Lembaga-lembaga Pemegang Kekuasaan Negara



Pengelolaan kekuasaan negara dilakukan oleh lembaga-lembaga negara. Pengelolaan kekuasaan negara tidak hanya dilakukan oleh Presiden beserta para menteri negara selaku pemegang kekuasaan eksekutif. Hal tersebut dikarenakan kekuasaan negara bukan hanya kekuasaan eksekutif saja, tetapi terdapat pula kekuasaan legislatif dan yudikatif yang dijalankan oleh lembaga negara lainnya.
Keberadaan lembaga-lembaga negara di Indonesia begitu dinamis. Hal tersebut merupakan dampak langsung dari mekanisme pengelolaan kekuasaan negara yang bersifat dinamis pula. Perkembangan lembaga-lembaga negara di Indonesia dapat kalian lihat dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Berikut ini struktur ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 sebelum dilakukan perubahan.
Keteterangan:
MPR : Majelis Permusyawaratan Rakyat
DPR : Dewan Perwakilan Rakyat
MA : Mahkamah Agung
DPA : Dewan Pertimbangan Agung
BPK : Badan Pemeriksa Keuangan
Di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Tahun 1945 baik sebelum atau sesudah dilakukan perubahan, secara tegas disebutkan tiga kekuasan negara, yaitu kekuasaan membentuk undang-undang, kekuasaan pemerintahan negara, dan kekuasaan kehakiman. Ketiga kekuasaan tersebut dipegang dan dikelola oleh lembaga negara yang ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, berikut ini akan diuraikan proses pengelolaan ketiga jenis kekuasaan negara tersebut.

a. Kekuasaan membentuk undang-undang
Kekuasaan membentuk undang-undang disebut juga kekuasaan legislatif.
Kekuasaan tersebut secara teoretis dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Akan tetapi, sebelum perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 kekuasaan tersebut dipegang oleh Presiden, DPR hanya memberikan persetujuan saja. Hal tersebut ditegaskan oleh ketentuan Pasal 5 Ayat (1) yang menyatakan Presiden memegang kekuasaan membentuk undangundang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Kemudian dalam Pasal 20 Ayat (1) ditegaskan Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Berdasarkan ketentuan tersebut, DPR mempunyai kekuasaan yang kecil dalam proses pembentukan undang-undang.
Setelah dilakukan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, DPR mempunyai kedudukan yang lebih kuat dalam pengelolaan kekuasaan negara. DPR secara tegas dinyatakan sebagai pemegang kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Hal tersebut diatur dalam Pasal 20 Ayat
(1) yang menyatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. Perubahan ketentuan ini menyebabkan DPR mempunyai kekuasaan yang besar dalam proses pembentukan suatu undangundang, bahkan apabila sebuah rancangan undang-undang yang telah ditetapkan oleh DPR menjadi undang-undang tidak disahkan oleh Presiden, maka undangundang tersebut dengan sendirinya berlaku dan wajib diundangkan.
Selain dalam pembentukan undang-undang, pada saat ini DPR begitu besar kekuasaannya dalam mengontrol setiap kebijakan pemerintah. Kekuasaan tersebut terlihat dari dimilikinya hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Dengan ketiga hak tersebut, DPR menjadi lembaga penyeimbang sehingga kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah dapat dikendalikan dan dipastikan kebijakan tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

b. Kekuasaan pemerintahan negara
Kekuasaan pemerintahan negara disebut juga kekuasaan eksekutif. Kekuasaan ini dipegang oleh Presiden sehingga presiden berkedudukan sebagai kepala pemerintahan. Hal ini dikarenakan, Republik Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial yang ciri utamanya memposisikan presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
Sebelum perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kekuasaan Presiden Republik Indonesia begitu besar. Pada awal pemberlakuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Presiden Republik Indonesia selalui memegang kekuasaan eksekutif, juga memegang kekuasaan legislatif dan yudikatif. Hal ini dikarenakan lembagalembaga negara lainnya seperti MPR, DPR dan MA belum terbentuk.
Kekuasaan Presiden masih tetap besar, meskipun lembaga-lembaga negara yang ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terbentuk. Dalam diri Presiden melekat berbagai kekuasaan, yaitu berikut.
1) Kekuasaan pemerintahan terdapat dalam Pasal 4 ayat (1)
2) Kekuasaan membentuk undang-undang terdapat dalam Pasal 5 ayat (1)
3) Panglima tertinggi angkatan bersenjata yang terdiri atas angkatan darat, angkatan udara dan angkatan laut terdapat dalam Pasal 10
Selain itu, Presiden juga mempunyai kekuasaan untuk menentukan keanggoatan MPR dari unsur Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Utusan Golongan dan Utusan Daerah dengan mengeluarkan suatu keputusan presiden. Presiden juga berhak memberikan grasi, amnesti, rehabilitasi dan abolisi kepada seorang terpidana.
Setelah perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Presiden Republik Indonesia masih tetap berkedudukan sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan di Indonesia. Akan tetapi, Presiden tidak lagi berkedudukan sebagai pemegang kekuasaan membentuk undang-undang.
Hal ini sebagai konsekuensi dari dialihkannya kekuasaan membentuk undangundang kepada DPR. Dalam proses yang berkaitan dengan pembentukan undangundang, Presiden berhak untuk mengajukan sebuah rancangan undang-undangan,
memberikan persetujuan terhadap rancangan undang-undang, dan mengesahkan rancangan undang-undang yang telah ditetapkan oleh DPR menjadi Undang- Undang.
Selain dalam proses pembentukan undang-undang, pada saat ini juga Presiden tidak lagi berwenang untuk mengangkat anggota MPR dari utusan golongan, utusan daerah maupun unsur TNI. Presiden juga mesti memperhatikan pertimbangan DPR ketika akan memberikan amnesti dan abolisi, serta Mahkamah Agung ketika akan memberikan grasi dan rehabilitasi.

c. Kekuasaan kehakiman
Kekuasaan kehakiman disebut juga kekuasaan yudikatif. Sebelum dilakukannya perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kekuasaan kehakiman dijalan oleh Mahkamah Agung beserta lembaga peradilan yang ada di bawahnya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 24 Ayat (1) yang menyatakan Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang.
Setelah perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kekuasaan kehakiman dipegang oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Pasal 24 Ayat (2) menyatakan Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Ketentuan tersebut menyebabkan perubahan fundamental dalam pengelolaan kekuasaan kehakiman. Mahkamah Agung tidak lagi menjadi satusatunya pemegang kekuasaan tersebut. Ada Mahkamah Konstitusi sebagai mitra dalam menyelegarakan kekuasaan kehakiman. Hal tersebut memberikan alternatif bagi setiap warga negara untuk mencari keadilan dan kepastian hukum.