PEMEGANG SAHAM DAN PEMBAGIAN DIVIDENNYA
Oleh AGUS RIYANTO (Mei 2018)
Motivasi utama investor berinvestasi di Pasar Modal adalah untuk mendapatkan dividen. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dividen adalah bagian laba atau pendapatan perusahaan yang besarnya ditetapkan oleh Direksi serta disahkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk dibagikan kepada para pemegang saham atau dapat diartikan sebagai sejumlah uang yang berasal dari hasil keuntungan yang dibayarkan kepada pemegang saham sebuah perseroan. Dengan demikian dapat diterjemahkan bahwa pada dasarnya dividen adalah laba bersih (artinya untung dan tidak merugi) yang diperoleh perusahaan untuk jangka waktu tertentu dan dibagikan kepada pemegang saham. Oleh sebab itu, tidaklah mungkin dividen dibagikan di dalam kondisi keuangan perusahaan yang tidak baik performanya atau tidak untung. Untuk itu, di dalam praktiknya, sering kali investor yang berkehendak memperolehnya, maka harus bersedia menahan atau memegang saham yang telah dibelinya dalam jangka waktu setidak-tidaknya untuk jangka waktu 1 tahun. Hal ini didasari kepada kewajiban bahwa setiap tahun perusahaan publik untuk menerbitkan laporan keuangan, dimana salah satunya kewajiban untuk membagikan dividen kepada pemegang sahamnya, maka hal tersebut dapat dijadikan dasar pertimbangannya. Meski harus dipahami bahwa dividen hanya akan dibagikan setahun sekali kepada pemegang saham sesuai dengan komposisi kepemilikan jumlah sahamnya yang dimilikinya.
Untuk maksud di atas, maka pemegang saham sudah seharusnya dibekali dengan pengetahuan tentang dasar hukumnya tentang dividen itu sendiri. Meskipun tidak terdapat ketentuan khusus tentang dividen, tetapi pembagian dividen dapat diketemukan di berbagai perundang-undangan seperti pertama UUPT. UUPT terdapat beberapa ketentuan yang menjadi catatan untuk diperhatikan. Hal ini karena semua perusahaan, baik tertutup maupun terbuka, memiliki dasar hukum yang sama yaitu wajib mengikuti seluruh peraturan yang berlaku di dalam UUPT. Konsekuensinya, perusahaan menjadi wajib mengikuti semua ketentuan yang ada dalam UUPT, seperti: Pasal 52 ayat 4 (hak pemegang saham yang tidak dapat dibagi), Pasal 53 ayat 4 huruf d dan e (pemegang saham berhak menerima pembagian dividen secara kumulatif atau non kumulatif dan ketentuan hak pemegang saham terlebih dahulu dari pemegang saham lain atas pembagian kekayaan perseroan dan likuidasi), Pasal 70 (penggunaan laba perusahaan) dan Pasal 71 (penggunaan laba bersih untuk digunakan dana cadangan harus diputuskan dalam RUPS). Kedua, deviden juga diatur oleh Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) melalui Pasal 60 ayat 2 (kewajiban Emiten, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Bank Kustodian atau Perusahaan Efek menyerahkan dividen dalam penetipan kolektif kepada pemegang rekening). Ketentuan ini bertujuan untuk menjamin hak-hak pemegang saham untuk segera diterima dividennya kepada pemegang rekenining yang bersangkutan. Ketiga, lebih khusus lagi tentang saham bonus telah diatur dalam Peraturan Bapepam No. IX. D.5, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-35/PM/2003 tanggal 30 September 2003 tentang Saham Bonus. Kemudian selanjutnya diatur lebih detail dalam ketentuannya Peraturan PT BEJ (sekarang Bursa Efek Indonesia) No. II-A-1, Lampiran Keputusan Direksi BEJ Kep.002/BEJ/01-2003 tanggal 17 januari 2003 tentang Ketentuan Umum Perdagangan Efek di Bursa Efek Jakarta, serta terakhir diatur oleh Peraturan PT BEJ No. Kep-004/BEJ/01-2003 tanggal 17 Januari 2003 tentang Perdagangan Efek Tanpa Warkat di Pasar Reguler dan Pasar Tunai.
Sebagai konsekuensi ketentuan dan aturan dividen, maka pemegang saham, seharusnya, mengetahui bahwa dividen yang akan diterimanya adalah dalam bentuk tunai (uang). Namun dapat saja diberikan dalam bentuk saham dividen atau aktiva lain-lain dengan mana akan sangat tergantung kepada kondisi keuangan perusahaan. Kondisi tersebut akan sangat bergantung kepada jumlahnya uang tunai yang dimiliki perusahaan dan berapa kebutuhan tunai untuk memenuhi keharusan perusahaan saat ini maupun dan waktu yang akan datang dengan mengalokasikan dananya untuk dapat membagikan dividen kepada pemegang saham. Dengan dasar demikian, maka selain dividen tunai (cash dividend), pemegang saham juga dapat memperoleh dividen di dalam bentuk lain, misalnya : dividen saham (stock dividend) yaitu dividen tidaklah dalam bentuk uang tunai, tetapi saham perusahaan tersebut, dividen property (property dividend) yaitu dividen dalam bentuk aktiva selain saham seperti aktiva tetap dan surat-surat berharga dan dividen likuidasi (liquidation dividend) yaitu dividen yang diberikan kepada pemegang saham sebagai akibat terjadinya likuidasi perusahaan dimana yang akan dibagikan adalah selisih antara nilai realisasi asset perusahaan dikurangi dengan semua kewajibannya perusahaan. Harus diakui bahwa dari jenis-jenis dividen, maka yang sering dibagikan adalah dividen dalam bentuk tunai dan jenis dividen ini adalah paling disukai oleh para pemegang saham.
Hal lainnya, yang sebaiknya, diketahui pemegang saham adalah bahwa keputusan dibagikannya dividen ditentukan oleh RUPS. Mengapakah demikian ? Kesemuanya bermula dari berubahnya status menjadi perusahaan publik dengan jalan menjual sebagian sahamnya. Konsekuensi dari hal itu adalah bahwa perusahaan tersebut harus melaporkan kinerjanya kepada masyarakat melalui media laporan keuangan setiap tiga bulan sekali di dalam satu tahunnya, sehingga totalnya menjadi empat kali membuat laporan keuangan. Namun demikian, dividen tidak harus dibagikan setiap bulan. Sebuah laporan keuangan akan terdapat laporan tentang berapakah keuntungan perusahaan di dalam satu tahun berjalan perusahaan yang bersangkutan. Untuk itu, maka dalam RUPS akan diputuskan berapakah dividen yang akan dapat diterima oleh para pemegang saham atau dapat juga perusahaan tidak memberikan dividen untuk tahun waktu berjalan tersebut. Mengapa harus dengan keputusan RUPS ? Sesuai dengan Pasal 75 Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), maka jelas bahwa RUPS adalah organ yang memang berwenang untuk menentukan apakah pembagian dividen itu dapat dilakukannya ataukah tidak kepada investor. Hal ini, karena dalam pembahasan dividen terbuka kemungkinannya selain untuk dibagikan sebagai dividen, laba perusahaan juga dapat dialokasikan kepada digunakan sebagai laba ditahan. Artinya, proposionalitasnya pembagian laba perusahaan menjadi ditahan dan dividen menjadi sangat tergantung kepada RUPS dan kondisi keuangan perusahaan pada saat itu. Oleh sebab itu, dapat saja terjadi bahwa RUPS memutuskan tidak akan membagikan dividen. Melalui RUPS juga akan memutuskan bagaimankah dengan penggunaan laba bersih, termasuk ketentuan tentang jumlah penyisihan terhadap dana cadangannya (Pasal 70 ayat 1 UUPT).
Melalui penjelasan tersebut diatas, maka pemegang saham memperoleh gambaran umum tentang garis besar tentang dividen, khususnya dari aspek hukumnya yang mengatur. Hal ini untuk dapat menghindari salah pengertian tentang dividen yang dapat saja terjadi, misalnya dapat saja bahwa perusahaan dalam tahun tertentu tidak membagikan dividennya, disebabkan faktor internal berupa kinerja keuangan yang memburuk sehigga merugi atau dapat juga faktor eksternal karena kondisi politik negara yang tidak stabil sehingga nilai mata uang dan kebijakan ekonomi yang tidak kondusif dan tidak konsisten, maka dengan terpaksa perusahaan tidak membagikannya. Dengan pengetahuan inilah, maka pemegang saham dapat memahami bahwa hal tersebut dimungkinkan sepanjang perseroan dapat menjelaskan masalahnya dengan jelas dan dengan disertai dasar pertimbangan dan alasannya dalam suatu RUPS. Melalui hal itu, maka muara permasalahannya terletak kepada kondisi ekonomi yang mendasarinya berkeinginan membagikan dividen atau tidak perusahaan. Kondisi menjadilah berbeda apabila perusahaan dalam kondisi baik dan menguntungkan (tidak merugi), sehingga, sangat tidak mungkin tidak berkeinginan untuk membagikan dividennya kepada pemegang saham. Hal ini, karena tidak dapat diterima nalar dan akal sehat oleh pemegang saham apabila tidak membagikan dividennya. Kejelasan dan pemaham hal ini menjadi penting untuk memberikan kepastian investor, yang telah berpartisipasi dalam kepemilikan saham dengan membelinya, dengan mempercayakan investasinya kepada perusahaan publik dengan harapan bahwa dividen setidak-tidaknya setahun sekali. Untuk itulah, dibutuhkan keterbukaan informasi perusahaan tentang soal dibagikan dan tidak dividen tersebut dengan diikuti aspek hukum dividen yang menjadi dasar kebijakan perusahaan tersebut. (***)