Rias dan busana dalam pergelaran teater



Rias dalam pergelaran teater pada prinsipnya adalah rias karakter tokoh yang dihadirkan. Pentingnya rias selain memperkuat perwatakah tokoh cerita, juga untuk menyembunyikan wajah aslinya para pemain. Bahannya dapat menggunakan alat-alat kosmetik, dapat juga menggunakan bahan alami sepanjang tidak berdampak buruk pada wajah dan anggota tubuh
lainnya. Konsepnya dapat realis (sesuai dengan kenyataan), misalnya tokoh raja dirias seperti raja aslinya, tetapi akan kesulitan mencari rujukannya.
Konsep rias dapat juga surealis, mengandalkan imajinasi dan intuisi penata walaupun sulit dipahami oleh akal. Dapat juga metaforis misalnya tokoh seorang koruptor dirias seperti tikus dan seterusnya. Dalam kreativitas berteater tidak terbatas, bebas, asal dapat dipertanggung jawabkan secara artistik dan penonton mendapat pengalaman baru.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dipahamkan kepada siswa dalam praktik desain busana meliputi: teknik membuat pola, teknik memotong, dan teknik menjahit.
Agar tidak hambur bahan, konsep rias dibuat berupa sketsa di atas kertas. Begitu juga desain busana, polanya dibuat dengan menggunakan kertas. Setelah dianggap cocok dengan ide, baru menggunakan bahan yang sebenarnya. Proses perwujudan konsep rias dan busana sangat membutuhkan referensi dan orientasi. Guru menghimbau para siswa untuk mengamati dan mempelajari konsep-konsep itu baik melalui buku-buku, gambar-gambar, atau observasi langsung ke lapangan. Tidak harus sama persis, namun hanya kesan menyerupai dengan konsep yang sebenarnya. Penata rias dan busana harus cermat dan jeli melihat esensi dari konsep rias dan busana yang dikenakan oleh tokoh yang dimaksudkan. Setelah itu lakukan modifikasi dan stilisasi untuk mendapatkan kekhasan supaya tidak sama dengan karya yang sudah ada. Setiap penggarap boleh menafsirkan berbeda perihal rias dan busana tokoh cerita asal dapat dipertanggung jawabkan secara artistik. Hampir setiap cerita yang popular di masyarakat pernah digarap oleh seniman lain sebelumnya. Penggarap berikutnya harus melihat konsep yang telah mereka gunakan agar tidak berkesan meniru yang sudah ada. Secara tidak sengaja mungkin saja terjadi kemiripan konsep antarpenggarap, namun penggarap berikutnya harus berusaha mencari tahu apa yang sudah orang lain kerjakan demi keutuhan karya.