Menyunting dan Mengabstraksi Teks Cerita Fiksi dalam Novel

Penyuntingan dilakukan setelah kalian menyelesaikan karya. Ketika menulis, upayakan jangan menyunting dulu, sebab itu akan membuat proses penulisan tersendat-sendat. Akan tetapi, begitu selesai menulis, jangan segan menyuntingnya berkali-kali, sampai kalian merasa yakin teks cerita fiksi yang kalian hasilkan bagus.
Dalam penyuntingan, kalian harus mencermati semua kekurangan. Buang semua hal yang berlebihan, tambahkan hal yang masih diperlukan. Kalian harus membenahi kesalahan ketikan maupun ejaan. Kalimat yang membingungkan harus diubah. Kalau perlu, alur cerita yang dirasa kurang pas pun bisa diubah. Agar kalian lebih memahami proses penyuntingan, kerjakanlah latihan berikut ini.

(1) Dalam sebuah teks fiksi, kalian diharapkan mampu menggambarkan sesuatu untuk meyakinkan pembaca. Sementara itu, teks fiksi bersifat konkret. Oleh sebab itu, kalian harus memiliki kemampuan mengonkretkan konsep abstrak. Mengonkretkan konsep abstrak (seperti cinta, sayang, bahagia, marah, sedih, dahsyat, cantik, dan sebagainya) pada intinya adalah mencari pengucapan tidak langsug terhadap sebuah konsep, yang memerlukan perincian yang cermat. Kalian bisa melukiskan bahagia tanpa menggunakan kata itu sama sekali. Kalian bisa mendeskripsikan cantik tanpa memunculkan kata itu sama sekali.
Dalam teks cerita fiksi yang bersifat konkret ini, pengarang harus mampu menghidupkan gambaran nyata tentang perilaku seseorang atau serangkaian kejadian yang menyeret orang tersebut bergerak dari satu siatuasi ke situasi selanjutnya. Sebuah teks cerita fiksi tidak berbicara tentang bahagia, tetapi tentang tindakan orang yang sedang bahagia.

 (2) Deskripsi yang baik membuat cerita “hidup” di benak pembaca. Deskripsi tersebut harus memikat seluruh indra pembaca, membangkitkan rangsangan emosional, serta membuat tokoh dan segala unsur kehidupan yang dilukiskan dalam cerita menjadi lebih nyata dan bisa dipercaya.
Dengan melibatkan kelima indra, kalian bisa memberikan penggambaran yang hidup seperti itu. Jika kalian bisa menghasilkan sebuah deskripsi yang baik, pembaca bisa melihat sesuatu, mencium baunya, merasakan persentuhan dengannya, mendengar bunyinya, dan mencecap rasanya.
Usahakan kalian tidak hanya menggambarkan apa yang tampak oleh mata, sebab sama saja artinya kalian hanya menyodorkan sebuah gambar atau foto.

 (3) Dialog atau percakapan dalam sebuah teks cerita fiksi itu penting. Bukan untuk memperpanjang jumlah halaman atau untuk menyiasati kebuntuan bertutur, tetapi fungsi dialog adalah untuk memberikan informasi yang akan kalian sampaikan. Informasi disampaikan melalui dialog dengan alasan hanya akan menjadi kuat jika dituliskan dalam bentuk dialog. Dengan dialog kalian bisa mengungkapkan watak tokoh dan menghindarkan pembaca dari kejenuhan.
Beberapa saran untuk membuat dialog sebagai berikut. Pertama, jangan membuat dialog seperti menyalin percakapan sehari-hari, sebab itu membosankan. Kedua, jangan mengulang apa yang ada dalam narasi, itu sama saja dengan pemborosan. Ketiga, buatlah dialog secara ringkas. Keempat, jangan membingungkan pembaca. Kelima, kalian dapat menambahkan bahasa tubuh bila perlu, dengan demikian, makna kalimat akan lebih jelas. Keenam, hindari penulisan ejaan fonetik. Misalnya menggambarkan kegagapan dalam dialog seperti ini: “Ss-sssa- sayy-sayyaa mm-mmma-maau mmm-mmi-miiin-minnn-minnnuminnuum!” Selain merepotkan penulis dan pembaca, dialog seperti ini juga membosankan. Kalian bisa membuat: “Saya mau minum!” katanya tergagap. Dengan demikian pembaca sudah dapat membayangkan tokoh yang berdialog sambil tergagap. Saran yang terakhir adalah belajar pada penulis yang baik. Caranya adalah dengan membaca dan mencermati karyanya.

Secara sederhana, adegan merupakan tindakan penting yang dilakukan tokoh dalam cerita. Sementara cerita adalah rangkaian adegan demi adegan yang membangun sebuah teks cerita menjadi utuh. Terdapat beberapa unsur penyusun adegan sebagai berikut.
Pertama, tokoh yang akan mengalami kejadian kompleks dan berlapis dalam keseluruhan cerita.
Kedua, sudut pandang penceritaan adegan.
Ketiga, tindakan penting yang dilakukan tokoh.
Keempat, dialog yang bermakna dan menyampaikan informasi penting yang dibutuhkan.
 Kelima, informasi baru tentang tokoh dan perkembangan cerita.
Keenam, konflik yang menguji kesanggupan tokoh dan mampu mengungkap penokohan.
 Ketujuh, latar tempat dan waktu.
Terakhir, narasi secukupnya untuk mengantarkan atau menutup adegan.