kegelisahan seorang santri (belajar langsung dari Al Qur'an Hadist)

Dulu ketika mondok sa'at belajar ilmu nahwu yang pertama saya kaji adalah kitab Jurmiah . Ngaji kitab jurmiah selama 2 tahun, Dari mulai kelas 4 btida sampe kelas 5. Setelah naik kelas 6 barulah ngaji kitab Muhtasor Jidan kitab yang masih mengajarkan ilmu nahwu , Naik kelas 1 sanawi ganti ngaji Kitab Imrithi , sebuah kitab nadzoman yang juga masih menerangkan tentang ilmu Nahwu , naik lagi kelas 2 sanawi barulah ngaji Kitab Alfiah Ibnu Malik...
Ini baru dalam ilmu Alat,,,butuh waktu yang tak sedikit,tapi sampe taunan
Dulu smpat bertanya" ...
Kenapa dalam mengaji Ilmu nahwu kok ga langsung ngaji Kitab Alfiah saja, tapi harus ngaji kitab Jurmiah, Muhtasor Jiddan ,Amrithi baru Alfiah...
Ternyata stelah ngaji Alfiah baru ketemu jawabanya,,
Akan sangat sulit memahami isi Kitab Alfiah kalo kita tidak belajar dulu kitab Nahwu lainya,, bahkan bisa pemahaman yang di dapat akan salah kaprah .
ini baru dalam hal Ilmu Nahwu lo,
Belum dalam Ilmu fiqih,Ilmu Hadis Dan Al Qur'an,
Semua ada tahapan masing",,,
Bahkan dulu saya dan teman" di pondok belajar membaca Surat Al Fatihah saja. ± sampe 1 tahun ,ini baru belajar membaca belum tafsir dan lainya
Jadi lucu kalo anak" sekarang hanya mau Belajar Langsung Dari Al Qur'an dan Hadis. Kalo seandainya ayat-ayat suci adalah buliran padi, maka perlunya alat-alat untuk memproses bulira-buliran padi tersebut menjadi beras hingga menjadi nasi yang siap Saji adalah sebuah keniscayaan. itulah mengapa kyai-kyai terdahulu lebih mengutamakan NGAJI ILMU ALAT terlebih dahulu sebelum kemudian mengupas kandungan Al Qur'an. Apalah guna punya sebutir kelapa jika tidak tahu bagaimana memeras santannya.
Adanya Ulama menulis kitab" seperti Asymawi,Minahus Saniyah ,Bahjatul Wasa'I'll, Minhajul Abidin ,Bajuri Sanusiyah
Minhajul Qowim ,Busyrol Karim ,Minhajuth Tholibin
,Da`watut Tammah,Mukhtashor Syafi ,Daqo'iqul Akhbar ,Mukhtasor Jiddan ,Fathul Majid ,Mutamimah
,Fathul Mu'in ,Naso'ihud Diniyah ,Fathush Shomad
,Naso'ihul Ibad ,Fawakih Janiyyah, Nuruzh Zholam Ghoyatul Wusul ,Qishshotul Mi'raj ,Hikam ,Qothrul Ghoits ,Hillul Ma'qud / Yaqulu
,Qurtubi ,Ibnu Aqil ,Risalatul Mu'awanah,
Idhohul Mubham ,Riyadhul Badi'ah ,Imrithi / Fathu Robbil Bariyyah ,Rohbiyyah ,Irsyadul Ibad ,Sulam Munajah ,Jauhar Maknun ,Sulam Taufiq ,Jauhar Tauhid
,Kailani ,Tajul Muluk ,Khomsu Rosa'I'll ,Ta'limul Muta'allim ,Khozinatul Asror ,Talkhishul Asas ,Kifayatul Atqiya ,Tanbihul Mughtarrin ,Kifayatul Awam ,Tanqihul Qoul ,Lato'iful Isyarot ,Targhibul Musytaqin ,Luma' ,Tashil Nailil Amani ,Madarijush Shu'ud ,Tuhfatul Ahbab ,Majalisus Saniyah
Tuhfatut Thullab ,Maroqil Ubudiyah ,Uqudul Juman
,Usfuriyah ,Miftahul Jannah ,Waroqot ,Akhlak lil Banin
Amtsilah Tashrifiyah
, dll ,,itu adalah bentuk kasih sayang Ulama" kepada Umat.Para ulama seakan-akan telah menghidangkan ‘makanan siap saji’ yang siap disantap oleh umat tanpa repot-repot meracik atau memasaknya terlebih dahulu, sebab para ulama tahu bahwa kemampuan meracik atau memasak itu tidak dimiliki setiap orang. Inilah yang disebut sebagai ulama ‘warasatul anbiya.
Saat ada golongan tertentu mengajak umat untuk tidak menikmati hidangan para ulama, lalu mengalihkan mereka untuk langsung merujuk kepada al-Qur'an dan Sunnah dengan dalih pemurnian agama dari pencemaran ‘pendapat’ manusia (ulama) yang tidak memiliki otoritas untuk menetapkan syari'at, berarti sama saja dengan menyuruh orang lapar untuk membuang hidangan yang siap disantapnya, lalu menyuruhnya dari awal untuk menanam padi.
Oleh Ustadz Abdu L Wahab
sumber : https://www.facebook.com/ceritaparawali/posts/913132585468012