Bulan Rajab terletak antara bulan Jumadil Akhir dan bulan Sya’ban.
Bulan Rajab sebagaimana bulan Muharram termasuk bulan haram.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah: 36)
Ibnu Rajab mengatakan, ”Allah Ta’ala menjelaskan bahwa sejak penciptaan langit dan bumi, penciptaan malam dan siang, keduanya akan berputar di orbitnya. Allah pun menciptakan matahari, bulan dan bintang lalu menjadikan matahari dan bulan berputar pada orbitnya. Dari situ muncullah cahaya matahari dan juga rembulan. Sejak itu, Allah menjadikan satu tahun menjadi dua belas bulan sesuai dengan munculnya hilal.
Satu tahun dalam syariat Islam dihitung berdasarkan perpuataran dan munculnya bulan, bukan dihitung berdasarkan perputaran matahari sebagaimana yang dilakukan oleh Ahli Kitab.” (Latho-if Al Ma’arif, 202)
Lalu apa saja empat bulan suci tersebut? Dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
”Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679)
Jadi empat bulan suci yang dimaksud adalah (1) Dzulqo’dah; (2) Dzulhijjah; (3) Muharram; dan (4) Rajab.
Di Balik Bulan Haram
Lalu kenapa bulan-bulan tersebut disebut bulan haram? Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan, ”Dinamakan bulan haram karena dua makna.
Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian.
Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.” (Lihat Zaadul Maysir, tafsir surat At Taubah ayat 36)
Karena pada saat itu adalah waktu sangat baik untuk melakukan amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melakukan puasa pada bulan haram seperti Abdullah (Ibnu) Umar, Hasan Al-Bashri dan Abu Said As-Sabi’i. Sufyan Ats-Tsauri mengatakan,
”Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.” (Latho-if Al Ma’arif, 229)
Ibnu ’Abbas mengatakan, ”Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.” (Latho-if Al Ma’arf, 207)
Bulan Haram Mana yang Lebih Utama?
Para ulama berselisih pendapat tentang manakah di antara bulan-bulan haram tersebut yang lebih utama. Ada ulama yang mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Rajab, sebagaimana hal ini dikatakan oleh sebagian ulama Syafi’iyah. Namun An Nawawi (salah satu ulama besar Syafi’iyah) dan ulama Syafi’iyah lainnya melemahkan pendapat ini. Ada yang mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Muharram, sebagaimana hal ini dikatakan oleh Al-Hasan Al-Bashri dan pendapat ini dikuatkan oleh An-Nawawi. Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Dzulhijjah. Ini adalah pendapat Sa’id bin Jubair dan lainnya, juga dinilai kuat oleh Ibnu Rajab dalam Latho-if Al Ma’arif (hal. 203).
Hukum yang Berkaitan dengan Bulan Rajab
Hukum yang berkaitan dengan bulan Rajab amatlah banyak, ada beberapa hukum yang sudah ada sejak masa Jahiliyah. Para ulama berselisih pendapat apakah hukum ini masih tetap berlaku ketika datang Islam ataukah tidak. Di antaranya adalah haramnya peperangan ketika bulan haram (termasuk bulan Rajab). Para ulama berselisih pendapat apakah hukum ini masih tetap diharamkan ataukah sudah dimansukh (dihapus hukumnya). Mayoritas ulama menganggap bahwa hukum tersebut sudah dihapus.
Ibnu Rajab mengatakan, ”Tidak diketahui dari satu orang sahabat pun bahwa mereka berhenti berperang pada bulan-bulan haram, padahal ada faktor pendorong ketika itu. Hal ini menunjukkan bahwa mereka sepakat tentang dihapusnya hukum tersebut.”(Lathoif Al Ma’arif, 210)
Begitu juga dengan menyembelih (berkurban). Di zaman Jahiliyah dahulu, orang-orang biasa melakukan penyembelihan kurban pada tanggal 10 Rajab, dan dinamakan ’atiiroh atau Rojabiyyah (karena dilakukan pada bulan Rajab). Para ulama berselisih pendapat apakah hukum ’atiiroh sudah dibatalkan oleh Islam ataukah tidak. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa ’atiiroh sudah dibatalkan hukumnya dalam Islam.
Hal ini berdasarkan hadits Bukhari-Muslim, dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
لاَ فَرَعَ وَلاَ عَتِيرَةَ
”Tidak ada lagi faro’ dan ’atiiroh.” (HR. Bukhari no. 5473 dan Muslim no. 1976).
Faro’ adalah anak pertama dari unta atau kambing, lalu dipelihara dan nanti akan disembahkan untuk berhala-berhala mereka.
Al-Hasan Al-Bashri mengatakan, ”Tidak ada lagi ’atiiroh dalam Islam. ’Atiiroh hanya ada di zaman Jahiliyah. Orang-orang Jahiliyah biasanya berpuasa di bulan Rajab dan melakukan penyembelihan ’atiiroh pada bulan tersebut. Mereka menjadikan penyembelihan pada bulan tersebut sebagai ’ied (hari besar yang akan kembali berulang) dan juga mereka senang untuk memakan yang manis-manis atau semacamnya ketika itu.” Ibnu ’Abbas sendiri tidak senang menjadikan bulan Rajab sebagai ’ied.
’Atiiroh sering dilakukan berulang setiap tahunnya sehingga menjadi ’ied (sebagaimana Idul Fitri dan Idul Adha), padahal ’ied (perayaan) kaum muslimin hanyalah Idul Fithri, Idul Adha dan hari tasyriq. Dan kita dilarang membuat ’ied selain yang telah ditetapkan oleh ajaran Islam.
Ada sebuah riwayat,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَنْهَى عَن صِيَامِ رَجَبٍ كُلِّهِ ، لِاَنْ لاَ يَتَّخِذَ عِيْدًا.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berpuasa pada seluruh hari di bulan Rajab agar tidak dijadikan sebagai ‘ied.” (HR. ’Abdur Rozaq, hanya sampai pada Ibnu ’Abbas (mauquf).
Dikeluarkan pula oleh Ibnu Majah dan Ath Thobroniy dari Ibnu ’Abbas secara marfu’, yaitu sampai pada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam)
Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, ”Intinya, tidaklah dibolehkan bagi kaum muslimin untuk menjadikan suatu hari sebagai ’ied selain apa yang telah dikatakan oleh syari’at Islam sebagai ’ied yaitu Idul Fithri, Idul Adha dan hari tasyriq. Tiga hari ini adalah hari raya dalam setahun. Sedangkan ’ied setiap pekannya adalah pada hari Jum’at. Selain hari-hari tadi, jika dijadikan sebagai ’ied dan perayaan, maka itu berarti telah berbuat sesuatu yang tidak ada tuntunannya dalam Islam (alias bid’ah).” (Latho-if Al Ma’arif, 213)
Hukum lain yang berkaitan dengan bulan Rajab adalah shalat dan puasa.
Hukum Puasa Rajab
Ditulis oleh al-Syaukani, dalam Nailul Authar, bahwa Ibnu Subki meriwayatkan dari Muhammad bin Manshur al-Sam’ani yang mengatakan bahwa tak ada hadis yang kuat yang menunjukkan kesunahan puasa Rajab secara khusus.
Disebutkan juga bahwa Ibnu Umar memakruhkan puasa Rajab, sebagaimana Abu Bakar al-Tarthusi yang mengatakan bahwa puasa Rajab adalah makruh, karena tidak ada dalil yang kuat.
Namun demikian, sesuai pendapat al-Syaukani, bila semua hadis yang secara khusus menunjukkan keutamaan bulan Rajab dan disunahkan puasa di dalamnya kurang kuat dijadikan landasan, maka hadis-hadis Nabi yang menganjurkan atau memerintahkan berpuasa dalam bulan- bulan haram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab itu cukup menjadi hujjah atau landasan.
Di samping itu, karena juga tidak ada dalil yang kuat yang memakruhkan puasa di bulan Rajab.
Diriwayatkan dari Mujibah al-Bahiliyah, Rasulullah bersabda
“Puasalah pada bulan-bulan haram (mulia).” (Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Hadits lainnya adalah riwayat al-Nasa’i dan Abu Dawud (dan disahihkan oleh Ibnu Huzaimah): “Usamah berkata pada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Wahai Rasulallah, saya tak melihat Rasul melakukan puasa (sunnah) sebanyak yang Rasul lakukan dalam bulan Sya’ban. Rasul menjawab: ‘Bulan Sya’ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan oleh kebanyakan orang.’”
Menurut al-Syaukani dalam Nailul Authar, dalam bahasan puasa sunnah, ungkapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bulan Sya’ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan kebanyakan orang” itu secara implisit menunjukkan bahwa bulan Rajab juga disunnahkan melakukan puasa di dalamnya.
Keutamaan berpuasa pada bulan haram juga diriwayatkan dalam hadis sahih imam Muslim. Bahkan berpuasa di dalam bulan-bulan mulia ini disebut Rasulullah sebagai puasa yang paling utama setelah puasa Ramadan. Nabi bersabda :
“Seutama-utama puasa setelah Ramadan adalah puasa di bulan-bulan al-muharram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab).
Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulum al-Din menyatakan bahwa kesunnahan berpuasa menjadi lebih kuat jika dilaksanakan pada hari-hari utama (al-ayyam al-fadhilah). Hari- hari utama ini dapat ditemukan pada tiap tahun, tiap bulan dan tiap minggu. Terkait siklus bulanan ini Al-Ghazali menyatakan bahwa Rajab terkategorial-asyhur al-fadhilah di samping dzulhijjah, muharram dan sya’ban. Rajab juga terkategori al-asyhur al-hurumdi samping dzulqa’dah, dzul hijjah, dan muharram.
Disebutkan dalam Kifayah al-Akhyar, bahwa bulan yang paling utama untuk berpuasa setelah Ramadan adalah bulan- bulan haram yaitu dzulqa’dah, dzul hijjah, rajab dan muharram. Di antara keempat bulan itu yang paling utama untuk puasa adalah bulan al-muharram, kemudian Sya’ban. Namun menurut Syaikh Al-Rayani, bulan puasa yang utama setelah al-Muharram adalah Rajab.
Terkait hukum puasa dan ibadah pada Rajab, Imam Al-Nawawi menyatakan “Memang benar tidak satupun ditemukan hadits shahih mengenai puasa Rajab, namun telah jelas dan shahih riwayat bahwa Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyukai puasa dan memperbanyak ibadah di bulan haram, dan Rajab adalah salah satu dari bulan haram, maka selama tak ada pelarangan khusus puasa dan ibadah di bulan Rajab, maka tak ada satu kekuatan untuk melarang puasa Rajab dan ibadah lainnya di bulan Rajab” (Syarh Nawawi ‘ala Shahih Muslim).
Hadist Keutamaan Rajab
Berikut beberapa hadis yang menerangkan keutamaan dan kekhususan puasa bulan Rajab:
Diriwayatkan bahwa apabila Rasulullah shalallahu ‘alahi wassalam memasuki bulan Rajab beliau berdo’a:
“Ya, Allah berkahilah kami di bulan Rajab (ini) dan (juga) Sya’ban, dan sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan.” (HR. Imam Ahmad, dari Anas bin Malik)
“Barang siapa berpuasa pada bulan Rajab sehari, maka laksana ia puasa selama sebulan, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya 7 pintu neraka Jahim, bila puasa 8 hari maka dibukakan untuknya 8 pintu surga, dan bila puasa 10 hari maka digantilah dosa-dosanya dengan kebaikan.”
Riwayat al-Thabarani dari Sa’id bin Rasyid: “Barangsiapa berpuasa sehari di bulan Rajab, maka ia laksana berpuasa setahun, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya pintu-pintu neraka jahanam, bila puasa 8 hari dibukakan untuknya 8 pintu surga, bila puasa 10 hari, Allah akan mengabulkan semua permintaannya…..”
“Sesungguhnya di surga terdapat sungai yang dinamakan Rajab, airnya lebih putih daripada susu dan rasanya lebih manis dari madu. Barangsiapa puasa sehari pada bulan Rajab, maka ia akan dikaruniai minum dari sungai tersebut”.
Riwayat (secara mursal) Abul Fath dari al-Hasan, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Rajab itu bulannya Allah, Sya’ban bulanku, dan Ramadan bulannya umatku.”
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lagi :
“Pada malam mi’raj, saya melihat sebuah sungai yang airnya lebih manis dari madu, lebih sejuk dari air batu dan lebih harum dari minyak wangi, lalu saya bertanya pada Jibril a.s.:
“Wahai Jibril untuk siapakan sungai ini ?” Maka berkata Jibrilb a.s.:
“Ya Muhammad sungai ini adalah untuk orang yang membaca salawat untuk engkau di bulan Rajab ini”.
Mengamalkan Hadits Daif Rajab
Ditegaskan oleh Imam Suyuthi dalam kitab al-Haawi lil Fataawi bahwa hadis-hadis tentang keutamaan dan kekhususan puasa Rajab tersebut terkategori dha’if (lemah atau kurang kuat).
Namun dalam tradisi Ahlussunnah wal Jama’ah sebagaimana biasa diamalkan para ulama generasi salaf yang saleh telah bersepakat mengamalkan hadis dha’if dalam konteks fada’il al-a’mal (amal- amal utama).
Syaikhul Islam al-Imam al-Hafidz al- ‘Iraqi dalam al-Tabshirah wa al-adzkirah mengatakan: “Adapun hadis dha’if yang tidak maudhu’ (palsu), maka para ulama telah memperbolehkan mempermudah dalam sanad dan periwayatannya tanpa menjelaskan kedha’ifannya, apabila hadis itu tidak berkaitan dengan hukum dan akidah, akan tetapi berkaitan dengan targhib (motivasi ibadah) dan tarhib (peringatan) seperti nasehat, kisah-kisah, fadha’il al-a’mal dan lain- lain…..”.
Para ulama di kalangan madzahib menyatkan bahwasanya puasa pada bulan Rajab adalah sunnah, kecuali para ulama dari kalangan madzhab Habilah yang menyatakan bahwa puasa satu bulan penuh pada bulan Rajab adalah makruh, meskipun kemakruhannya bisa dihilangkangkan dengan cara tertentu seperti keterangan yang akan kami sampaikan dibawah.
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ (التوبة: 36)
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (QS. At-Taubah: 36)
Di dalam menafsiri ayat ini syaikh Ibnu Katsir menyampaikan sebuah hadits yang menyatkan bahwa Ayshur al-Hurum adalah; bulan Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram, dan Rajab. Hadits tersebut adalah:
قال الإمام أحمد: حدثنا إسماعيل، أخبرنا أيوب، أخبرنا محمد بن سيرين، عن أبي بَكْرَة، أن النبي صلى الله عليه وسلم خطب في حجته، فقال: “ألا إن الزمان قد استدار كهيئته يوم خلق الله السموات والأرض، السنة اثنا عشر شهرًا، منها أربعة حرم، ثلاثة متواليات: ذو القعدة، وذو الحجة، والمحرم، ورجب مضر الذي بين جمادى وشعبان تفسير ابن كثير 4/14
Malikiyah
Para ulama madzhab Malikiyyah menyatakan bahwasanya melakukan puasa di bulan Rajab adalah merupakan salah satu macam puasa yang disunnahkan. Ibarot yang menyatakan seperti itu adalah:
وهو يعدد الصوم المستحب : (والمحرم ورجب وشعبان) يعني : أنه يستحب صوم شهر المحرم وهو أول الشهور الحرم , ورجب وهو الشهر الفرد عن الأشهر الحرم شرح الخرشي على خليل 2/241
.
التنفل بالصوم مرغب فيه وكذلك , صوم يوم عاشوراء ورجب وشعبان ويوم عرفة والتروية وصوم يوم عرفة لغير الحاج أفضل منه للحاج . مقدمة ابن أبي زيد مع اشرح لفواكه الدواني .
2/ 272
و كذلك صوم شهر ( رجب ) مرغب فيه كفاية الطالب الرباني 2/407
.
(و) ندب صوم ( المحرم ورجب وشعبان ) وكذا بقية الحرم الأربعة وأفضلها المحرم فرجب فذو القعدة والحجة.
شرح الدردير على خليل 1/513
Hanafiyah
Ulama madzhab Hanafiyah juga menyatakan bahwasanya puasa Rajab adalah sunnah. Ibarohnya adalah:
(المرغوبات من الصيام أنواع ) أولها صوم المحرم والثاني صوم رجب والثالث صوم شعبان وصوم عاشوراء .
الفتاوي الهندية 1/202
Syafi’iyah
Ulama madzhab Syafi’iyah juga menyatakan bahwasanya puasa di bulan Rajab adalah disunnahkan. Ibarot yang menyatakan demikian adalah:
قال أصحابنا : ومن الصوم المستحب صوم الأشهر الحرم , وهي ذو القعدة وذو الحجة والمحرم ورجب , وأفضلها المحرم , قال الروياني في البحر : أفضلها رجب , وهذا غلط ; لحديث أبي هريرة الذي سنذكره إن شاء الله تعالى { أفضل الصوم بعد رمضان شهر الله المحرم المجموع شرح المهذب 6/439
(وأفضل الأشهر للصوم ) بعد رمضان (الأشهرالحرم ) ذو القعدة وذو الحجة والمحرم ورجب أسنى المطالب 1/433
أفضل الشهور للصوم بعد رمضان الأشهر الحرم , وأفضلها المحرم لخبر مسلم { أفضل الصوم بعد رمضان شهر الله المحرم ثم رجب } خروجا من خلاف من فضله على الأشهر الحرم ثم باقيها ثم شعبان . مغني المحتاج 2/187
اعلم أن أفضل الشهور للصوم بعد رمضان الأشهر الحرم وأفضلها المحرم ثم رجب خروجا من خلاف من فضله على الأشهر الحرم ثم باقيها وظاهره الاستواء ثم شعبان. نهاية المحتاج 3/211
.
Di dalam kitab al-Hawi Li al-Fatawa imam as-Suyuti menjelaskan tentang derajat hadits yang menyatakan tentang keutamaan puasa bulan Rajab. Beliau menjelaskan bahwasanya hadits-hadits tersebut bukan berstatus maudlu’ (palsu) tetapi hanya berstatus dlaif yang sehingga boleh diriwayatkan dalam rangka untuk fadhailul a’mal.
مسألة – في حديث أنس قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن في الجنة نهرا يقال له رجب ماؤه أبيض من اللبن وأحلى من العسل من صام يوما من رجب سقاه الله من ذلك النهر، وحديث أنس قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من صام من شهر حرام الخميس والجمعة والسبت كتب له عبادة سبعمائة سنة، وحديث ابن عباس قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من صام من رجب يوما كان كصيام شهر ومن صام منه سبعة أيام غلقت عنه أبواب الجحيم السبعة ومن صام منه ثمانية أيام فتحت له أبواب الجنة الثمانية ومن صام منه عشرة أيام بدلت سيئاته حسنات هل هذه الأحاديث موضوعة وما الفرق بين الضعيف والغريب.
الجواب – ليست هذه الأحاديث بموضوعة بل هي من قسم الضعيف الذي تجوز روايته في الفضائل, أما الحديث
الأول فأخرجه أبو الشيخ ابن حيان في كتاب الصيام, والأصبهاني في الترغيب – والبيهقي, وابن شاهين – كلاهما
وغيرهم قال الحافظ ابن حجر: ليس في اسناده من ينظر في حاله سوى منصور بن زائدة الأسدي وقد روي عنه جماعة لكن لم أر فيه تعديلا, وقد ذكره الذهبي في الميزان وضعفه بهذا الحديث. واما الحديث الثاني فأخرجه الطبراني, وأبو نعيم, وغيرهما من طرق بعضها بلفظ عبادة سنتين, قال ابن حجر: وهو أشبه ومخرجه أحسن وإسناد الحديث أمثل من الضعيف قريب من الحسن. أما الحديث الثالث فأخرجه البيهقى في فضائل الأوقات وغيره وله طرق وشواهد ضعيفة لا تثبت إلا أنه يرتقي عن كونه موضوعا وأما الفرق بين الضعيف والغريب فإن بينهما عموما وخصوصا من وجه فقد يكون غريبا لا
ضعيفا لصحة سنده أو حسنه, وقد يكون ضعيفا لا غريبا لتعدده إسناده وفقد شرط من شروط القبول كما هو مقرر في علم الحديث . الحاوي الفتاوى للسيوطي 1/339
Hanabilah
Para ulama madzhab Habilah menyatakan bahwsanya menyendirikan berpuasa di bulan Rajab secara keseluruhan (satu bulan penuh) adalah makruh meskipun terdapat pendapat lain (qiil) yang menyatakan sunnah. Apabila menyela-nyelaninya dengan tidak puasa meski dengan satu hari atau dengan mengirinya dengan puasa pada bulan sebelum Rajab maka hukum kemakruhannya adalah hilang.
فصل : ويكره إفراد رجب بالصوم . قال أحمد : وإن صامه رجل , أفطر فيه يوما أو أياما , بقدر ما لا يصومه كله … قال أحمد : من كان يصوم السنة صامه , وإلا فلا يصومه متواليا , يفطر فيه ولا يشبهه برمضان . قال ابن قدامة في المغني 3/53
فصل : يكره إفراد رجب بالصوم نقل حنبل : يكره , ورواه عن عمر وابنه وأبي بكرة , قال أحمد : يروى فيه عن عمر أنه كان يضرب على صومه , وابن عباس قال : يصومه إلا يوما أو أياما . الفروع لابن مفلح .
3/118
( ويكره إفراد رجب بالصوم ) . هذا المذهب وعليه الأصحاب , وقطع به كثير منهم . وهو من مفردات المذهب , وحكى
الشيخ تقي الدين في تحريم إفراده وجهين . قال في الفروع : ولعله أخذه من كراهة أحمد.
تنبيه : مفهوم كلام : المصنف : أنه لا يكره إفراد غير رجب بالصوم . وهو صحيح لا نزاع فيه . قال المجد لا نعلم فيه خلافا.
فائدتان . إحداهما : تزول الكراهة بالفطر من رجب , ولو يوما , أو بصوم شهر آخر من السنة . قال في المجد : وإن لم يله
الثانية : قال في الفروع : لم يذكر أكثر الأصحاب استحباب صوم رجب وشعبان . واستحسنه ابن أبي موسى في الإرشاد
قال ابن الجوزي في كتاب أسباب الهداية : يستحب صوم الأشهر الحرم وشعبان كله , وهو ظاهر ما ذكره المجد في الأشهر الحرم , وجزم به في المستوعب , وقال : آكد شعبان يوم النصف , واستحب الآجري صوم شعبان , ولم يذكر غيره , وقال الشيخ تقي الدين : في مذهب أحمد وغيره نزاع . قيل : يستحب صوم رجب وشعبان , وقيل : يكره . يفطر ناذرهما بعض رجب. قال المرداوي في الإنصاف 3/346
Hadits-hadits yang menunjukkan sunnahnya puasa Rajab diantaranya adalah:
عن أسامة بن زيد قال قلت : يا رسول الله لم أرك تصوم شهرا من الشهور ما تصوم من شعبان قال ذلك شهر يغفل الناس عنه بين رجب ورمضان . سنن النسائي 4/201
عن مجيبة الباهلية عن أبيها أو عمها أنه : أتى رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم انطلق فأتاه بعد سنة وقد تغيرت حالته وهيئته فقال يا رسول الله أما تعرفني قال ومن أنت قال أنا الباهلي الذي جئتك عام الأول قال فما غيرك وقد كنت حسن الهيئة قال ما أكلت طعاما إلا بليل منذ فارقتك فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم لم عذبت نفسك ثم قال صم شهر الصبر ويوما من كل شهر قال زدني فإن بي قوة قال صم يومين قال زدني قال صم ثلاثة أيام قال زدني قال صم من الحرم واترك صم من الحرم واترك صم من الحرم واترك وقال بأصابعه الثلاثة فضمها ثم أرسلها . سنن أبي داود 2/322
قوله صلى الله عليه وسلم : { صم من الحرم واترك } إنما أمره بالترك ; لأنه كان يشق عليه إكثار الصوم كما ذكره في أول الحديث . فأما من لم يشق عليه فصوم جميعها فضيلة . قاله الإمام النووي في المجموع 6/439
Demikianlah Ibnu Mas’ud ِAt-Tamanmini menjelaskan dalam kajiannya terkait puasa bulan Rajab adalah sunah. Bagi yang tidak menganggap sunah hendaklah tidak mengganggu kaum muslimin yang melaksanakan puasa Rajab agar syariat islam tidak didominasi oleh kelompok tertentu dan semoga islam tetap menjadi agama yang rahmatan lil ‘aalamiin. Aamiin
Wallahu a’lam bis-Shawab
وااله الموفق الى اقوم الطاريق
Sumber : Dr. Syech Ibnu Mas’ud At-Tamanmini, MKub
Simak di: http://www.sarkub.com/2016/keutamaan-bulan-rajab-dan-puasa-rajab/#ixzz45lRzQ4tq
Powered by Menyansoft
Follow us: @T_sarkubiyah on Twitter | Sarkub.Center on Facebook
Bulan Rajab sebagaimana bulan Muharram termasuk bulan haram.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah: 36)
Ibnu Rajab mengatakan, ”Allah Ta’ala menjelaskan bahwa sejak penciptaan langit dan bumi, penciptaan malam dan siang, keduanya akan berputar di orbitnya. Allah pun menciptakan matahari, bulan dan bintang lalu menjadikan matahari dan bulan berputar pada orbitnya. Dari situ muncullah cahaya matahari dan juga rembulan. Sejak itu, Allah menjadikan satu tahun menjadi dua belas bulan sesuai dengan munculnya hilal.
Satu tahun dalam syariat Islam dihitung berdasarkan perpuataran dan munculnya bulan, bukan dihitung berdasarkan perputaran matahari sebagaimana yang dilakukan oleh Ahli Kitab.” (Latho-if Al Ma’arif, 202)
Lalu apa saja empat bulan suci tersebut? Dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
”Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679)
Jadi empat bulan suci yang dimaksud adalah (1) Dzulqo’dah; (2) Dzulhijjah; (3) Muharram; dan (4) Rajab.
Di Balik Bulan Haram
Lalu kenapa bulan-bulan tersebut disebut bulan haram? Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan, ”Dinamakan bulan haram karena dua makna.
Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian.
Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.” (Lihat Zaadul Maysir, tafsir surat At Taubah ayat 36)
Karena pada saat itu adalah waktu sangat baik untuk melakukan amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melakukan puasa pada bulan haram seperti Abdullah (Ibnu) Umar, Hasan Al-Bashri dan Abu Said As-Sabi’i. Sufyan Ats-Tsauri mengatakan,
”Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.” (Latho-if Al Ma’arif, 229)
Ibnu ’Abbas mengatakan, ”Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.” (Latho-if Al Ma’arf, 207)
Bulan Haram Mana yang Lebih Utama?
Para ulama berselisih pendapat tentang manakah di antara bulan-bulan haram tersebut yang lebih utama. Ada ulama yang mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Rajab, sebagaimana hal ini dikatakan oleh sebagian ulama Syafi’iyah. Namun An Nawawi (salah satu ulama besar Syafi’iyah) dan ulama Syafi’iyah lainnya melemahkan pendapat ini. Ada yang mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Muharram, sebagaimana hal ini dikatakan oleh Al-Hasan Al-Bashri dan pendapat ini dikuatkan oleh An-Nawawi. Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Dzulhijjah. Ini adalah pendapat Sa’id bin Jubair dan lainnya, juga dinilai kuat oleh Ibnu Rajab dalam Latho-if Al Ma’arif (hal. 203).
Hukum yang Berkaitan dengan Bulan Rajab
Hukum yang berkaitan dengan bulan Rajab amatlah banyak, ada beberapa hukum yang sudah ada sejak masa Jahiliyah. Para ulama berselisih pendapat apakah hukum ini masih tetap berlaku ketika datang Islam ataukah tidak. Di antaranya adalah haramnya peperangan ketika bulan haram (termasuk bulan Rajab). Para ulama berselisih pendapat apakah hukum ini masih tetap diharamkan ataukah sudah dimansukh (dihapus hukumnya). Mayoritas ulama menganggap bahwa hukum tersebut sudah dihapus.
Ibnu Rajab mengatakan, ”Tidak diketahui dari satu orang sahabat pun bahwa mereka berhenti berperang pada bulan-bulan haram, padahal ada faktor pendorong ketika itu. Hal ini menunjukkan bahwa mereka sepakat tentang dihapusnya hukum tersebut.”(Lathoif Al Ma’arif, 210)
Begitu juga dengan menyembelih (berkurban). Di zaman Jahiliyah dahulu, orang-orang biasa melakukan penyembelihan kurban pada tanggal 10 Rajab, dan dinamakan ’atiiroh atau Rojabiyyah (karena dilakukan pada bulan Rajab). Para ulama berselisih pendapat apakah hukum ’atiiroh sudah dibatalkan oleh Islam ataukah tidak. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa ’atiiroh sudah dibatalkan hukumnya dalam Islam.
Hal ini berdasarkan hadits Bukhari-Muslim, dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
لاَ فَرَعَ وَلاَ عَتِيرَةَ
”Tidak ada lagi faro’ dan ’atiiroh.” (HR. Bukhari no. 5473 dan Muslim no. 1976).
Faro’ adalah anak pertama dari unta atau kambing, lalu dipelihara dan nanti akan disembahkan untuk berhala-berhala mereka.
Al-Hasan Al-Bashri mengatakan, ”Tidak ada lagi ’atiiroh dalam Islam. ’Atiiroh hanya ada di zaman Jahiliyah. Orang-orang Jahiliyah biasanya berpuasa di bulan Rajab dan melakukan penyembelihan ’atiiroh pada bulan tersebut. Mereka menjadikan penyembelihan pada bulan tersebut sebagai ’ied (hari besar yang akan kembali berulang) dan juga mereka senang untuk memakan yang manis-manis atau semacamnya ketika itu.” Ibnu ’Abbas sendiri tidak senang menjadikan bulan Rajab sebagai ’ied.
’Atiiroh sering dilakukan berulang setiap tahunnya sehingga menjadi ’ied (sebagaimana Idul Fitri dan Idul Adha), padahal ’ied (perayaan) kaum muslimin hanyalah Idul Fithri, Idul Adha dan hari tasyriq. Dan kita dilarang membuat ’ied selain yang telah ditetapkan oleh ajaran Islam.
Ada sebuah riwayat,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَنْهَى عَن صِيَامِ رَجَبٍ كُلِّهِ ، لِاَنْ لاَ يَتَّخِذَ عِيْدًا.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berpuasa pada seluruh hari di bulan Rajab agar tidak dijadikan sebagai ‘ied.” (HR. ’Abdur Rozaq, hanya sampai pada Ibnu ’Abbas (mauquf).
Dikeluarkan pula oleh Ibnu Majah dan Ath Thobroniy dari Ibnu ’Abbas secara marfu’, yaitu sampai pada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam)
Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, ”Intinya, tidaklah dibolehkan bagi kaum muslimin untuk menjadikan suatu hari sebagai ’ied selain apa yang telah dikatakan oleh syari’at Islam sebagai ’ied yaitu Idul Fithri, Idul Adha dan hari tasyriq. Tiga hari ini adalah hari raya dalam setahun. Sedangkan ’ied setiap pekannya adalah pada hari Jum’at. Selain hari-hari tadi, jika dijadikan sebagai ’ied dan perayaan, maka itu berarti telah berbuat sesuatu yang tidak ada tuntunannya dalam Islam (alias bid’ah).” (Latho-if Al Ma’arif, 213)
Hukum lain yang berkaitan dengan bulan Rajab adalah shalat dan puasa.
Hukum Puasa Rajab
Ditulis oleh al-Syaukani, dalam Nailul Authar, bahwa Ibnu Subki meriwayatkan dari Muhammad bin Manshur al-Sam’ani yang mengatakan bahwa tak ada hadis yang kuat yang menunjukkan kesunahan puasa Rajab secara khusus.
Disebutkan juga bahwa Ibnu Umar memakruhkan puasa Rajab, sebagaimana Abu Bakar al-Tarthusi yang mengatakan bahwa puasa Rajab adalah makruh, karena tidak ada dalil yang kuat.
Namun demikian, sesuai pendapat al-Syaukani, bila semua hadis yang secara khusus menunjukkan keutamaan bulan Rajab dan disunahkan puasa di dalamnya kurang kuat dijadikan landasan, maka hadis-hadis Nabi yang menganjurkan atau memerintahkan berpuasa dalam bulan- bulan haram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab itu cukup menjadi hujjah atau landasan.
Di samping itu, karena juga tidak ada dalil yang kuat yang memakruhkan puasa di bulan Rajab.
Diriwayatkan dari Mujibah al-Bahiliyah, Rasulullah bersabda
“Puasalah pada bulan-bulan haram (mulia).” (Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Hadits lainnya adalah riwayat al-Nasa’i dan Abu Dawud (dan disahihkan oleh Ibnu Huzaimah): “Usamah berkata pada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Wahai Rasulallah, saya tak melihat Rasul melakukan puasa (sunnah) sebanyak yang Rasul lakukan dalam bulan Sya’ban. Rasul menjawab: ‘Bulan Sya’ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan oleh kebanyakan orang.’”
Menurut al-Syaukani dalam Nailul Authar, dalam bahasan puasa sunnah, ungkapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bulan Sya’ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan kebanyakan orang” itu secara implisit menunjukkan bahwa bulan Rajab juga disunnahkan melakukan puasa di dalamnya.
Keutamaan berpuasa pada bulan haram juga diriwayatkan dalam hadis sahih imam Muslim. Bahkan berpuasa di dalam bulan-bulan mulia ini disebut Rasulullah sebagai puasa yang paling utama setelah puasa Ramadan. Nabi bersabda :
“Seutama-utama puasa setelah Ramadan adalah puasa di bulan-bulan al-muharram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab).
Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulum al-Din menyatakan bahwa kesunnahan berpuasa menjadi lebih kuat jika dilaksanakan pada hari-hari utama (al-ayyam al-fadhilah). Hari- hari utama ini dapat ditemukan pada tiap tahun, tiap bulan dan tiap minggu. Terkait siklus bulanan ini Al-Ghazali menyatakan bahwa Rajab terkategorial-asyhur al-fadhilah di samping dzulhijjah, muharram dan sya’ban. Rajab juga terkategori al-asyhur al-hurumdi samping dzulqa’dah, dzul hijjah, dan muharram.
Disebutkan dalam Kifayah al-Akhyar, bahwa bulan yang paling utama untuk berpuasa setelah Ramadan adalah bulan- bulan haram yaitu dzulqa’dah, dzul hijjah, rajab dan muharram. Di antara keempat bulan itu yang paling utama untuk puasa adalah bulan al-muharram, kemudian Sya’ban. Namun menurut Syaikh Al-Rayani, bulan puasa yang utama setelah al-Muharram adalah Rajab.
Terkait hukum puasa dan ibadah pada Rajab, Imam Al-Nawawi menyatakan “Memang benar tidak satupun ditemukan hadits shahih mengenai puasa Rajab, namun telah jelas dan shahih riwayat bahwa Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyukai puasa dan memperbanyak ibadah di bulan haram, dan Rajab adalah salah satu dari bulan haram, maka selama tak ada pelarangan khusus puasa dan ibadah di bulan Rajab, maka tak ada satu kekuatan untuk melarang puasa Rajab dan ibadah lainnya di bulan Rajab” (Syarh Nawawi ‘ala Shahih Muslim).
Hadist Keutamaan Rajab
Berikut beberapa hadis yang menerangkan keutamaan dan kekhususan puasa bulan Rajab:
Diriwayatkan bahwa apabila Rasulullah shalallahu ‘alahi wassalam memasuki bulan Rajab beliau berdo’a:
“Ya, Allah berkahilah kami di bulan Rajab (ini) dan (juga) Sya’ban, dan sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan.” (HR. Imam Ahmad, dari Anas bin Malik)
“Barang siapa berpuasa pada bulan Rajab sehari, maka laksana ia puasa selama sebulan, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya 7 pintu neraka Jahim, bila puasa 8 hari maka dibukakan untuknya 8 pintu surga, dan bila puasa 10 hari maka digantilah dosa-dosanya dengan kebaikan.”
Riwayat al-Thabarani dari Sa’id bin Rasyid: “Barangsiapa berpuasa sehari di bulan Rajab, maka ia laksana berpuasa setahun, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya pintu-pintu neraka jahanam, bila puasa 8 hari dibukakan untuknya 8 pintu surga, bila puasa 10 hari, Allah akan mengabulkan semua permintaannya…..”
“Sesungguhnya di surga terdapat sungai yang dinamakan Rajab, airnya lebih putih daripada susu dan rasanya lebih manis dari madu. Barangsiapa puasa sehari pada bulan Rajab, maka ia akan dikaruniai minum dari sungai tersebut”.
Riwayat (secara mursal) Abul Fath dari al-Hasan, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Rajab itu bulannya Allah, Sya’ban bulanku, dan Ramadan bulannya umatku.”
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lagi :
“Pada malam mi’raj, saya melihat sebuah sungai yang airnya lebih manis dari madu, lebih sejuk dari air batu dan lebih harum dari minyak wangi, lalu saya bertanya pada Jibril a.s.:
“Wahai Jibril untuk siapakan sungai ini ?” Maka berkata Jibrilb a.s.:
“Ya Muhammad sungai ini adalah untuk orang yang membaca salawat untuk engkau di bulan Rajab ini”.
Mengamalkan Hadits Daif Rajab
Ditegaskan oleh Imam Suyuthi dalam kitab al-Haawi lil Fataawi bahwa hadis-hadis tentang keutamaan dan kekhususan puasa Rajab tersebut terkategori dha’if (lemah atau kurang kuat).
Namun dalam tradisi Ahlussunnah wal Jama’ah sebagaimana biasa diamalkan para ulama generasi salaf yang saleh telah bersepakat mengamalkan hadis dha’if dalam konteks fada’il al-a’mal (amal- amal utama).
Syaikhul Islam al-Imam al-Hafidz al- ‘Iraqi dalam al-Tabshirah wa al-adzkirah mengatakan: “Adapun hadis dha’if yang tidak maudhu’ (palsu), maka para ulama telah memperbolehkan mempermudah dalam sanad dan periwayatannya tanpa menjelaskan kedha’ifannya, apabila hadis itu tidak berkaitan dengan hukum dan akidah, akan tetapi berkaitan dengan targhib (motivasi ibadah) dan tarhib (peringatan) seperti nasehat, kisah-kisah, fadha’il al-a’mal dan lain- lain…..”.
Para ulama di kalangan madzahib menyatkan bahwasanya puasa pada bulan Rajab adalah sunnah, kecuali para ulama dari kalangan madzhab Habilah yang menyatakan bahwa puasa satu bulan penuh pada bulan Rajab adalah makruh, meskipun kemakruhannya bisa dihilangkangkan dengan cara tertentu seperti keterangan yang akan kami sampaikan dibawah.
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ (التوبة: 36)
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (QS. At-Taubah: 36)
Di dalam menafsiri ayat ini syaikh Ibnu Katsir menyampaikan sebuah hadits yang menyatkan bahwa Ayshur al-Hurum adalah; bulan Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram, dan Rajab. Hadits tersebut adalah:
قال الإمام أحمد: حدثنا إسماعيل، أخبرنا أيوب، أخبرنا محمد بن سيرين، عن أبي بَكْرَة، أن النبي صلى الله عليه وسلم خطب في حجته، فقال: “ألا إن الزمان قد استدار كهيئته يوم خلق الله السموات والأرض، السنة اثنا عشر شهرًا، منها أربعة حرم، ثلاثة متواليات: ذو القعدة، وذو الحجة، والمحرم، ورجب مضر الذي بين جمادى وشعبان تفسير ابن كثير 4/14
Malikiyah
Para ulama madzhab Malikiyyah menyatakan bahwasanya melakukan puasa di bulan Rajab adalah merupakan salah satu macam puasa yang disunnahkan. Ibarot yang menyatakan seperti itu adalah:
وهو يعدد الصوم المستحب : (والمحرم ورجب وشعبان) يعني : أنه يستحب صوم شهر المحرم وهو أول الشهور الحرم , ورجب وهو الشهر الفرد عن الأشهر الحرم شرح الخرشي على خليل 2/241
.
التنفل بالصوم مرغب فيه وكذلك , صوم يوم عاشوراء ورجب وشعبان ويوم عرفة والتروية وصوم يوم عرفة لغير الحاج أفضل منه للحاج . مقدمة ابن أبي زيد مع اشرح لفواكه الدواني .
2/ 272
و كذلك صوم شهر ( رجب ) مرغب فيه كفاية الطالب الرباني 2/407
.
(و) ندب صوم ( المحرم ورجب وشعبان ) وكذا بقية الحرم الأربعة وأفضلها المحرم فرجب فذو القعدة والحجة.
شرح الدردير على خليل 1/513
Hanafiyah
Ulama madzhab Hanafiyah juga menyatakan bahwasanya puasa Rajab adalah sunnah. Ibarohnya adalah:
(المرغوبات من الصيام أنواع ) أولها صوم المحرم والثاني صوم رجب والثالث صوم شعبان وصوم عاشوراء .
الفتاوي الهندية 1/202
Syafi’iyah
Ulama madzhab Syafi’iyah juga menyatakan bahwasanya puasa di bulan Rajab adalah disunnahkan. Ibarot yang menyatakan demikian adalah:
قال أصحابنا : ومن الصوم المستحب صوم الأشهر الحرم , وهي ذو القعدة وذو الحجة والمحرم ورجب , وأفضلها المحرم , قال الروياني في البحر : أفضلها رجب , وهذا غلط ; لحديث أبي هريرة الذي سنذكره إن شاء الله تعالى { أفضل الصوم بعد رمضان شهر الله المحرم المجموع شرح المهذب 6/439
(وأفضل الأشهر للصوم ) بعد رمضان (الأشهرالحرم ) ذو القعدة وذو الحجة والمحرم ورجب أسنى المطالب 1/433
أفضل الشهور للصوم بعد رمضان الأشهر الحرم , وأفضلها المحرم لخبر مسلم { أفضل الصوم بعد رمضان شهر الله المحرم ثم رجب } خروجا من خلاف من فضله على الأشهر الحرم ثم باقيها ثم شعبان . مغني المحتاج 2/187
اعلم أن أفضل الشهور للصوم بعد رمضان الأشهر الحرم وأفضلها المحرم ثم رجب خروجا من خلاف من فضله على الأشهر الحرم ثم باقيها وظاهره الاستواء ثم شعبان. نهاية المحتاج 3/211
.
Di dalam kitab al-Hawi Li al-Fatawa imam as-Suyuti menjelaskan tentang derajat hadits yang menyatakan tentang keutamaan puasa bulan Rajab. Beliau menjelaskan bahwasanya hadits-hadits tersebut bukan berstatus maudlu’ (palsu) tetapi hanya berstatus dlaif yang sehingga boleh diriwayatkan dalam rangka untuk fadhailul a’mal.
مسألة – في حديث أنس قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن في الجنة نهرا يقال له رجب ماؤه أبيض من اللبن وأحلى من العسل من صام يوما من رجب سقاه الله من ذلك النهر، وحديث أنس قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من صام من شهر حرام الخميس والجمعة والسبت كتب له عبادة سبعمائة سنة، وحديث ابن عباس قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من صام من رجب يوما كان كصيام شهر ومن صام منه سبعة أيام غلقت عنه أبواب الجحيم السبعة ومن صام منه ثمانية أيام فتحت له أبواب الجنة الثمانية ومن صام منه عشرة أيام بدلت سيئاته حسنات هل هذه الأحاديث موضوعة وما الفرق بين الضعيف والغريب.
الجواب – ليست هذه الأحاديث بموضوعة بل هي من قسم الضعيف الذي تجوز روايته في الفضائل, أما الحديث
الأول فأخرجه أبو الشيخ ابن حيان في كتاب الصيام, والأصبهاني في الترغيب – والبيهقي, وابن شاهين – كلاهما
وغيرهم قال الحافظ ابن حجر: ليس في اسناده من ينظر في حاله سوى منصور بن زائدة الأسدي وقد روي عنه جماعة لكن لم أر فيه تعديلا, وقد ذكره الذهبي في الميزان وضعفه بهذا الحديث. واما الحديث الثاني فأخرجه الطبراني, وأبو نعيم, وغيرهما من طرق بعضها بلفظ عبادة سنتين, قال ابن حجر: وهو أشبه ومخرجه أحسن وإسناد الحديث أمثل من الضعيف قريب من الحسن. أما الحديث الثالث فأخرجه البيهقى في فضائل الأوقات وغيره وله طرق وشواهد ضعيفة لا تثبت إلا أنه يرتقي عن كونه موضوعا وأما الفرق بين الضعيف والغريب فإن بينهما عموما وخصوصا من وجه فقد يكون غريبا لا
ضعيفا لصحة سنده أو حسنه, وقد يكون ضعيفا لا غريبا لتعدده إسناده وفقد شرط من شروط القبول كما هو مقرر في علم الحديث . الحاوي الفتاوى للسيوطي 1/339
Hanabilah
Para ulama madzhab Habilah menyatakan bahwsanya menyendirikan berpuasa di bulan Rajab secara keseluruhan (satu bulan penuh) adalah makruh meskipun terdapat pendapat lain (qiil) yang menyatakan sunnah. Apabila menyela-nyelaninya dengan tidak puasa meski dengan satu hari atau dengan mengirinya dengan puasa pada bulan sebelum Rajab maka hukum kemakruhannya adalah hilang.
فصل : ويكره إفراد رجب بالصوم . قال أحمد : وإن صامه رجل , أفطر فيه يوما أو أياما , بقدر ما لا يصومه كله … قال أحمد : من كان يصوم السنة صامه , وإلا فلا يصومه متواليا , يفطر فيه ولا يشبهه برمضان . قال ابن قدامة في المغني 3/53
فصل : يكره إفراد رجب بالصوم نقل حنبل : يكره , ورواه عن عمر وابنه وأبي بكرة , قال أحمد : يروى فيه عن عمر أنه كان يضرب على صومه , وابن عباس قال : يصومه إلا يوما أو أياما . الفروع لابن مفلح .
3/118
( ويكره إفراد رجب بالصوم ) . هذا المذهب وعليه الأصحاب , وقطع به كثير منهم . وهو من مفردات المذهب , وحكى
الشيخ تقي الدين في تحريم إفراده وجهين . قال في الفروع : ولعله أخذه من كراهة أحمد.
تنبيه : مفهوم كلام : المصنف : أنه لا يكره إفراد غير رجب بالصوم . وهو صحيح لا نزاع فيه . قال المجد لا نعلم فيه خلافا.
فائدتان . إحداهما : تزول الكراهة بالفطر من رجب , ولو يوما , أو بصوم شهر آخر من السنة . قال في المجد : وإن لم يله
الثانية : قال في الفروع : لم يذكر أكثر الأصحاب استحباب صوم رجب وشعبان . واستحسنه ابن أبي موسى في الإرشاد
قال ابن الجوزي في كتاب أسباب الهداية : يستحب صوم الأشهر الحرم وشعبان كله , وهو ظاهر ما ذكره المجد في الأشهر الحرم , وجزم به في المستوعب , وقال : آكد شعبان يوم النصف , واستحب الآجري صوم شعبان , ولم يذكر غيره , وقال الشيخ تقي الدين : في مذهب أحمد وغيره نزاع . قيل : يستحب صوم رجب وشعبان , وقيل : يكره . يفطر ناذرهما بعض رجب. قال المرداوي في الإنصاف 3/346
Hadits-hadits yang menunjukkan sunnahnya puasa Rajab diantaranya adalah:
عن أسامة بن زيد قال قلت : يا رسول الله لم أرك تصوم شهرا من الشهور ما تصوم من شعبان قال ذلك شهر يغفل الناس عنه بين رجب ورمضان . سنن النسائي 4/201
عن مجيبة الباهلية عن أبيها أو عمها أنه : أتى رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم انطلق فأتاه بعد سنة وقد تغيرت حالته وهيئته فقال يا رسول الله أما تعرفني قال ومن أنت قال أنا الباهلي الذي جئتك عام الأول قال فما غيرك وقد كنت حسن الهيئة قال ما أكلت طعاما إلا بليل منذ فارقتك فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم لم عذبت نفسك ثم قال صم شهر الصبر ويوما من كل شهر قال زدني فإن بي قوة قال صم يومين قال زدني قال صم ثلاثة أيام قال زدني قال صم من الحرم واترك صم من الحرم واترك صم من الحرم واترك وقال بأصابعه الثلاثة فضمها ثم أرسلها . سنن أبي داود 2/322
قوله صلى الله عليه وسلم : { صم من الحرم واترك } إنما أمره بالترك ; لأنه كان يشق عليه إكثار الصوم كما ذكره في أول الحديث . فأما من لم يشق عليه فصوم جميعها فضيلة . قاله الإمام النووي في المجموع 6/439
Demikianlah Ibnu Mas’ud ِAt-Tamanmini menjelaskan dalam kajiannya terkait puasa bulan Rajab adalah sunah. Bagi yang tidak menganggap sunah hendaklah tidak mengganggu kaum muslimin yang melaksanakan puasa Rajab agar syariat islam tidak didominasi oleh kelompok tertentu dan semoga islam tetap menjadi agama yang rahmatan lil ‘aalamiin. Aamiin
Wallahu a’lam bis-Shawab
وااله الموفق الى اقوم الطاريق
Sumber : Dr. Syech Ibnu Mas’ud At-Tamanmini, MKub
Simak di: http://www.sarkub.com/2016/keutamaan-bulan-rajab-dan-puasa-rajab/#ixzz45lRzQ4tq
Powered by Menyansoft
Follow us: @T_sarkubiyah on Twitter | Sarkub.Center on Facebook