INTEGRASI NASIONAL DALAM BINGKAI BHINNEKA TUNGGAL IKA

INTEGRASI NASIONAL DALAM BINGKAI
BHINNEKA TUNGGAL IKA

2.1         Pentingnya Konsep Integrasi Nasional
Pemahaman integralistik yang dianut oleh bangsa Indonesia bersumber dari pemikiran Mr.Soepomo yang disampaikan di depan sidang BPUPKI pada tahun 1945. Paham Integralistik merupakan salah satu aliran dalam teori tentang negara.
Menurut Mr.Soepomo, bahwa negara dibentuk tidak untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan, akan tetapi menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai persatuan.
Negara ialah suatu maasyarakat yang integral, segala golongan, segala bagian dan segala anggotanya berhubungan erat satu sama lain dan merupakan persatuan masyarakat yang organis. Hal yang terpenting dalam negara yang berdasarkan aliran pikiran integral ialah penghidupan bangsa seluruhnya. Negara tidak memihak kepada sesuatu golongan yang paling kuat atau yang paling besar tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat, akan tetapi negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai persatuan yang tidak dapat dipisahkan, sehingga semangat dan struktur kerohanian dari bangsa Indonesia mempunyai sifat dan cita-cita persatuan hidup, pesatuan kawulo dan gusti yaitu persatuan antara dunia luar dan dunia batin, antara makrokosmos dan mikrokosmos, antara rakyat dan pemimpin-pemimpinnya. Manusia sebagai makhluk sosial yang saling berinteraksi dan pergaulan hidupnya dianggap mempunyai tempat dan kewajiban hidup (dharma) sendiri-sendiri menurut kodrat alam. Pola hidup masyarakat tersebut merupakan pola pikir totaliter dan integralistik dari bangsa indonesia yang terwujud juga dalam susunan tata negaranya yang asli.
Dalam suasana peraturan antara rakyat dan pimpinannya, antara golongan-golongan rakyat satu sama lain, dan segala golongan diliputi oleh "semangat gotong- royong dan semangat kekeluargaan". Menurut aliran pikiran tentang negara integralistk yang dianggap sesuai dengan semangat Indonesiai asli, negara tidak mempersatukan dirinya dengan golongan yang terbesar dalam masyarakat, juga yang paling kuat (golongan politik atau ekonomi yang paling kuat), akan tetapi mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyat seluruhnya.
Selanjutnnya Mr.Soepomo mengatakan, bahwa di dalam masyarakat yang integralistik, setiap anggota, warga dan golongan diakui kehadiran dan fungsi keberadaannya (eksistensinya), hak dan kewajibannya dalam mencapai tujuan bersama. Sebaliknya setiap warga negara, setiap anggota, dan setiap golongan berkewajiban dan bertanggungjawab atas terlindunginya kepentingan, keselamatan, kesejahteraan, dan kebahagiaan masyarakat seluruhnya. Dengan paham integralistik atau kebersamaan, bangsa Indonesia percaya akan dapat mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin.
Dalam paham Integralistik terkandung nilai keberhasilan dan nilai kebersamaan dalam kehidupan masyarakat. Penerapan nilai keberhasilan menuntut pada setiap manusia untuk mengendalikan diri, yaitu untuk mengarahkan manusia melakukan pengendalian diri, yakni untuk mengarahkan aktifitas pribadinya menuju terselenggaranya kehidupan yang selaras, serasi dan seimbang demi tercapainya kehidupan bersama yang sejahtera, adil, makmur dan bahagia lahir-batin. Nilai kebersamaan menuntut kepada tiap individu untuk meletakkan kepentingan dan keinginan pribadi dalam rangka mewujudkan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Dalam penerapan nilai kebersamaan tidak berarti bahwa kepentingan pribadi atau golongan disingkirkan atau ditiadakan. Kepentingan pribadi atau golongan justru merupakan motivasi terbinanya kesejahteraan bersama. Dengan menerapkan nilai keseimbangan antara kehidupann jasmani dan rohani, antara wanita dan pria, antara kepentingan individu dan masyarakat, dan antara kehidupan duniawi dan kehidupan akhirat.
Nilai-nilai yang merupakan penjabaran tata nilai integralistik diterapkan oleh bangsa Indonesia dalam mengatur tata hubungan dengan Tuhan, dengan sesama manusia, dengan bangsanya, dan dengan alam sekitarnya. Nilai-nilai keselarasan, keserasian, keseimbangan, kebhinnekatunggalikaan dan kekeluargaan mewarnai hubungan-hubungan tersebut, yang kemudian dirumuskan menjadi Pancasila, pandangan hidup bangsa Indonesia, dasar Negara Republik Indonesia dan ideologi bangsa.
Nilai-nilai Pancasila melandasi proses Integrasi Nasional bangsa Indonesia. Integrasi nasional dapat dipahami dari dua segi yaitu:
1)   Integrasi Nasional secara Vertikal
Integrasi Nasional secara vertikal membahas bagaimana mempersatukan pemerintah nasional dengan rakyatnya yang tersebar dalam daerah yang luas. Jika rakyat hidup di bawah kepemimpinan pimpinannya masing-masing, maka Integrasi Nasional secara vertikal berarti mempersatukan pemerintah pusat dengan pemerintahan di tingkat daerah.
2)   Integrasi Nasional secara Horizontal.
Integrasi Nasional secara horizontal membahas bagaimana mempersatukan rakyat yang majemuk, hidup dalam berbagai golongan primordial yang beranekaragam nilai lembaga serta adat kebiasaannya, sehingga merasa bagian dari satu bangsa yang sama.
Pada konsep Integrasi Nasional secara vertikal terdapat empat tugas konstitusional yang bersifat abadi dari pemerintah Indonesia, yaitu:
a.    melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
b.    memajukan kesejahteraan umum;
c.    mencerdaskan kehidupan bangsa;
d.   ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Empat tugas pemerintah yang juga disebut "tujuan nasional", sekaligus menjadi tolak ukur bagi keberhasilan atau kegagalannya.     
Nilai-nilai Integrasi Nasional menjamin kemajemukan bangsa Indonesia secara kultural. Kemajemukan adalah produk dari sejarah yang panjang dan tidak bisa diabadikan begitu saja. Secara sadar kita mengambil sesuatu dari Bhinneka Tunggal Ika sebagai lambang Negara, sehingga kemajemukan akan memiliki relevansi ideologi, politik dan pemerintahan. Ideologi persatuan yang disepakati para pemimpin di tingkat nasional masih harus dipahami dan didukung oleh masyarakat kita yang tersebar di daerah kepulauan yang luas. 
Dari sisi politik dan pemerintahan diketahui bahwa seluruh peraturan perundang-undangan kita berlaku sama untuk seluruh daerah, namun implementasinya di lapangan akan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial budaya daerah.Kampanye organisasi kekuatan sosial politik perlu bersifat "tailor made" untuk daerah-daerah. Kekeliruan dalam memilih tema kampanye, seandainya menyinggung nilai-nilai dasar yang dianut masyarakat daerah tersebut, akan berarti hilangnya dukungan pemilih. Sudah barang tentu dalam setiap masyarakat sosial budaya tersebut juga akan terjadi dinamika dan perubahan, disamping adanya kesinambungan dan perubahan harus dikaji secara sungguh-sungguh agar kebijakan yang diambil mendapat dukungan masyarakat di lapangan. Pengkajian kebijakan bisa dimulai dengan kegiatan studi kewilayahan (regional studies). Pemerintah Hndia Belanda dahulu menamakan sebagai indologi.
Dengan demikian, satuan masyarakat sosial politik merupakan masyarakat hukum, dibentuk dengan Undang-Undang yang integrasi ke sistem pemerintahan nasional. Secara ideologis dan konstitusional, masalah sistem pemerintahan di tingkat daerah yang kita hadapi adalah bagaimana menyusun tatanan pemerintahan yang bisa memberi peran fungsional terpadu baik satuan masyarakat sosiokultural yang bersifat asli maupun pada satuan masyarakat sosiopolitik yang dirancang secara nasional. Fungsional terpadu bisa dilakukan dengan memberi peluang untuk mengadakan penyesuaian secara lokal pada ketentuan-ketentuan hukum yang secara nsional dibuat dalam garis-garis besar saja. Berpikir secara garis besar sudah mulai diperkenalkan dalam pendidikan dengan memberi peluang adanya muatan lokal dalam kurikulum yang bersifat komplementer dan suplementer dengan kurikulum yang bersifat nasional.

2.2         Faktor-faktor Pembentuk Integrasi Nasional
a.    Adanya rasa senasib dan seperjuangan yang diakibatkan oleh faktor sejarah.
b.    Adanya ideologi nasional yang tercermin dalam simbol negara yaitu Garuda Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
c.    Adanya tekad serta keinginan untuk bersatu di kalangan bangsa Indonesia seperti yang dinyatakan dalam Sumpah Pemuda.
d.   Adanya ancaman dari luar yang menyebabkan munculnya semangat   nasionalisme di kalangan bangsa Indonesia.
e.    Penggunaan Bahasa Indonesia.
f.     Adanya semangat persatuan dan kesatuan dalam bangsa, bahasa, dan tanah air Indonesia.
g.    Adanya kepribadian dan pandangan hidup kebangsaan yang sama, yaitu Pancasila.
h.    Adanya jiwa dan semangat gotong royong, solidaritas, dan toleransi keagamaan yang kuat.
i.      Adanya rasa senasib sepenanggungan akibat penderitaan penjajahan.
j.      Adanya rasa cinta tanah air dan mencintai produk dalam negeri.
k.    Faktor sikap toleransi antara sesama manusia yang beragama.
l.      Faktor sejarah yang menimbulkan rasa senasib dan seperjuangan. Keinginan untuk bersatu di kalangan bangsa Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
m.   Rasa cinta tanah air di kalangan bangsa Indonesia, sebagaimana dibuktikan perjuangan merebut, menegakkan, dan mengisi kemerdekaan.
n.    Rasa rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara, sebagaimana dibuktikan oleh banyak pahlawan bangsa yang gugur di medan perjuangan.
o.    Kesepakatan atau konsensus nasional dalam perwujudan Proklamasi Kemerdekaan, Pancasila dan UUD 1945, bendera Merah Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya, bahasa kesatuan Bahasa Indonesia.
p.    Adanya simbol kenegaraan dalam bentuk Garuda Pancasila, dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
q.    Pengembangan budaya gotong royong yang merupakan ciri khas kepribadian bangsa Indonesia secara turun temurun.

2.3         Tantangan dalam Menjaga Keutuhan NKRI
Menurut data BPS (2010), bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah lebih dari 17.504 dan luas wilayah daratan mencapai 1.900.000 km2 memiliki sumber daya alam melimpah dan jumlah penduduk berada pada urutan keempat dunia, yaitu 237.556.363 jiwa harus dijaga dan dipertahankan dari setiap ancaman. Atas dasar data letak geografis dan sumber daya alam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka diperlukan suatu pertahanan negara yang kuat.
Tujuan nasional merupakan kepentingan nasional yang abadi dan menjadi acuan dalam merumuskan tujuan pertahanan negara yang ditempuh dengan tiga strata pendekatan yaitu pertama, strata mutlak, yaitu dilakukan dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara dan keselamatan bangsa Indonesia; kedua, strata penting, yaitu dilakukan dalam menjaga kehidupan demokrasi politik dan ekonomi, keharmonisan hubungan antar suku, agama, ras, dan golongan (SARA), penghormatan hak asasi manusia dan pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup; dan ketiga, strata pendukung, yaitu dilakukan dalam upaya turut memelihara ketertiban dunia.
Untuk mencapai tujuan pertahanan negara tersebut, salah satunya diperlukan input sumber daya TNI yang bagus dan optimal. Masyarakat menuntut TNI untuk menjaga dan memelihara stabilitas keamanan nasional tetapi input SDM secara intelektual, moral dan mental lemah akan sangat kesulitan mewujudkannya.
Kajian khusus TNI di masa depan adalah perlunya perekrutan SDM yang unggul untuk mencapai hasil maksimal. TNI tidak bisa berjalan sendirian dalam mewujudkan visi dan misi pertahanan negara. Perwujudan visi dan misi pertahanan negara diperlukan partisipasi dan peran serta masyarakat sebagai komponen cadangan dan turut serta dalam mewujudkan keamanan nasional bersama. Input SDM yang baik bisa menyelesaikan masalah keamanan nasional dan pertahanan NKRI lebih baik.

2.4         Peran Serta Warga Negara dalam Menjaga Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Ancaman yang mengancam wilayah Indonesia pada dasarnya merupakan ancaman terhadap seluruh wilayah Indonesia. Tanggung jawab menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah seluruh bangsa Indonesia. Rakyat Indonesia dituntut peran sertanya dalam mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.4.1   Pentingnya Menjaga Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Perjalanan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan dilalui dengan berbagai perjuangan. Perjuangan dilakukan dengan semangat kebangsaan dan cinta tanah air oleh para pahlawan. Persatuan dan kesatuan merupakan modal utama untuk mencapai kemerdekaan tersebut. Hingga pada tangal 17 Agustus 1945, rakyat Indonesia memproklamirkan kemerdekaan Indonesia yang diwakili oleh Bung Karno dan Bung Hatta.
Seluruh komponen bangsa Indonesia memiliki keinginan untuk  membela, mempertahankan kemerdekaan, menjaga kedaulatan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Sikap yang harus dilakukan untuk melindungi keutuhan NKRI antara lain sebagai berikut:
a.     Menjaga kebanggaan kita sebagai bangsa Indonesia.
b.    Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
c.    Memanfaatkan kekayaan budaya untuk kepetingan rakyat Indonesia.
d.   Menjaga Indonesia untuk warisan anak cucu.
e.    Menjaga Indonesia untuk menghargai jasa para pahlawan.
f.     Saling menghormati perbedaan.
g.    Mempertahankan kesamaan dan kebersamaan.
h.    Menaati peraturan.

2.4.2   Partispasi Rakyat dalam Menjaga Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Partisipasi rakyat dalam keutuhan NKRI dapat dilakukan diberbagai lingkungan kehidupan, baik lingkungan keluarga , masyarakat dan juga sekolah.

1)    Di lingkungan keluarga
Contoh partisipasi di lingkungan keluarga antara lain sebagai berikut:
a)   Melaksanakan kegiatan sehari-hari secara tertib dan teratur.
b)   Senantiasa rajin belajar bagi anggota keluarga yang masih bersekolah.
c)   Ikut menjaga harta benda keluarga.
d)  Patuh dan taat terhadap tata krama dan aturan keluarga.
2)      Di lingkungan masyarakat
Contoh partisipasi di lingkungan masyarakat antara lain sebagai berikut:
a)   Melaksanakan kerja bakti yang diadakan oleh kampung sesuai kemampuan.
b)   Melaksanakan kegiatan ronda malam bagi warga yang sudah dewasa.
c)   Membuang sampah pada tempatnya.
d)  Hidup rukun dengan semangat kekeluargaan dalam lingkungan keluarga.
3)   Di lingkungan sekolah
Contoh partisipasi di lingkungan sekolah antara lain sebagai berikut:
a)   Menaati tata tertib yang berlaku di sekolah.
b)   Menggalang kerjasama antar teman tanpa memandang latar belakang agama, suku, ras dan golongan.
c)   Hidup rukun dengan warga sekolah.
d)  Tidak membeda-bedakan teman dalam bergaul.

2.4.3   Mengamalkan Nilai-nilai yang Terkandung dalam Pancasila dalam Kehidupan Sehari-hari
Pancasila sebagai ideologi Negara Indonesia, dasar Negara Indonesia, serta falsafah hidup sejatinya benar-benar menjadi pedoman hidup yang harus dihayati dan diamalkan ke dalam setiap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila maka keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat terjaga. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada zaman Orde Baru dikenal dengan 36 Butir Pancasila. Setelah masa reformasi bergulir, nilai-nilai ini mengalami perubahan menjadi 45 butir Pancasila.
Berikut adalah ke-45 butir Pancasila yang menjadi pedoman perilaku bagi seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sekaligus menjaga keutuhan NKRI:
1)   Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa
a)   Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b)   Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
c)   Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
d)  Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
e)   Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
f)    Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
g)   Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
2)   Sila Kedua: Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
a)   Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
b)   Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
c)   Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
d)  Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
e)   Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
f)    Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
g)   Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
h)   Berani membela kebenaran dan keadilan.
i)     Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
j)     Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
3)   Sila Ketiga: Persatuan Indonesia
a)   Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
b)   Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
c)   Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
d)  Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
e)   Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
f)    Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
g)   Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
4)   Sila Keempat: Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/ Perwakilan
a)   Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
b)   Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
c)   Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
d)  Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
e)   Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
f)    Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
g)   Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
h)   Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
i)     Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
j)     Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
5)   Sila Kelima: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
a)   Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
b)   Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
c)   Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
d)  Menghormati hak orang lain.
e)   Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
f)    Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
g)   Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
h)   Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
i)     Suka bekerja keras.
j)     Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
k)   Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

2.4.4   Menggelorakan Semangat Bhinneka Tunggal Ika sebagai Persatuan Bangsa
Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan negara yang berarti berbeda-beda tetapi satu jua. Bhinneka Tunggal Ika merupakan ikatan kemajemukan yang Indonesia miliki. Salah satu cara merawat kemajemukan bangsa Indonesia adalah dengan belajar menerima kebhinnekaan itu sendiri sebagai sebuah kenyataan agar menjadi kekuatan.

2.4.5   Menjalankan Kehidupan Berbangsa dan Bernegara sesuai Konstitusi/ UUD 1945
Dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara hendaknya mengacu pada konstitusi. Dalam UUD 1945 telah diatur secara jelas mengenai hak dan kewajiban warga Negara. Kewajiban warga Negara hendaknya didahulukan dari pada menuntut hak. Dengan demikian akan tercipta tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang aman dan tertib. (baca; Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam UUD 1945-Peran Konstitusi dalam Negara Demokrasi).
2.4.6   Melaksanakan Usaha Pertahanan Negara
Segala ketentuan mengenai pertahanan Negara tercantum dalam UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Sesuai dengan ketentuan dalam UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara yang dimaksud dengan pertahanan Negara adalah: “Usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan Negara”.
Adapun yang menjadi hakikat, dasar, tujuan dan fungsi pertahanan Negara sesuai dengan UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara adalah sebagai berikut:
(a)      Pasal 2 berbunyi:
“Hakikat pertahanan negara adalah segala upaya pertahanan bersifat semesta yang penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri”.
(b)     Pasal 3 berbunyi:
(1)     Pertahanan negara disusun berdasarkan prinsip demokrasi, hak asasi manusia, kesejahteraan umum, lingkungan hidup, ketentuan hukum nasional, hukum internasional dan kebiasaan internasional, serta prinsip hidup berdampingan secara damai.
(2)     Pertahanan negara disusun dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.
(c)      Pasal 4 berbunyi:
“Pertahanan negara bertujuan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman”.
(d)     Pasal 5  berbunyi:
“Pertahanan negara berfungsi untuk mewujudkan dan mempertahankan seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan pertahanan”.
Penyelenggaraan pertahanan Negara sebagaimana yang tercantum dalam UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara adalah:
(a)      Pasal 6 berbunyi:
“Pertahanan negara diselenggarakan melalui usaha membangun dan membina kemampuan, daya tangkal negara dan bangsa, serta menanggulangi setiap ancaman”.
(b)     Pasal 7 berbunyi:
(1)     Pertahanan negara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, diselenggarakan oleh pemerintah dan dipersiapkan secara dini dengan sistem pertahanan negara.
(2)     Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman militer menempatkan Tentara Nasional Indonesia sebagai komponen utama dengan didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung.
(3)     Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman non militer menempatkan lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama, sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa.
(c)      Pasal 8 berbunyi:
(1)     Komponen cadangan, terdiri atas warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat komponen utama.
(2)     Komponen pendukung, terdiri atas warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang secara langsung atau tidak langsung dapat meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan komponen cadangan.
(3)     Komponen cadangan dan komponen pendukung, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan undang-undang.
(d)     Pasal 9 berbunyi:
(1)     Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara.
(2)     Keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diselenggarakan melalui:
a)    pendidikan kewarganegaraan;
b)   pelatihan dasar kemiliteran secara wajib;
c)    pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau secara wajib; dan
d)   pengabdian sesuai dengan profesi.
(3)     Ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi diatur dengan undang-undang.
(e)      Pasal 10 berbunyi:
(1)     Tentara Nasional Indonesia berperan sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2)     Tentara Nasional Indonesia, terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
(3)     Tentara Nasional Indonesia bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk:
a)    mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah;
b)   melindungi kehormatan dan keselamatan bangsa;
c)    melaksanakan Operasi Militer selain Perang; dan
d)   ikut serta secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional.


2.5         Kebhinnekaan Bangsa Indonesia
Kebhinnekaan bangsa Indonesia meliputi :
1)        Kebhinnekaan Mata Pencaharian
Indonesia merupakan negara kepulauan dan memiliki kondisi alam yang berbeda-beda, seperti dataran tinggi atau pegunungan maupun dataran rendah atau pantai sehingga masyarakat yang tinggal di daerah tersebut harus menyesuaikan cara hidupnya dengan alam disekitarnya. Kondisi alam juga mengakibatkan perbedaan mata pencaharian ada yang sebagai petani, nelayan, pedagang pegawai, peternak dan lain-lain sehingga kebhinnekaan mata pencaharian tersebut dapat menjalin persatuan, karena satu sama lain saling membutuhkan.
2)        Kebhinnekaan Ras
Letak Indonesia sangat strategis sehingga Indonesia menjadi tempat persilangan jalur perdagangan. Banyaknya kaum pendatang ke Indonesia mengakibatkan terjadinya akulturasi baik pada ras, agama, kesenian maupun budaya. Ras di Indonesia terdiri dari Papua Melanesoid yang berdiam di Pulau Papua, dengan ciri fisik rambut keriting, bibir tebal dan kulit hitam. Ras Weddoid dengan jumlah yang relatif sedikit, seperti orang Kubu, Sakai, Mentawai, Enggano dan Tomuna dengan ciri-ciri fisik, perawakan kecil, kulit sawo matang dan rambut berombak. Selain ras tersebut, ada ras Malayan Mongoloid yang berdiam di sebagian besar kepulauan Indonesia, khususnya di Kepulauan Sumatera dan Jawa dengan ciri-ciri rambut ikal atau lurus, muka agak bulat, kulit putih sampai sawo matang. Kebhinnekaan tersebut tidak mengurangi persatuan dan kesatuan, karena tiap ras saling menghormati dan tidak menganggap ras nya paling unggul. 
3)        Kebhinnekaan Suku Bangsa
Indonesia merupakan negara kepulauan yang dipisahkan oleh perairan. Pulau-pulau terisolasi dan tidak saling berhubungan. Akibatnya setiap pulau atau wilayah memiliki keunikan tersendiri baik dari segi budaya, adat istiadat, kesenian, maupun bahasa. Adanya kebhinnekaan tersebut menjadikan Indonesia sangat kaya. Walaupun berbeda tetapi tetap menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan. Terbukti dengan menempatkan bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi dan persatuan.
4)        Kebhinnekaan Agama
Masuknya kaum pendatang baik yang berniat untuk berdagang maupun menjajah membawa misi penyebaran agama yang mengakibatkan kebhinnekaan agama di Indonesia. Ada agama Islam, Kristen Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan Konghucu serta aliran kepercayaan. Kebhinnekaan agama sangat rentan akan konflik, tetapi dengan semangat persatuan dan semboyan bhinneka tunggal ika konflik tersebut dapat dikurangi dengan cara saling toleransi antar umat beragama. Setiap agama tidak mengajarkan untuk menganggap agamanya yang paling benar tetapi saling menghormati dan menghargai perbedaan sehingga dapat hidup rukun saling berdampingan dan tolong menolong di masyarakat.


5)        Kebhinnekaan Budaya
Budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia dengan cara belajar. Budaya memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku SDM kearah yang lebih baik. Masuknya kaum pendatang juga mengakibatkan kebhinnekaan budaya di Indonesia sehingga budaya tradisional berubah menjadi budaya yang modern tanpa menghilangkan budaya asli Indonesia sendiri seperti budaya sopan santun, kekeluargaan dan gotong royong. Budaya tradisional dan modern hidup berdampingan di masyarakat tanpa saling merendahkan satu sama lain.
6)        Jenis Kelamin
Perbedaan jenis kelamin adalah sesuatu yang sangat alami tidak menunjukkan adanya tingkatan. Anggapan kuat bagi laki-laki dan lemah bagi perempuan adalah tidak benar. Masing-masing mempunyai peran dan tanggung jawab yang saling membutuhkan dan melengkapi. Zaman dahulu kaum perempuan tidak diberi kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensinya dan seringkali tugasnya dibatasi hanya sekitar rumah saja. Pekerjaan rumah yang itu-itu saja, dianggap tidak banyak menuntut kreatifitas, kecerdasan dan wawasan yang luas, sehingga perempuan dianggap lebih bodoh dan tidak terampil. Sekarang perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk sekolah, mengembangkan bakat, dan kemampuannya. Banyak kaum wanita yang menduduki posisi penting dalam jabatan publik.