIS dan juga Undang-Undang Dasar 1945 yang menghasilkan UUDS 1950. Pemerintah Indonesia bersatu ini dipimpin oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta sebagaimana diangkat sebagai presiden dan wakil presiden pertama setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus 1950, konstitusi RIS diganti dengan Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950. Sejak saat itulah pemerintah menjalankan pemerintahan dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara 1950.