Bentuk macam-macam Walimah ada banyak. Sedangkan yang disebutkan oleh para ulama ada 11, terkumpul dalam Nazham:
إِنَّ الْوَلَائِمَ عَشْرَةٌ مَعْ وَاحِدٍ * مَنْ عَدَّهَا قَدْ عَزَّ في أَقْرَانِهِ
فَالْخُرْسُ إِنْ نُفِسَتْ كَذَاكَ عَقِيْقَةٌ * لِلطِّفْلِ وَاْلأَعْذَارُ عندَ خِتَانِهِ
وَلِحِفْظِ قُرْآنٍ وَآدَابٍ لَقْدْ* قَالَ الْحِذَاقُ، لِحَذْقِهِ وَبَيَانِهِ
ثُمَّ الْمِلاَكُ لِعَقْدِهِ وَ وَلِيْمَةٌ * فِي عُرْسِهِ، فَاحْرُصْ عَلَى إِعْلاَنِهِ
وَ كَذَاكَ مَأْدُبَةٌ بِلاَ سَبَبٍ يُرَى * وَ وَكِيْرَةٌ لِبِنَائِهِ لِمَكَانِهِ
وَ نَقِيْعَةٌ لِقُدُوْمِِهِ وَ وَضِيْمَةٌ * مِنْ أَقْرِبَاءِ الْمَيِّتِ أَوْ جِيْرَانِهِ
وَ ِلأَوَّّلِ الشَّهْرِ الأَصَمِّ عَتِيْرَةٌ * جاءَتْ هُدِيْتَ كَذَا لِرِفْعَةِ شَأْنِهِ
Artinya:”Sesungguhnya
macam-macam Walimah itu ada 10 ditambah satu. Siapa saja yang
menghinggakannya, maka ia sungguh mulia di kalangan teman-temannya.
1.Walimah al-Khurs ketika wanita nifas,
2.Walimah Aqiqah bagi anak,
3.Walimah I’dzar waktu mengkhitannya,
4.Walimah hafal al-Qur’an, dan
adab sungguh dikatakan oleh para ulama cerdik,
5. Walimah Hizaq untuk
kecerdikan dan menjelaskan al-Qur’an,
6. Walimah Milak untuk akad nikah,
7. Walimah Ursi pada resepsinya bersemangatlah dirimu untuk
mengumumkannya,
seperti demikian yang ke-8 Walimah Ma’dubah walimah
tanpa sebab yang diketahui,
9. Walimah Wakirah untuk bangunan rumah yang
ditempati,
10. Walimah Naqi’ah yaitu untuk kedatangan dari seseorang
yang berpergian jauh,
11. Walimah Wadhi’ah yaitu karena mendapatkan
mushibah dan jamuannya dari tetangganya.”
Imam Abu Manshur Ismail al-Sya’labiy al-Naisaburiy (W. 429 H) mengatakan:
طَعَامُ
الضَّيْفِ القِرَى, طَعَامُ الدَعْوَةِ المَأْدُبَةُ, طَعَامُ الزَّائِرِ
التُّحْفَةُ, طَعَامُ الإِمْلاك الشُّنْدخِيَّةُ عَنِ ابْنِ دُرَيْدٍ,
طعامُ العُرْس الوَليمةُ, طعام الوِلادَةِ الخُرْسُ, وعندَ حَلْقِ شَعْرِ
المولودِ العقيقةُ ,طَعَامُ الخِتَانِ العَذِيرَةُ عَنِ الفَرَّاءِ,
طَعَامُ المَأْتَم الوَضِيمَةُ عَنِ ابْنِ الأعْرَابِيّ , طَعَامُ القَادِم
مِنْ سَفَرٍ النَّقِيعَةُ, طَعَامُ البِنَاء الوَكِيرَةُ, طَعَامُ
المُتَعَلِّلِ قبلَ الغَذَاءِ السُّلْفَةُ واللُّهْنَةً, طَعَامُ
المُسْتَعجِلِ قَبْلَ إدْرَاكِ الغَذَاءِ العُجَالَة, طَعَامُ الْكَرَامَةِ
القُفِيُّ وَالزَّلَّةُ .
Artinya:”Jamuan
buat tamu disebut al-Qira, jamuan undangan disebut al-Ma’dubah, jamuan
orang yang berziarah disebut al-Tuhfah, jamuan akad nikah disebut
al-Syundakhiyyah dikatakan oleh Ibn Duraid, jamuan Dukhul sisebut
al-Walimah, jamuan sebab kelahiran disebut al-Khursu, jamuan ketika
menggunting rambut kepala bayi disebut al-Aqiqah, jamuan sebab khitanan
disebut al-Adzirah dikatakan oleh Imam al-Farra, jamuan orang meninggal
disebut al-Wadhimah dikatakan oleh Imam Ibn al-Arabiy, jamuan sebab
musafir yang baru sampai disebut al-Naqiah, jamuan sebab bangun rumah
disebut al-Wakirah, jamuan yang orang sibuk sebelum makan disebut
al-Sulfah dan al-Luhnah, ,jamuan yang disegerakan sebelum makan makanan
pokok disebut al-Ujalah, jamuan buat orang mulia disebut al-Qufiyy dan al-Zallah.”[1]
Dari
macam-macam Walimah yang disebutkan oleh para ulama di atas, tidak
ditemukan adanya Walimah 7 bulanan dan Walimatus Safar (Haji). Untuk
Walimah 7 bulanan dapatlah digolongkan kepada Walimah Ma’dubah atau
Walimatul Ursiy. Sebab kesunnahan Walimatul Ursiy tidak luput waktunya
sebab terlalu lama. Ada yang mengadakan Walimah pada saat usia kehamilan
4 bulan dengan alasan bahwa manusia dalam kandungan ibunya ditiupkan
ruhnya saat usia 120 hari. Mengadakan Walimah saat usia kandungan 4
bulan atau 7 bulan keduanya dibolehkan, seandainya tidak diadakanpun
tidak masalah. Yang terpenting adalah berdoa dan memberikan doa. Semakin
berat kandungan atau semakin lama usia kandungan sang ibu, maka semakin
banyak doa yang ia panjatkan, sebagaimana keterangan al-Qur’an:
هُوَ
الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا
لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا فَلَمَّا تَغَشَّاهَا حَمَلَتْ حَمْلاً خَفِيفًا
فَمَرَّتْ بِهِ فَلَمَّآ أَثْقَلَتْ دَعَوَا اللهَ رَبَّهُمَا لَئِنْ
ءَاتَيْتَنَا صَالِحًا لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ فَلَمَّآ
ءَاتَاهُمَا صَالِحًا جَعَلاَ لَهُ شُرَكَآءَ فِيمَآءَاتَاهُمَا فَتَعَالَى
اللهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ .
Artinya:“Dialah
yang menciptakan kalian dari satu manusia dan menjadikan darinya
pasangannya, agar dia merasa tentram dengannya. Maka setelah dia
mengumpulinya, istrinya mengandung kandungan ringan, terus merasa ringan
beberapa waktu. Tatkala dia merasa berat, maka keduanya berdoa kepada
Rabbnya, seraya berkata: ‘Sesungguhnya jika engkau memberi kami anak
yang sempurna, tentulah kami termasuk orang yang bersyukur.’ Tatkala
Allah memberi anak yang sempurna kepada keduanya, maka keduanya
menjadikan sekutu bagi Allah terhadap anak yang telah dianugerahkan
kepada keduanya. Maha suci Allah terhadap apa yang mereka persekutukan.” (QS. Al A’raaf: 189-190)
Sedangkan
Walimatus Safar dapat digolongkan kepada Walimah Naqi’ah yakni jamuan
yang dibuat lantaran ada orang yang baru datang dari perjalan jauh,
apabila orang yang telah datang dari perjalanan disunnahkan mengadakan
Walimah, maka bagi orang yang ingin melakukan perjalanan juga dianjurkan
mengadakan Walimah. Tujuan Walimah tersebut untuk meminta doa kebaikan,
sebagaimana hal itu disebutkan dalam keterangan hadis:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” إذَا أَرَادَ أَحَدُكُمْ إلَى سَفَرٍ
فَلْيُوَدِّعْ إخْوَانَهُ فَإِنَّ اللَّهَ جَاعِلٌ فِي دُعَائِهِمْ خَيْرًا .
Artinya:”Dari
Abu Hurairah semoga Allah memberikan keridhaan kepadanya dari
Rasulullah bersabda: Apabila salah seorang kalian ingin melakukan
perjalanan, maka hendaknya ia berpamitan kepada saudara-saudaranya
karena sesungguhnya Allah menjadikan kebaikan pada doa mereka.”[2]
Dalam riwayat lain dikatakan:
عَنْ
زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ :”إذَا أَرَادَ أَحَدُكُمْ إلَى سَفَرٍ فَلْيُوَدِّعْ
إخْوَانَهُ فَإِنَّ اللَّهَ جَاعِلٌ فِي لَدَى دُعَائِهِمْ الْبَرَكَةَ .
Artinya:”Dari Zaid Ibn Arqam berkata: Rasulullah bersabda: Apabila
salah seorang kalian ingin melakukan perjalanan, maka hendaknya ia
berpamitan kepada saudara-saudaranya karena sesungguhnya Allah
menjadikan keberkahan pada doa mereka [3]
alhamdulillah risalah ini telah selesai dicetak
penulis:
[1] Imam Abu Manshur Ismail al-Sya’labiy, Fiqh al-Lughah Wa Sirr al-Arabiyyah (Beirut: Sar al-Kutub 1980) h. 266.
[2] Disebutkan oleh Imam al-Nawawiy dalam kitab al-Adzkar hadis no: 610.
[3] Disebutkan oleh Imam Muhammad Ibn Ja’far al-Kharaithiy dalam kitab Makarim al-Akhlaq hadis no: 415.