HAKIKAT JALAN SUFI DARI SYEKH ABU HASAN ASY-SYADZILI
Menurut Imam Asy-Syadzili, jalan tasawuf itu bukanlah jalan kerahiban, menyendiri di goa, meninggalkan tanggung jawab sosial, tampak miskin menderita, memakan makanan sisa, pakaian compang-camping dan sebagainya. Tetapi, jalan sufi adalah jalan kesabaran dan keyakinan dalam petunjuk Ilahi.
Menurut Imam Asy-Syadzili, jalan tasawuf itu bukanlah jalan kerahiban, menyendiri di goa, meninggalkan tanggung jawab sosial, tampak miskin menderita, memakan makanan sisa, pakaian compang-camping dan sebagainya. Tetapi, jalan sufi adalah jalan kesabaran dan keyakinan dalam petunjuk Ilahi.
Allah SWT berfirman, “Dan, Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar (dalam menegakkan kebenaran) dan mereka meyakini ayat-ayat Kami. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang memberikan keputusan di antara mereka pada hari Kiamat tentang apa yang selalu mereka perselisihkan padanya.” (QS As-Sajadah [32]: 24-25)
Imam Asy-Syadzili mengatakan, “Pelabuhan (tasawuf) ini sungguh mulia, padanya lima perkara, yakni: sabar, takwa, wara’, yakin dan makrifat. Sabar jika ia disakiti, takwa dengan tidak menyakiti, bersikap wara’ terhadap yang keluar masuk dari sini—beliau menunjuk ke mulutnya—dan pada hatinya, bahwa tidak menerbos masuk ke dalamnya selain apa yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, serta keyakinan terhadap rezeki (yang diberikan Allah) dan bermakrifat terhadap Al-Haqq, yang tidak akan hina seseorang bersamanya, kepada siapa pun dari makhluk.
Allah SWT berfirman, “Bersabarlah (Hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah engkau bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah engkau bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS An-Nahl [16]: 127-128)
Imam Asy-Syadzili juga mengatakan, “Orang yang berakal adalah orang yang mengenal Allah, apa-apa yang Dia kehendaki atasnya dan apa yang berasal darinya secara syariat. Dan, hal yang Allah inginkan dari seorang hamba adalah empat perkara: adakalanya berupa nikmat atau cobaan, ketaatan ataupun kemaksiatan.
Jika engkau berada dalam kenikmatan, maka Allah menuntutmu untuk bersyukur secara syariat. Jika Allah menghendaki cobaan bagimu, maka Dia menuntutmu untuk bersabar secara syariat. Jika Allah menghendaki ketaatan darimu, maka Allah menuntutmu untuk bersaksi atas anugerah dan taufik-Nya secara syariat. Dan, jika Dia menghendaki kemaksiatan dirimu, maka Allah menuntut dirimu untuk bertobat dan kembali kepada-Nya dengan penyesalan mendalam secara syariat.
Siapa yang mengerti empat perkara ini datang dari Allah dan melakukan apa yang Allah cintai darinya secara syariat, maka dia adalah hamba yang sebenar-benarnya. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang ketika diberi lalu ia bersyukur, jika ditimpa cobaan dia bersabar, jika dia menzalimi lalu meminta ampun dan jika dia dizalimi lalu memaafkan.” Kamudian Rasul terdiam...Para sahabat pun heran dan bertanya, “Ada hal apa, wahai Rasulullah?”
Kemudian Rasul pun menjawab, “Merekalah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Kemudian Rasul pun menjawab, “Merekalah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Dalam ungkapan sebahagian dari mereka menyebutkan, “Tidak akan dianggap mudah melakukan itu, kecuali bagi seorang hamba yang memiliki cinta. Dia tidak mencintai kecuali karena Allah semata atau mencintai apa yang Allah perintahkan sebagai syariat agamanya.”
--Syekh Abu Hasan Asy-Syadzili dalam kitab Durrat Al-Asrar wa Tuhfat Al-Abrar karya Muhammad Ibn Abi Qasim Al-Humairi.
Moga bermanfaat!
sumber : https://www.facebook.com/tasawufunderground/photos/a.302931509756790.65694.302548766461731/1127869610596305/?type=3