KISAH CINTA DI HARI RABU
DRAMA KOMEDI SATU BABAK
KARYA ANTON CHEKOV
ADAPTASI EKO OMPONG
P : Saudara-saudara serta hadirin sekalian yang terhormat ini tahun 2010, Ya, tahun 2010½, jadi kira-kira 50 tahun jaraknya dari tahun dimana tuan-tuan hidup. Ya, cukup lama juga. Dan selama 50 tahun yang terakhir ini sudah banyak sekali kemajuan yang di dapat oleh umat manusia.
Politik maju, ekonomi maju, musik maju dan seni sastra tentu saja juga mengalami kemajuan. Pokoknya segala kegiatan kebudayaan mengalami kemajuan- kemajuan yang pesat sekali, terutama ilmu eksakta. Kalau segala-galanya mengalami kemajuan,kenapa pula cinta tidak mengalami kemajuan?
Oho, tentu saja mengalami kemajuan juga yang amat pesat sekali. Cinta, lama kelamaan berkembang menjadi semacam ilmu yang pelik dan rumit. Suatu lapangan keilmuan yang menarik meskipun agak ruwet. Tentu saja yang saya maksudkan adalah cinta antara dua orang manusia, dan bukan cinta antara dua ekor anjing misalnya. Anjing, seperti juga binatang-binatang lainnya, sama sekali tak mengalami kemajuan dalam bercinta, masih dengan yang itu-itu juga.
Saya tak begitu tahu cara bagaimana orang-orang Majapahit dahulu bercinta, tapi yang jelas tuan-tuan dan nona-nona serta nyonya-nyonya sekalian tahu bagaimana cara nenek-nenek dan kakek-kakek tuan dulu bercinta. Tuan tentu merasa lucu dan geli kalau melihat mereka dulu saling mencari kutu atau saling kerikan. Dan ... ... ...
Dan sebaliknya, saya pun merasa lucu kalau melihat tuan-tuan bercinta. Bayangkan: Tuan-tuan yang di sana sejak sore tadi sudah berdandan sebab sudah berjanji akan menjemput pacarnya nonton sandiwara. Dan kemudian keduanya berangkat bersama, mereka dengan sengaja lewat tempat-tempat yang gelap untuk bisa berbisik-bisik dan berpegangan tangan, atau kalau perlu ... ... ... Heeeem.
Dan kalau sudah sampai di gedung sandiwara, lantas mulai cubit-cubitan. Yaaaa, agak lucu juga rasanya.
Tapi apa yang bakal tuan tonton ini lain sama sekali. Akibat kemajuan yang dicapai oleh manusia, semuanya berubah. Ingat tuan, saya hidup dalam tahun 2010, 50 tahun jaraknya dari jaman tuan-tuan sekalian.
G : Hai ngung, apa yang sedang kau kerjakan? (BERDIRI)
P : Oooohh, tidak apa-apa nona. Cuma omong-omong sendiri.
G : Omong-omong sendiri bagaimana? Sudahlah jangan suka ngomong sendiri lagi, Ngung.
P : Tentu saja saya tak suka nona, cuma terpaksa. Hai, kenapa nona tidak pergi kantor hari ini?
G : Nah, kau lupa lagi. Sudah berapa bulan kau jadi pembantuku masih saja belum hapal. Ini hari apa coba?
P : Hari ... ... Rabu, nona.
G : Itulah! Tiap hari Rabu aku akan harus di rumah. Hari Rabu adalah hari bicaraku, sebab menurut astrologi, hari Rabu sangat cocok bagiku. Aku terima tamu sampai sore, ingat?
P : Sejak tadi sudah saya tanyakan dalam hati, kenapa sih nona sibuk benar di depan kaca. Saya lupa kalau hari ini, hari Rabu, dan nona sedang menunggu kalau-kalau ada tamu rupanya.
G : Maklumlah Ngung, aku makin hari makin tua, dan aku butuh seorang suami. Padahal aku hanya sempat di rumah pada hari Rabu saja. Hari-hari lain aku terpaksa sibuk di luar.
P : Saya tahu, nona.
G : Dan saya jadi sedih Ngung, sudah berpuluh-puluh hari Rabu ini tak ada seorang tamupun yang datang.
P : Itukah sebabnya nona jadi sedih dan kawatir saja tiap-tiap hari? Suami memang sukar didapat, nona. Jaman serba sulit sekarang. Tapi kenapa pula begitu tergesa-gesa buat menerima seorang yang akan melamar
nona? Nona kan belum terlalu tua.
G : Seorang gadis, umur selalu rahasia. Yang kau boleh tahu adalah bahwa aku telah memasukkan namaku ke dalam lebih dari sepuluh biro perkawinan, lengkap dengan foto-foto dengan pose serta riwayat hidupku. Tapi rupanya tak ada yang memperhatikan.
P : Cuma belum saja, nona. Tunggu saja tanggal mainnya. Saya rasa untuk orang yang macam nona, banyak laki-laki yang mau melirikkan matanya. Nona cukup cantik. Oho, ini bukan main-main, nona.
G : Jangan mencoba merayu Ngung.
P : Ah, tidak.
G : Sudahlah Ngung, sudahlah. Kenyataan memang selalu menyakitkan hati. Celakanya orang harus selalu berhadapan langsung dengan kenyataan, terus-menerus.
P : Sssssst. Saya seperti mendengar suara sepatu di luar, nona. Ada tamu barangkali.
G : Aku juga mendengarnya. Benar, ada tamu hari ini, hari Rabu yang mujur.
P : Betul nona, itu dia, tamu nona.
G : Pergilah ke dalam,Ngung. Biar aku layani tamu itu sendiri.
``````````P : Ya, nona. Tenang-tenang saja, nona! (PERGIKELUAR)
G : Ya Allah, Ya Tuhan. Semoga orang itu mencari saya, dan ... dan ... melamar saya. Ya Tuhan, sudah saya muat nama-nama saya di surat kabar untuk mencari jodoh, dan semoga inilah hari Rabu yang berbahagia. Ya Tuhan, berkatilah hambaMu ini.
T : (DARI LUAR) Spada.
G : (BISIK-BISIK) Ya Tuhan! (KERAS-KERAS) Yaaaa ... masuk!
T : (MUNCUL) Selamat pagi, nona!
(SEPERTI ACUH TAK ACUH, TERUS DUDUK) Apa kabar nona?
G : (KESAMPING) Ganteng benar orang ini. Semoga dia melamar saya.
T : Ou, nona sudah melamun ya, selamat pagi nona!
G : Ah, selamat pagi tuan. Tentunya ada perlu penting, dengan saya. Pagi-pagi sudah datang kemari.
T : Memang nona. Tapi nona duduklah dulu, saya mau bicara penting pada nona. (MENYULUT ROKOK)
G : (KE SAMPING) Tentu mau melamar, dia! Aduh, ganteng benar.
T : Apakah ini rumah nona sendiri?
G : Ya.
T : Bagus juga! Dan bersih, meskipun musim banyak hujan, masih tetap bersih. Tentunya nona suka memelihara rumah.
G : Ah, tidak. Saya punya bujang.
T : Bujang??? O ya, bukan barang baru lagi sekarang bagi seorang gadis untuk hidup dengan bujangnya. Eeeemm, nona pernah bermimpi?
G : Pernah, tentu saja. Kenapa sih??!!!
T : Maksud saya mimpi digigit ular, nona.
G : Tepat malam tadi, tuan. Tapi kenapa tuan sepertinya tahu? Saya memang bermimpi seperti digigit ular pada jari kaki saya.
T : Menurut orang-orang tua dahulu ... ... Ah, tapi tak usah sajalah nona.
(KESAMPING) Rupa-rupanya memang tugasku berhasil. Begini nona ...
G : Ya. (KESAMPING) Ya Tuhan, semoga ia melamar saya!
T : Apakah betul nona yang bernama ... Retno Asiani Endang Sri Supraptini?
G : Ya, betul. Dan panggil saja saya Ninik.
T : Terima kasih. Dan umur nona ... ... 25 tahun?
G : Ya, tepat!
T : (SAMBIL MEMBACA FORMULIR). Nona adalah putri ke tiga dari tuan Martosuwignyo? Masih ada sedikit sangkut pautnya dengan para bangsawan Balambangan dulu. Eeeee, pokoknya nona yang mengisi formulir ini?
G : Ya, betul. Dan tuan rupa-rupanya telah mengambil formulir itu dari biro perkawinan ASMARA JAYA.
T : Ya.
G : Tuan sudah membaca semua tentunya.
(KESAMPING) Ya Tuhan, semoga dia melamar saya.
T : Nona rupanya tak begitu jauh lebih jelek dari potret yang ada di sana. Banyak gadis yang memasukkan potret palsu kedalam biro-biro perkawinan.
G : Mereka itulah yang memburukkan nama kami, gadis-gadis yang jujur.
T : Tapi sebelum saya sampaikan maksud saya yang terakhir, boleh saya melanjutkan mengecek nona?
G : Boleh, tentu saja. Silahkan!
T : Nona mempunyai rumah sendiri, ialah rumah di jalan sawo ini. Dan selain itu nona juga mempunyai sebidang tanah 150 x 100 meter diluar kota, benar?
G : Ya.
T : Nona punya gaji Rp. 7.000,- sebulan, dan kadang-kadang menerima juga uang lembur yang lumayan jumlahnya.
G : Dan jangan lupa tuan, gaji saya akan naik bulan depan.
T : Baik, baik! Dan yang penting, nona punya uang simpanan di Bank sebanyak 100 ribu rupiah.
G : Itu benar juga tuan, tapi barangkali tentang jumlah, ada sedikit kekilafan. Simpanan saya kira-kira ... ... ...
T : Stop! Sudahlah, kita putuskan saja pembicaraan ini ... ... ...
Gadis yang punya sedikit simpanan di Bank, tak menarik bagi calon suami.
(DIA BANGKIT DAN MAU KELUAR). Selamat pagi nona.
G : Eee, nanti dulu tuan. Jangan tergesa-gesa, duduklah dulu nanti saya terangkan sebenarnya (TAMU DUDUK KEMBALI). Sebenarnya masih ada simpanan saya di Bank sebanyak itu, tapi itu tidak saya simpan di Bank saja. (DUDUK)
T : Tidak pada satu Bank saja,kalau begitu baik jugalah. Jadi kalau begitu nona sudah mencukupi syarat minimum bagi seorang isteri yang ideal, yang lain-lain akan segera kita putuskan nanti.
G : Jadi tuan datang buat membicarakan perkawinan?
T : Tak lain dan tak bukan!
G : Terima kasih tuan (BANGKIT DAN BERBICARA KESAMPING). Tak lain dan tak bukan. Alangkah sedapnya kata-kata itu, sudah kuduga sebelumnya bahwa hari ini adalah hari yang menentukan bagiku. Hari Rabu yang bahagia, yang penuh rahmat. Kawin alangkah indahnya kata-kata itu. Dan tamu yang datang itu masih muda, tidak terlalu bobrok juga wajahnya. Ooh, alangkah manisnya dunia ini. Dia akan jadi suamiku, betapa bahagianya.
T : Bagaimana nona? Apa bisa kita lanjutkan pembicaraan kita?
G : (KAGET DARI MELAMUN). Oh, maaf tuan, bagaimana?
T : Apa bisa kita lanjutkan pembicaraan ini?
G : Tentu, tentu bisa tuan. Tapi maaf, mau ke dalam sebentar.
(KESAMPING). Ya Tuhan, sudah sampai waktunya dunia kesepian ini akan hancur. (MASUK)
(BUJANG MASUK SAMBIL MAMBAWA MINUM)
P : Selamat pagi, tuan?
T : Selamt pa ... ... hei! Kau kan yang dulu turut mas Tono dulu?
P : Ya, tuan.
T : Kemana dia sekarang?
P : Beliau pindah rumah, dan saya terpaksa pindah pekerjaan juga. Ha ... jauh lebih enak, tuan. Oh ya, ada perlu apa sih, dengan tuan rumah?
T : Cuma urusan rutin biasa. Kerja apa-apa, seret sekarang!
P : Urusan rutin macam apa sih? Ooo, barangkali tuan, sobat nona rumah? Dia baik sekali dijadikan sobat, tuan. Orangnya ramah tamah dan baik hati, tapi sering ... ... ...
T : Sering apa?
P : Cuma sering sibuk.
T : Bagus sekali, tepat.
P : Lho, tepat sekali bagaimana?
T : Tepat untuk urusan saya ini.
P : Ah, saya tak tahu! Pokoknya dia tepat untuk sobat, tuan. Manis dan tak suka keluyuran, dan ... sudahlah pokoknya dia orang yang baik hati, gadis yang baik.
T : Kau ini macam anu saja.
P : Oh, ya apa kerja tuan sekarang?
T : Masih macam dulu juga.
P : Jadi tuan masih juga suka makelaran? Bagaimana harga-harga sepeda motor dan mobil sekarang?
T : Benar makelaran. Tetapi bukan makelaran sepeda motor dan mobil.
P : Lantas makelaran rumah barangkali?
T : Bukan, semuanya bukan, sudahlah sana kau masuk. Aku tak butuh bicara sama kau. Aku butuh bicara sama nonamu itu.
P : (KESAMPING). Bukan makelar mobil, bukan makelar rumah. Ya Allah, makelaran apa pula sekarang? Oh ya, barangkali makelaran kereta api atau kapal terbang. (TERUS MASUK).
(GADIS MASUK LAGI SAMBIL MEMBAWA SELEMBAR KERTAS)
G : Tentunya sudah tuan baca semua syarat-syarat bagi calon suami yang saya idamkan, bukan? (BERDIRI)
T : Sudah nona.
G : Nah, ini daftar turunan dari syarat-syarat yang harus di penuhi oleh calon suami saya sebelum berani melamar saya. (DUDUK)
T : Barangkali ada juga saya yang lupa. Tolong bacakan.
G : (MEMBACA)
1. Calon suami saya harus seorang intelek, artinya paling sedikit harus punya ijasah sarjana muda.
T : Ya, benar.
G : 2. Calon suami saya harus orang yang matang, artinya tidak seperti kanak-kanak lagi yang mboseni.
T : Okey.
G : 3. Calon suami saya harus seorang yang tak punya cacat luar dan dalam, artinya cacat yang bisa merusak kebahagiaan rumah tangga.
4. Calon suami saya harus orang yang bebas, artinya tak punya isteri, baik yang terang maupun yang gelap.
T : Tentu, nona. Tentu, tentu.
G : Itu semua rasanya penting tuan ketahui, mengingat banyak sekarang yang menipu kesana-kemari.
T : Saya paham, nona. Dan kalau tak salah, ada syarat tentang penghasilan dan gaji.
G : Ya itu bisa dirundingkan berdamai.
T : Bagaimana kalau calon suami nona punya penghasilan Rp.5.000,- sebulan?
G : Wah, wah. Itu Cuma sedikit tuan! Kenapa mau dilepaskan? Tapi baiklah , itu saya terima, asal tidak terlalu banyak menyakiti hati saya.
(KESAMPING) Barang sudah di tangan.
T : Siapa pula mau menyakiti hati nona yag manis ini?
G : Aha, jangan mulai merayu cara film Malaya, tuan.
T : Toh, pembicaraan kita belum tentu jadi.
G : (KESAMPING) Ya tuan, pembicaraan ini harus jadi. Sudah terlampau sepi dunia ini.
T : Menurut pandangan saya, pembicaraan kita ini sudah hampir mencapai persesuaian faham, sebab banyak hal yang bisa kita terima bersama. Sekarang menginjak pelaksanaan perkawinan, nona.
G : Ya, bagaimana?
T : Siapa yang menanggung segala ongkosnya?
G : Wahai, tentu saja pihak laki-laki, tuan.
T : Bagaimana kalau kompromi?
G : Maksud tuan bagaimana?
T : Anu ... fifty-fifty, nona?
G : Kalau terpaksa benar baiknya. Tapi ingat tuan, perkawinan hanya berlangsung hari Rabu dan Sabtu sore. Hari-hari lain penuh!
T : Itu terserah. Masing-masing berangkat sendiri-sendiri dari rumah, kembali ke kota, dan di sana menandatangani surat kawin. Begitu?
G : Yak, dan masing-masing harus membawa saksi yang akan menjamin kebenaran syarat-syarat yang ditetapkan tadi.
T : Dan saksi tersebut harus juga mau bersumpah di depan polisi dan memberi jaminan tentang kedua bakal pengantin. Kalau seorang tak memenuhi syarat, misalnya nona, maka polisi berhak turut campur tangan dalam hal ini. Nona bisa masuk bui lantaran terbukti memalsukan kenyataan.
G : Kenapa menyangkut polisi, tuan. Saya takut pada polisi. (BERDIRI)
T : Ini syarat mutlak, nona. Apa nona curang? Kalau tak curang kenapa mesti takut sama polisi?
G : (KESAMPING) Polisi, polisi! Perkawinan di bawah pengawasan polisi. Ngeri juga rasanya tapi bagaimana lagi.
(KERAS) Saya tidak curang , tuan. Tapi kalu polisi turut campur, saya gemetar juga.
T : Apa sebaiknya batal saja perkawinan ini?
G : Batal? Ah,tidak tuan! Saya menerima.
T : Nah, sekarang tinggal satu persoalan yang terakhir tapi yang paling penting, ialah persen untuk penghubung.
G : Persen untuk penghubung? Bagaimana maksud tuan?
T : Seorang penghubung dalam soal-soal perkawinan tentunya mendapat tegen prestasi untuk jasa-jasanya, nona. Dan uang itu harus dipastikan jumlahnya sekarang.
G : Lho, kan tak ada penghubung dalam persoalan kita ini. Saya butuh seorang suami, dan tuan datang kemari melamar saya, dan saya telah menerimanya. Itu beres sudah.
T : Nona salah tafsir rupa-rupanya.
G : Salah tafsir bagaiman, tuan. Syarat kita masing-masing sudah dipenuhi. Tuan rupa-rupanya cinta kepada saya, dan saya pun sudah berhasil mencintai tuan, tadi. Apalagi? Apa barangkali ada seorang di belakang tuan yang menghubungkan kita?
T : Nona salah tafsir. Dan justru pada hal yang penting, nona salah tafsir.
G : Bagaimana ini? (DUDUK)
T : Nona kira bahwa saya datang buat melamar nona?
G : Lantas buat apalagi?
T : Benar. Tapi bukan saya sendiri yang bakal mengawini nona, saya cuma seorang makelar.
G : Makelar! Ya, Tuhan, jadi tuan cuma makelar? Jadi ada orang di belakang tuan yang akan mengawini saya? Tapi kenapa dia tidak datang sendiri? Saya belum bisa menentukan kalau begitu, jangan-jangan dia seperti drakula.
(KE SAMPING) Ya Tuhan, hancur segala mimpiku sekarang.
T : Nona sudah mengajukan syarat-syarat, dan syarat-syarat itu sudah terpenuhi. Itu beres kan? Nona minta apa lagi?
G : Tapi kenapa dia tidak datang sendiri?
T : Hari ini dia ke Rumah sakit, sedang nona hanya bisa menerima tamu pada hari Rabu saja. Jadi terpaksa harus saya yang melamarkan dia. Tapi minggu depan katanya sudah bisa melaksanakan perkawinan.
G : Tapi bagaimana kira-kira dia tampangnya tuan?
T : Oh, nona jagan kawatir. Pokoknya syarat-syarat yang nona sodorkan semua sudah dia penuhi. Ia seorang yang jauh lebih baik dari apa yang nona sangkakan. Ia seorang yang sudah banyak pengalaman dan alim, pernah ke luar negeri, meskipun cuma sebentar, nona. Dan dia dari keluarga alim.
Dan yang terpenting, dia telah jatuh cinta begitu pertama kali melihat gambar nona. Ia sungguh jatuh cinta sehingga mau menyerahkan jiwa raga buat mendapatkan nona.
G : Tapi saya belum pernah sekalipun melihat dia, bagaimana bisa mencintainya?!
T : Tanpa tetapi, nona. Nona segera jatuh cinta pada lelaki itu, pada pandang pertama. Tentu.
G : Apakah kau bisa menjamin?
T : Tentu, nona jangan kawatir. Saya mau memberi jaminan asal nona mau saja.
Dia orang alim yang mau hidup sedehana. Yang penting ialah, ia telah jatuh cinta pada nona. Nona ayu, sekarang sukar mencari orang yang jatuh cinta.
G : Baiklah tuan, untuk sementara saya mau menerimanya, tapi kalau syaratnya tak terpenuhi, dia bisa masuk bui.
T : Nah, begitu bagus. Jangan nona meragukan kwalitet saya sebagai makelar. (MELIHAT JAM) Hei,sudah jam 10 sekarang saya mesti buru-buru pergi, nona. Ada urusan makelar lain yang mesti saya rampungkan sebelum jam tugas nanti. Jadi nona, pokoknya sudah setuju dan persoalan-persoalan selanjutnya saya telpon saja.
G : Terserah tuan saja, asal tuan yang menanggung calon suami saya itu.
T : Jangan takut nona. Oh ya, jangan lupa menulis surat pernyataan kepada surat kabar dan biro-biro perkawinan itu, bahwa lowongan sudah terisi. Ini perlu nona. Toh nona tak mau punya suami dua orang.
G : Akan saya telpon kantor-kantor itu dengan segera.
T : (BANGKIT) Selamat pagi nona maaf saya agak tergesa-gesa. Jangan lupa segala-galanya nona.
G : Selamat pagi, tuan. (TAMU KELUAR)
Ya Tuhan saya akan segera kawin. Tapi dengan seorang belum saya pernah kenal. Aduuuuh nasib! Tapi biarlah, aku akan kawin. Itu adalah suatu kebahagiaan yang cukup buat saya dalam kesunyian ini. Wahai hari Rabu yang gilang gemilang. Aku akan kawin.
T : (TERGESA-GESA MASUK LAGI) Maaf nona, ada kelupaan sedikit.
G : Ada apa, tuan?
T : Tadi sudah diputuskan berapa nona harus bayar pada saya? Tarip saya adalah Rp.5.000,- untuk setiap perkawinan yang berhasil saya rancangkan.
G : Rp.5.000,-? Apa tidak bisa kurang, tuan? Saya sedang krisis.
T : Tak ada tawar menawar, nona!
G : Bagaimana kalau saya bayar separuh dulu!
(TAMU MENGELUARKAN KWITANSI DAN GADIS MASUK MENGAMBIL UANG, TERUS KELUAR LAGI)
(SETELAH MENANDATANGANI TERUS BERKEMAS).
T : Bisa juga! (TELAH MENANDATANGANI, TERUS BERKEMAS) Terima kasih nona, yang lain besok kalau perkawinan sudah berlangsung.
G : Stop dulu, tuan!
T : Ada apa? (BERDIRI DI PINTU)
G : Kira-kira berapa umur bakal suami saya itu?
T : Ah, saya lupa tepatnya. Tapi kira-kira seperti gambar yang ada di atas meja nona itu. Aahhh, itu. Selamat pagi, nona. (CEPAT-CEPAT KELUAR)
G : (TERKEJUT) Seperti gambar itu? (MEMEGANG GAMBAR) Tapi ini gambar ayahku. Gambar almarhum ayahku. Jadi aku mesti kawin dengan orang setua ayah? Ah, tidak masuk akal rasanya. Jaman dulu ada pepatah: tua-tua kelapa, makin tua ... ... Ya Tuhan, saya akan kawin dengan orang yang seumur ayahku sendiri? Tapi semuanya sudah disetujui. Dan lagi aku memang sudah pengen berumah tangga.
(PENGUNG MASUK)
P : Ada apa nona, sudah pergi tamu tadi?
G : Sudah, anu ... Ngung, aku mau kawin. Dan kalu jadi nanti, kau terpaksa harus keluar. Sebab tentunya sebagian kerjamu sudah bisa dikerjakan oleh bakal suamiku. Sediakan sekedar makanan, malam ini, untuk pesta kecil antara kau dan aku. Kita rayakan hari Rabu yang bahagia ini dengan sekedar ramai-ramai berdua. Kau harus turut berbahagia pula, Ngung.Ya Tuhan aku akan kawin. (KELUAR)
P : Ini tahun 2010. Ingat, tuan-tuan serta nona-nona dan nyonya-nyonya, berdua. Semua mengalami kemajuan. 50 tahun jaraknya dari jaman tuan-tuan sekalian. Semua serba praktis, dan cinta pula bisa selesai praktis, tuan tak bisa lagi mendengar bisik-bisik di tempat gelap, atau bergandeng tangan sambil berjalan. Tak ada lagi saling cubit mencubit atau sentuh-sentuhan mesra diantara dua orang kekasih. Tak cium-cium dalam gelap. Tak ada lagi.
Hal-hal tersebut sudah dilindas oleh sejarah, jaman menghendaki hal-hal lebih praktis, tak ada hal-hal nampak lucu.
Jaman sudah berubah, tuan-tuan. Jaman sudah berubah dan akan selalu berubah.
Para hadirin sekalian, selamat malam.
L a y a r T u r u n
DRAMA KOMEDI SATU BABAK
KARYA ANTON CHEKOV
ADAPTASI EKO OMPONG
P : Saudara-saudara serta hadirin sekalian yang terhormat ini tahun 2010, Ya, tahun 2010½, jadi kira-kira 50 tahun jaraknya dari tahun dimana tuan-tuan hidup. Ya, cukup lama juga. Dan selama 50 tahun yang terakhir ini sudah banyak sekali kemajuan yang di dapat oleh umat manusia.
Politik maju, ekonomi maju, musik maju dan seni sastra tentu saja juga mengalami kemajuan. Pokoknya segala kegiatan kebudayaan mengalami kemajuan- kemajuan yang pesat sekali, terutama ilmu eksakta. Kalau segala-galanya mengalami kemajuan,kenapa pula cinta tidak mengalami kemajuan?
Oho, tentu saja mengalami kemajuan juga yang amat pesat sekali. Cinta, lama kelamaan berkembang menjadi semacam ilmu yang pelik dan rumit. Suatu lapangan keilmuan yang menarik meskipun agak ruwet. Tentu saja yang saya maksudkan adalah cinta antara dua orang manusia, dan bukan cinta antara dua ekor anjing misalnya. Anjing, seperti juga binatang-binatang lainnya, sama sekali tak mengalami kemajuan dalam bercinta, masih dengan yang itu-itu juga.
Saya tak begitu tahu cara bagaimana orang-orang Majapahit dahulu bercinta, tapi yang jelas tuan-tuan dan nona-nona serta nyonya-nyonya sekalian tahu bagaimana cara nenek-nenek dan kakek-kakek tuan dulu bercinta. Tuan tentu merasa lucu dan geli kalau melihat mereka dulu saling mencari kutu atau saling kerikan. Dan ... ... ...
Dan sebaliknya, saya pun merasa lucu kalau melihat tuan-tuan bercinta. Bayangkan: Tuan-tuan yang di sana sejak sore tadi sudah berdandan sebab sudah berjanji akan menjemput pacarnya nonton sandiwara. Dan kemudian keduanya berangkat bersama, mereka dengan sengaja lewat tempat-tempat yang gelap untuk bisa berbisik-bisik dan berpegangan tangan, atau kalau perlu ... ... ... Heeeem.
Dan kalau sudah sampai di gedung sandiwara, lantas mulai cubit-cubitan. Yaaaa, agak lucu juga rasanya.
Tapi apa yang bakal tuan tonton ini lain sama sekali. Akibat kemajuan yang dicapai oleh manusia, semuanya berubah. Ingat tuan, saya hidup dalam tahun 2010, 50 tahun jaraknya dari jaman tuan-tuan sekalian.
G : Hai ngung, apa yang sedang kau kerjakan? (BERDIRI)
P : Oooohh, tidak apa-apa nona. Cuma omong-omong sendiri.
G : Omong-omong sendiri bagaimana? Sudahlah jangan suka ngomong sendiri lagi, Ngung.
P : Tentu saja saya tak suka nona, cuma terpaksa. Hai, kenapa nona tidak pergi kantor hari ini?
G : Nah, kau lupa lagi. Sudah berapa bulan kau jadi pembantuku masih saja belum hapal. Ini hari apa coba?
P : Hari ... ... Rabu, nona.
G : Itulah! Tiap hari Rabu aku akan harus di rumah. Hari Rabu adalah hari bicaraku, sebab menurut astrologi, hari Rabu sangat cocok bagiku. Aku terima tamu sampai sore, ingat?
P : Sejak tadi sudah saya tanyakan dalam hati, kenapa sih nona sibuk benar di depan kaca. Saya lupa kalau hari ini, hari Rabu, dan nona sedang menunggu kalau-kalau ada tamu rupanya.
G : Maklumlah Ngung, aku makin hari makin tua, dan aku butuh seorang suami. Padahal aku hanya sempat di rumah pada hari Rabu saja. Hari-hari lain aku terpaksa sibuk di luar.
P : Saya tahu, nona.
G : Dan saya jadi sedih Ngung, sudah berpuluh-puluh hari Rabu ini tak ada seorang tamupun yang datang.
P : Itukah sebabnya nona jadi sedih dan kawatir saja tiap-tiap hari? Suami memang sukar didapat, nona. Jaman serba sulit sekarang. Tapi kenapa pula begitu tergesa-gesa buat menerima seorang yang akan melamar
nona? Nona kan belum terlalu tua.
G : Seorang gadis, umur selalu rahasia. Yang kau boleh tahu adalah bahwa aku telah memasukkan namaku ke dalam lebih dari sepuluh biro perkawinan, lengkap dengan foto-foto dengan pose serta riwayat hidupku. Tapi rupanya tak ada yang memperhatikan.
P : Cuma belum saja, nona. Tunggu saja tanggal mainnya. Saya rasa untuk orang yang macam nona, banyak laki-laki yang mau melirikkan matanya. Nona cukup cantik. Oho, ini bukan main-main, nona.
G : Jangan mencoba merayu Ngung.
P : Ah, tidak.
G : Sudahlah Ngung, sudahlah. Kenyataan memang selalu menyakitkan hati. Celakanya orang harus selalu berhadapan langsung dengan kenyataan, terus-menerus.
P : Sssssst. Saya seperti mendengar suara sepatu di luar, nona. Ada tamu barangkali.
G : Aku juga mendengarnya. Benar, ada tamu hari ini, hari Rabu yang mujur.
P : Betul nona, itu dia, tamu nona.
G : Pergilah ke dalam,Ngung. Biar aku layani tamu itu sendiri.
``````````P : Ya, nona. Tenang-tenang saja, nona! (PERGIKELUAR)
G : Ya Allah, Ya Tuhan. Semoga orang itu mencari saya, dan ... dan ... melamar saya. Ya Tuhan, sudah saya muat nama-nama saya di surat kabar untuk mencari jodoh, dan semoga inilah hari Rabu yang berbahagia. Ya Tuhan, berkatilah hambaMu ini.
T : (DARI LUAR) Spada.
G : (BISIK-BISIK) Ya Tuhan! (KERAS-KERAS) Yaaaa ... masuk!
T : (MUNCUL) Selamat pagi, nona!
(SEPERTI ACUH TAK ACUH, TERUS DUDUK) Apa kabar nona?
G : (KESAMPING) Ganteng benar orang ini. Semoga dia melamar saya.
T : Ou, nona sudah melamun ya, selamat pagi nona!
G : Ah, selamat pagi tuan. Tentunya ada perlu penting, dengan saya. Pagi-pagi sudah datang kemari.
T : Memang nona. Tapi nona duduklah dulu, saya mau bicara penting pada nona. (MENYULUT ROKOK)
G : (KE SAMPING) Tentu mau melamar, dia! Aduh, ganteng benar.
T : Apakah ini rumah nona sendiri?
G : Ya.
T : Bagus juga! Dan bersih, meskipun musim banyak hujan, masih tetap bersih. Tentunya nona suka memelihara rumah.
G : Ah, tidak. Saya punya bujang.
T : Bujang??? O ya, bukan barang baru lagi sekarang bagi seorang gadis untuk hidup dengan bujangnya. Eeeemm, nona pernah bermimpi?
G : Pernah, tentu saja. Kenapa sih??!!!
T : Maksud saya mimpi digigit ular, nona.
G : Tepat malam tadi, tuan. Tapi kenapa tuan sepertinya tahu? Saya memang bermimpi seperti digigit ular pada jari kaki saya.
T : Menurut orang-orang tua dahulu ... ... Ah, tapi tak usah sajalah nona.
(KESAMPING) Rupa-rupanya memang tugasku berhasil. Begini nona ...
G : Ya. (KESAMPING) Ya Tuhan, semoga ia melamar saya!
T : Apakah betul nona yang bernama ... Retno Asiani Endang Sri Supraptini?
G : Ya, betul. Dan panggil saja saya Ninik.
T : Terima kasih. Dan umur nona ... ... 25 tahun?
G : Ya, tepat!
T : (SAMBIL MEMBACA FORMULIR). Nona adalah putri ke tiga dari tuan Martosuwignyo? Masih ada sedikit sangkut pautnya dengan para bangsawan Balambangan dulu. Eeeee, pokoknya nona yang mengisi formulir ini?
G : Ya, betul. Dan tuan rupa-rupanya telah mengambil formulir itu dari biro perkawinan ASMARA JAYA.
T : Ya.
G : Tuan sudah membaca semua tentunya.
(KESAMPING) Ya Tuhan, semoga dia melamar saya.
T : Nona rupanya tak begitu jauh lebih jelek dari potret yang ada di sana. Banyak gadis yang memasukkan potret palsu kedalam biro-biro perkawinan.
G : Mereka itulah yang memburukkan nama kami, gadis-gadis yang jujur.
T : Tapi sebelum saya sampaikan maksud saya yang terakhir, boleh saya melanjutkan mengecek nona?
G : Boleh, tentu saja. Silahkan!
T : Nona mempunyai rumah sendiri, ialah rumah di jalan sawo ini. Dan selain itu nona juga mempunyai sebidang tanah 150 x 100 meter diluar kota, benar?
G : Ya.
T : Nona punya gaji Rp. 7.000,- sebulan, dan kadang-kadang menerima juga uang lembur yang lumayan jumlahnya.
G : Dan jangan lupa tuan, gaji saya akan naik bulan depan.
T : Baik, baik! Dan yang penting, nona punya uang simpanan di Bank sebanyak 100 ribu rupiah.
G : Itu benar juga tuan, tapi barangkali tentang jumlah, ada sedikit kekilafan. Simpanan saya kira-kira ... ... ...
T : Stop! Sudahlah, kita putuskan saja pembicaraan ini ... ... ...
Gadis yang punya sedikit simpanan di Bank, tak menarik bagi calon suami.
(DIA BANGKIT DAN MAU KELUAR). Selamat pagi nona.
G : Eee, nanti dulu tuan. Jangan tergesa-gesa, duduklah dulu nanti saya terangkan sebenarnya (TAMU DUDUK KEMBALI). Sebenarnya masih ada simpanan saya di Bank sebanyak itu, tapi itu tidak saya simpan di Bank saja. (DUDUK)
T : Tidak pada satu Bank saja,kalau begitu baik jugalah. Jadi kalau begitu nona sudah mencukupi syarat minimum bagi seorang isteri yang ideal, yang lain-lain akan segera kita putuskan nanti.
G : Jadi tuan datang buat membicarakan perkawinan?
T : Tak lain dan tak bukan!
G : Terima kasih tuan (BANGKIT DAN BERBICARA KESAMPING). Tak lain dan tak bukan. Alangkah sedapnya kata-kata itu, sudah kuduga sebelumnya bahwa hari ini adalah hari yang menentukan bagiku. Hari Rabu yang bahagia, yang penuh rahmat. Kawin alangkah indahnya kata-kata itu. Dan tamu yang datang itu masih muda, tidak terlalu bobrok juga wajahnya. Ooh, alangkah manisnya dunia ini. Dia akan jadi suamiku, betapa bahagianya.
T : Bagaimana nona? Apa bisa kita lanjutkan pembicaraan kita?
G : (KAGET DARI MELAMUN). Oh, maaf tuan, bagaimana?
T : Apa bisa kita lanjutkan pembicaraan ini?
G : Tentu, tentu bisa tuan. Tapi maaf, mau ke dalam sebentar.
(KESAMPING). Ya Tuhan, sudah sampai waktunya dunia kesepian ini akan hancur. (MASUK)
(BUJANG MASUK SAMBIL MAMBAWA MINUM)
P : Selamat pagi, tuan?
T : Selamt pa ... ... hei! Kau kan yang dulu turut mas Tono dulu?
P : Ya, tuan.
T : Kemana dia sekarang?
P : Beliau pindah rumah, dan saya terpaksa pindah pekerjaan juga. Ha ... jauh lebih enak, tuan. Oh ya, ada perlu apa sih, dengan tuan rumah?
T : Cuma urusan rutin biasa. Kerja apa-apa, seret sekarang!
P : Urusan rutin macam apa sih? Ooo, barangkali tuan, sobat nona rumah? Dia baik sekali dijadikan sobat, tuan. Orangnya ramah tamah dan baik hati, tapi sering ... ... ...
T : Sering apa?
P : Cuma sering sibuk.
T : Bagus sekali, tepat.
P : Lho, tepat sekali bagaimana?
T : Tepat untuk urusan saya ini.
P : Ah, saya tak tahu! Pokoknya dia tepat untuk sobat, tuan. Manis dan tak suka keluyuran, dan ... sudahlah pokoknya dia orang yang baik hati, gadis yang baik.
T : Kau ini macam anu saja.
P : Oh, ya apa kerja tuan sekarang?
T : Masih macam dulu juga.
P : Jadi tuan masih juga suka makelaran? Bagaimana harga-harga sepeda motor dan mobil sekarang?
T : Benar makelaran. Tetapi bukan makelaran sepeda motor dan mobil.
P : Lantas makelaran rumah barangkali?
T : Bukan, semuanya bukan, sudahlah sana kau masuk. Aku tak butuh bicara sama kau. Aku butuh bicara sama nonamu itu.
P : (KESAMPING). Bukan makelar mobil, bukan makelar rumah. Ya Allah, makelaran apa pula sekarang? Oh ya, barangkali makelaran kereta api atau kapal terbang. (TERUS MASUK).
(GADIS MASUK LAGI SAMBIL MEMBAWA SELEMBAR KERTAS)
G : Tentunya sudah tuan baca semua syarat-syarat bagi calon suami yang saya idamkan, bukan? (BERDIRI)
T : Sudah nona.
G : Nah, ini daftar turunan dari syarat-syarat yang harus di penuhi oleh calon suami saya sebelum berani melamar saya. (DUDUK)
T : Barangkali ada juga saya yang lupa. Tolong bacakan.
G : (MEMBACA)
1. Calon suami saya harus seorang intelek, artinya paling sedikit harus punya ijasah sarjana muda.
T : Ya, benar.
G : 2. Calon suami saya harus orang yang matang, artinya tidak seperti kanak-kanak lagi yang mboseni.
T : Okey.
G : 3. Calon suami saya harus seorang yang tak punya cacat luar dan dalam, artinya cacat yang bisa merusak kebahagiaan rumah tangga.
4. Calon suami saya harus orang yang bebas, artinya tak punya isteri, baik yang terang maupun yang gelap.
T : Tentu, nona. Tentu, tentu.
G : Itu semua rasanya penting tuan ketahui, mengingat banyak sekarang yang menipu kesana-kemari.
T : Saya paham, nona. Dan kalau tak salah, ada syarat tentang penghasilan dan gaji.
G : Ya itu bisa dirundingkan berdamai.
T : Bagaimana kalau calon suami nona punya penghasilan Rp.5.000,- sebulan?
G : Wah, wah. Itu Cuma sedikit tuan! Kenapa mau dilepaskan? Tapi baiklah , itu saya terima, asal tidak terlalu banyak menyakiti hati saya.
(KESAMPING) Barang sudah di tangan.
T : Siapa pula mau menyakiti hati nona yag manis ini?
G : Aha, jangan mulai merayu cara film Malaya, tuan.
T : Toh, pembicaraan kita belum tentu jadi.
G : (KESAMPING) Ya tuan, pembicaraan ini harus jadi. Sudah terlampau sepi dunia ini.
T : Menurut pandangan saya, pembicaraan kita ini sudah hampir mencapai persesuaian faham, sebab banyak hal yang bisa kita terima bersama. Sekarang menginjak pelaksanaan perkawinan, nona.
G : Ya, bagaimana?
T : Siapa yang menanggung segala ongkosnya?
G : Wahai, tentu saja pihak laki-laki, tuan.
T : Bagaimana kalau kompromi?
G : Maksud tuan bagaimana?
T : Anu ... fifty-fifty, nona?
G : Kalau terpaksa benar baiknya. Tapi ingat tuan, perkawinan hanya berlangsung hari Rabu dan Sabtu sore. Hari-hari lain penuh!
T : Itu terserah. Masing-masing berangkat sendiri-sendiri dari rumah, kembali ke kota, dan di sana menandatangani surat kawin. Begitu?
G : Yak, dan masing-masing harus membawa saksi yang akan menjamin kebenaran syarat-syarat yang ditetapkan tadi.
T : Dan saksi tersebut harus juga mau bersumpah di depan polisi dan memberi jaminan tentang kedua bakal pengantin. Kalau seorang tak memenuhi syarat, misalnya nona, maka polisi berhak turut campur tangan dalam hal ini. Nona bisa masuk bui lantaran terbukti memalsukan kenyataan.
G : Kenapa menyangkut polisi, tuan. Saya takut pada polisi. (BERDIRI)
T : Ini syarat mutlak, nona. Apa nona curang? Kalau tak curang kenapa mesti takut sama polisi?
G : (KESAMPING) Polisi, polisi! Perkawinan di bawah pengawasan polisi. Ngeri juga rasanya tapi bagaimana lagi.
(KERAS) Saya tidak curang , tuan. Tapi kalu polisi turut campur, saya gemetar juga.
T : Apa sebaiknya batal saja perkawinan ini?
G : Batal? Ah,tidak tuan! Saya menerima.
T : Nah, sekarang tinggal satu persoalan yang terakhir tapi yang paling penting, ialah persen untuk penghubung.
G : Persen untuk penghubung? Bagaimana maksud tuan?
T : Seorang penghubung dalam soal-soal perkawinan tentunya mendapat tegen prestasi untuk jasa-jasanya, nona. Dan uang itu harus dipastikan jumlahnya sekarang.
G : Lho, kan tak ada penghubung dalam persoalan kita ini. Saya butuh seorang suami, dan tuan datang kemari melamar saya, dan saya telah menerimanya. Itu beres sudah.
T : Nona salah tafsir rupa-rupanya.
G : Salah tafsir bagaiman, tuan. Syarat kita masing-masing sudah dipenuhi. Tuan rupa-rupanya cinta kepada saya, dan saya pun sudah berhasil mencintai tuan, tadi. Apalagi? Apa barangkali ada seorang di belakang tuan yang menghubungkan kita?
T : Nona salah tafsir. Dan justru pada hal yang penting, nona salah tafsir.
G : Bagaimana ini? (DUDUK)
T : Nona kira bahwa saya datang buat melamar nona?
G : Lantas buat apalagi?
T : Benar. Tapi bukan saya sendiri yang bakal mengawini nona, saya cuma seorang makelar.
G : Makelar! Ya, Tuhan, jadi tuan cuma makelar? Jadi ada orang di belakang tuan yang akan mengawini saya? Tapi kenapa dia tidak datang sendiri? Saya belum bisa menentukan kalau begitu, jangan-jangan dia seperti drakula.
(KE SAMPING) Ya Tuhan, hancur segala mimpiku sekarang.
T : Nona sudah mengajukan syarat-syarat, dan syarat-syarat itu sudah terpenuhi. Itu beres kan? Nona minta apa lagi?
G : Tapi kenapa dia tidak datang sendiri?
T : Hari ini dia ke Rumah sakit, sedang nona hanya bisa menerima tamu pada hari Rabu saja. Jadi terpaksa harus saya yang melamarkan dia. Tapi minggu depan katanya sudah bisa melaksanakan perkawinan.
G : Tapi bagaimana kira-kira dia tampangnya tuan?
T : Oh, nona jagan kawatir. Pokoknya syarat-syarat yang nona sodorkan semua sudah dia penuhi. Ia seorang yang jauh lebih baik dari apa yang nona sangkakan. Ia seorang yang sudah banyak pengalaman dan alim, pernah ke luar negeri, meskipun cuma sebentar, nona. Dan dia dari keluarga alim.
Dan yang terpenting, dia telah jatuh cinta begitu pertama kali melihat gambar nona. Ia sungguh jatuh cinta sehingga mau menyerahkan jiwa raga buat mendapatkan nona.
G : Tapi saya belum pernah sekalipun melihat dia, bagaimana bisa mencintainya?!
T : Tanpa tetapi, nona. Nona segera jatuh cinta pada lelaki itu, pada pandang pertama. Tentu.
G : Apakah kau bisa menjamin?
T : Tentu, nona jangan kawatir. Saya mau memberi jaminan asal nona mau saja.
Dia orang alim yang mau hidup sedehana. Yang penting ialah, ia telah jatuh cinta pada nona. Nona ayu, sekarang sukar mencari orang yang jatuh cinta.
G : Baiklah tuan, untuk sementara saya mau menerimanya, tapi kalau syaratnya tak terpenuhi, dia bisa masuk bui.
T : Nah, begitu bagus. Jangan nona meragukan kwalitet saya sebagai makelar. (MELIHAT JAM) Hei,sudah jam 10 sekarang saya mesti buru-buru pergi, nona. Ada urusan makelar lain yang mesti saya rampungkan sebelum jam tugas nanti. Jadi nona, pokoknya sudah setuju dan persoalan-persoalan selanjutnya saya telpon saja.
G : Terserah tuan saja, asal tuan yang menanggung calon suami saya itu.
T : Jangan takut nona. Oh ya, jangan lupa menulis surat pernyataan kepada surat kabar dan biro-biro perkawinan itu, bahwa lowongan sudah terisi. Ini perlu nona. Toh nona tak mau punya suami dua orang.
G : Akan saya telpon kantor-kantor itu dengan segera.
T : (BANGKIT) Selamat pagi nona maaf saya agak tergesa-gesa. Jangan lupa segala-galanya nona.
G : Selamat pagi, tuan. (TAMU KELUAR)
Ya Tuhan saya akan segera kawin. Tapi dengan seorang belum saya pernah kenal. Aduuuuh nasib! Tapi biarlah, aku akan kawin. Itu adalah suatu kebahagiaan yang cukup buat saya dalam kesunyian ini. Wahai hari Rabu yang gilang gemilang. Aku akan kawin.
T : (TERGESA-GESA MASUK LAGI) Maaf nona, ada kelupaan sedikit.
G : Ada apa, tuan?
T : Tadi sudah diputuskan berapa nona harus bayar pada saya? Tarip saya adalah Rp.5.000,- untuk setiap perkawinan yang berhasil saya rancangkan.
G : Rp.5.000,-? Apa tidak bisa kurang, tuan? Saya sedang krisis.
T : Tak ada tawar menawar, nona!
G : Bagaimana kalau saya bayar separuh dulu!
(TAMU MENGELUARKAN KWITANSI DAN GADIS MASUK MENGAMBIL UANG, TERUS KELUAR LAGI)
(SETELAH MENANDATANGANI TERUS BERKEMAS).
T : Bisa juga! (TELAH MENANDATANGANI, TERUS BERKEMAS) Terima kasih nona, yang lain besok kalau perkawinan sudah berlangsung.
G : Stop dulu, tuan!
T : Ada apa? (BERDIRI DI PINTU)
G : Kira-kira berapa umur bakal suami saya itu?
T : Ah, saya lupa tepatnya. Tapi kira-kira seperti gambar yang ada di atas meja nona itu. Aahhh, itu. Selamat pagi, nona. (CEPAT-CEPAT KELUAR)
G : (TERKEJUT) Seperti gambar itu? (MEMEGANG GAMBAR) Tapi ini gambar ayahku. Gambar almarhum ayahku. Jadi aku mesti kawin dengan orang setua ayah? Ah, tidak masuk akal rasanya. Jaman dulu ada pepatah: tua-tua kelapa, makin tua ... ... Ya Tuhan, saya akan kawin dengan orang yang seumur ayahku sendiri? Tapi semuanya sudah disetujui. Dan lagi aku memang sudah pengen berumah tangga.
(PENGUNG MASUK)
P : Ada apa nona, sudah pergi tamu tadi?
G : Sudah, anu ... Ngung, aku mau kawin. Dan kalu jadi nanti, kau terpaksa harus keluar. Sebab tentunya sebagian kerjamu sudah bisa dikerjakan oleh bakal suamiku. Sediakan sekedar makanan, malam ini, untuk pesta kecil antara kau dan aku. Kita rayakan hari Rabu yang bahagia ini dengan sekedar ramai-ramai berdua. Kau harus turut berbahagia pula, Ngung.Ya Tuhan aku akan kawin. (KELUAR)
P : Ini tahun 2010. Ingat, tuan-tuan serta nona-nona dan nyonya-nyonya, berdua. Semua mengalami kemajuan. 50 tahun jaraknya dari jaman tuan-tuan sekalian. Semua serba praktis, dan cinta pula bisa selesai praktis, tuan tak bisa lagi mendengar bisik-bisik di tempat gelap, atau bergandeng tangan sambil berjalan. Tak ada lagi saling cubit mencubit atau sentuh-sentuhan mesra diantara dua orang kekasih. Tak cium-cium dalam gelap. Tak ada lagi.
Hal-hal tersebut sudah dilindas oleh sejarah, jaman menghendaki hal-hal lebih praktis, tak ada hal-hal nampak lucu.
Jaman sudah berubah, tuan-tuan. Jaman sudah berubah dan akan selalu berubah.
Para hadirin sekalian, selamat malam.
L a y a r T u r u n