Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam
proses penggarapan karya tari antara lain sebagai berikut.
1. Eksplorasi
Aktivitas berpikir, berimajinasi, mencoba
merasakan, dan merespon suatu objek untuk dijadikan bahan dalam karya tari,
merupakan bentuk dari eksplorasi atau penjajagan. Ekplorasi berperan penting
agar proses kreatif melahirkan sebuah karya tari dapat terwujud secara maksimal.
Pada langkah ekplorasi biasanya terbentuk karena adanya rangsang awal yang
ditangkap oleh panca indera. Melalui rangsang inilah secara sederhana praktik
menata tari dapat dilakukan dan akan mewujudkan proses kreatif yang cenderung
orisinal dari karya tari yang dibuat. Adapun rangsang dapat diartikan sebagai
sesuatu yang dapat membangkitkan pikir, semangat, dan mendorong terjadinya
suatu kegiatan. Dalam menata tari, rangsang dapat berupa auditif, visual,
gagasan, rabaan atau kinestetik. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai
berikut.
a. Rangsang
Dengar (Auditif)
Suara instrumen musik (gendang, seruling,
gamelan, dan yang lainnya), suara manusia (nyanyian, puisi, tangisan, dan yang
lainnya), suara alam atau lingkungan (gemuruh ombak, angin, kicauan burung, dan
yang lainnya) seringkali menarik dan menjadi rangsang dinamis tari. Suasana,
karakter, ritme, dan atmosfir tari dapat disusun dalam struktur tertentu oleh
rangsang tersebut, tetapi terkadang tari dapat hadir meskipun tanpa suara
iringan.
Misalnya dengan rangsang puisi, penata tari
harus mampu menafsirkan semua kata yang ada melalui gerak dan dituangkan dengan
caranya sendiri sesuai selera estetisnya, atau dapat pula sebagai penekanan
gerak dalam memberikan makna diambil intisari yang ada dari puisi tersebut.
Musik pengiring tari berpengaruh terhadap suasana yang dimunculkan, gaya tari
yang disajikan, panjang dan lamanya tarian, proses pembabakan, intensitas, dan
bentuk keseluruhan penyajian. Dengan demikian, musik sebenarnya memiliki
struktur kerangka kerja untuk tari dalam bentuk penyajiannya, sehingga keduanya
merupakan satu kesatuan yang utuh untuk menyampaikan gagasan atau tujuan yang
hendak disampaikan. Oleh karena itu, jika penata tari berkolaborasi Dengan
penata musik, dibutuhkan saling pengertian satu sama lain agar tercipta keharmonisan
karya yang dibuat bersama.
b. Rangsang
Visual
Rangsang visual muncul karena panca indera yang
berupa mata menangkap berbagai hal yang menarik untuk diungkapkan dalam bentuk gerak
tari. Rangsang visual ini dapat timbul dari objek gambar, warna, wujud, patung,
garis atau pola, dan lain-lain. Seorang penata tari melalui gambaran visual
tersebut dapat mengambil gagasan/konsep yang ada di balik hasil penglihatannya
dan dengan segera mampu bereksplorasi menciptakan gerak tarian yang diinginkan.
Tentu saja hal ini memerlukan kecermatan dan interpretasi dalam menuangkan
gagasan/konsep sebagaimana rangsang visual tadi dan jika dipandang perlu
asosiasi dapat diwujudkan pula tanpa harus persis dengan yang dilihatnya. Penata
tari memiliki kebebasan dalam menuangkan gagasan dari rangsang visual ini,
sehingga tari yang dibuat dapat berdiri sendiri tanpa adanya rangsangan lain
dan karya tari seyogyanya harus tercipta orisinalitas yang jelas tanpa ada
kesan karya tiruan. Oleh karena itu, ketajaman mata seorang penata tari begitu
berharga dan menjadi salah satu sumber inspirasi yang utama.
c. Rangsang
Kinestetik
Rangsang kinetik merupakan hal yang biasa, bahwa
tari dapat jadi disusun berdasarkan gerak itu sendiri, yang dalam arti lain
gerak atau frase gerak tertentu berdasarkan fungsi sebagai rangsang kinestetik,
sehingga tari tercipta tidak dimaksudkan dalam fungsi komunikatif melainkan
sifat alami yang terdapat pada gerak itu sendiri. Namun demikian, gaya maupun
kedinamisan gerak dan pola serta bentuknya dapat digunakan dan dikembangkan
untuk membentuk tari sebagai pertunjukan. Selain itu, tari dapat pula berdasar
kepada rangsang peraba sebagai bagian dari kinestetik yang dapat menghasilkan
respons dan kemudian menjadi motivasi untuk menari. Misalnya saja, kerasnya
batu yang dipegang dapat memberikan kesan kasar yang dapat dipakai oleh penata
tari sebagai sumber gerak dalam tarian yang akan dibuatnya.
d. Rangsang
Gagasan (Idesional)
Rangsang gagasan adalah rangsang yang seringkali
digunakan penata tari dalam membuat karyanya. Untuk menyampaikan gagasan atau
cerita yang akan disajikan, biasanya gerak dirangsang dan dibentuk dengan
kapasitas kemampuan penata tari. Seandainya gagasan yang akan disajikan berupa kelembutan
dan keanggunan seorang putri kerajaan, maka pilihan penata tari akan terbatas
pada gerak yang memberikan kesan seperti itu. Contoh lain apabila ingin membuat
karya tari yang gagasannya menceritakan keadaan di taman, maka seorang penata
tari dapat mengekspresikan gerak bunga, kupukupu, capung, dan bentuk-bentuk
lainnya sehingga suasana ditaman dapat ditangkap penikmatnya. Oleh sebab itu,
kerangka kerja untuk menciptakan tari adalah sebuah konsep yang jelas dan
matang, pada prosesnya harus digambarkan secara berurutan sesuai cerita dan
kejadian yang menjadi tujuan karya tari tersebut. Jadi rangsang gagasan
memiliki peranan penting bagi seorang penata tari, yaitu sebagai dasar motivasi
dalam membuat karya yang orisinal.
Eksplorasi dapat dilakukan dengan cara atau
teknik yang bermacam-macam, seperti eksplorasi melalui lingkungan alam yaitu
dengan memerhatikan alam sekitar kita yang terdapat gunung, sungai, laut,
hutan, danau, dan sebagainya, kemudian dijadikan media untuk menumbuhkan karya
tari. Mengamati hutan tentunya akan terdapat pohon-pohon yang tumbuh, dapat
jadi kita memulai dengan membuat gerak-gerak pohon ketika tertiup angin,
tumbang, dan yang lainnya. Eksplorasi melalui binatang dapat dilakukan dengan
cara mengamati wujud, jenis, tingkah laku, suara, fungsi, dan kegunaannya dalam
kehidupan. Dalam penjajagan awal dimungkinkan kita mencoba melakukan bagaimana binatang
itu berjalan, terbang, makan, menerkam, dan sebagainya. Sudah barang tentu
gerak-gerak tari yang muncul seakan-akan meniru binatang yang menjadi objek pengamatan.
Selanjutnya eksplorasi dapat melalui buku cerita atau dongeng yang telah banyak
diketahui anak-anak, dan nyatanya amat beragam baik bentuknya, temanya,
fungsinya, maupun medianya. Sebagai contoh dapat diangkat dari buku cerita yang
berakar dari budaya Indonesia sendiri, seperti kepahlawanan Pangerang
Diponegoro, cerita legenda Sangkuriang, dongeng Ande-Ande Lumut, dan lain-lain
atau bersumber dari cerita mancanegara seperti Cinderela, Pinokio, Putri Salju,
dan sebagainya.
2. Stilisasi dan
Seleksi Gerak
Dalam berkarya tari tentunya memerlukan
bentuk-bentuk baru dari suatu gerak, oleh karenanya hasil dari eksplorasi dan
improvisasi perlu diubah atau diperhalus dengan proses pengembangan. Adapun
proses pengembangan dapat dilakukan dengan cara mengubah volume gerak, level,
kesan, ragam gerak, struktur, dan elemen lainnya. Untuk mendapatkan bentuk baru
dari pengembangan gerak yang diharapkan memerlukan kecermatan dan uji coba
yang terus-menerus, berdasarkan kreativitas dari
gerak tubuh yang terkecil sampai pada totalitas gerak tubuh sepenuhnya. Upaya
koreksi terhadap alur gerak dari awal sampai akhir perlu terus ditinjau ulang,
sehingga keberlangsungan gerak dapat terwujud dengan rapih. Proses penghalusan,
memberikan kesan indah dari suatu gerak biasanya disebut stilisasi.
Selanjutnya setelah proses pembentukan gerak,
dilakukan pemilihan gerak yang sesuai dengan ide. Pada tahap ini kegiatan
memilih dan memilah gerak-gerak yang sudah diolah diseleksi kembali untuk
disesuaikan dengan ide garapan. Pemilihan gerak setidak-tidaknya dapat
digunakan seefektif mungkin, sehingga mempunyai kualitas yang mantap dari karya
yang akan dibuat.
3. Proses Penggabungan
Gerak dan Iringan Musik
Proses penggabungan gerak-gerak yang sudah
dievaluasi menjadi kesatuan yang utuh dan siap untuk diajarkan pada para penari
yang telah diseleksi. Selain itu penggabungan antara gerak dengan musik
dilakukan pula sesuai dengan karakter dan atau suasana yang dibutuhkan oleh
gerak tari.
Dengan demikian karya tari yang dibuat tidak
terkesan sepotong-sepotong dan terpisah-pisah.
Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran,
diharapkan siswa memiliki kompetensi sebagai berikut.
a. Mampu memahami pengertian improvisasi gerak
dalam tari.
b. Mampu mengetahui konsep improvisasi gerak
dalam tari.
c. Mampu mengidentifikasi ciri-ciri gerak
improvisasi gerak dalam tari.
d. Mampu mengomunikasikan cara dalam melakukan
teknik gerak improvisasi melalui gerak sederhana.
e. Mampu membedakan atau membandingkan beberapa
ragam gerak improvisasi dalam tari menurut sumber gagasan geraknya.
f. Mampu memperagakan beberapa gerak improvisasi
dalam tari.
Kegiatan yang masih berkaitan dengan eksplorasi
adalah improvisasi yang memiliki ciri khas menampilkan gerakan-gerakan spontan
hasil dari mengolah gerak-gerak secara kebetulan dan diproses untuk
pengembangan kemampuan refleksi tubuh. Walaupun improvisasi lebih bersifat
kemampuan pribadi yang kreatif, dalam praktiknya dapat dipelajari dan
dimunculkan menjadi sebuah karya tari, sehingga dapat menghadirkan suatu
kesadaran baru dari ekspresi gerak dan pengalaman-pengalaman yang pernah
dipelajari sebelumnya. Improvisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara,
tentunya diupayakan secara bertahap, misalnya mulailah dengan gerak-gerak
sederhana dari setiap anggota badan. Dari bagian tangan, kaki, kepala,
pinggang, dan badan, selanjutnya dikembangkan melakukan gerak-gerak tersebut
hanya di tempat saja, kemudian berpindah sedikit demi sedikit, terus
bergeraklah mengisi aspek ruang yang meliputi arah hadap, tempo, level, dan
ritmenya. Setelah itu, cobalah untuk mulai mendengarkan musik sebagai rangsang
dengar dan meresponnya dengan cara mengisi gerak-gerak yang dibuat secara
spontan. Ada baiknya bekerja sama dengan teman, saling mengisi, saling
membetulkan, saling merasakan sentuhan satu sama lain melalui improvisasi yang
sederhana sampai yang paling rumit.
Untuk kelanjutannya cobalah melakukan
improvisasi dengan menggunakan properti atau alat, baik yang digunakan di badan
seperti selendang, keris, rok/kain panjang, rambut yang tergerai panjang,
gelang-gelang tangan, topi yang dipakai maupun properti atau alat yang bukan
bagian dari busana seperti kipas, tongkat, kursi, golok, saputangan, dan lain
sebagainya. Cara menggunakan properti atau alat, sebaiknya dilakukan secara
bertahap pula, yaitu mulai dengan mengenali alat yang akan digunakan dengan
berbagai kemungkinan yang akan dilakukan, sehingga alat dapat maksimal
digunakan tidak menghambat proses berkarya.
Selanjutnya mulailah bergerak dengan menggunakan
motif-motif gerak yang sederhana, bergerak berpindah tempat, dan mencoba untuk
saling merespon dengan teman agar properti nampak lebih variatif. Sudah barang tentu
properti memiliki fungsi yang banyak, dapat memberikan suasana atau gambaran
karya dapat juga sebagai senjata yang dapat difungsikan sesuai karakteristik
dan kegunaannya, bahkan sebaiknya juga mencari kemungkinankemungkinan lain dari
properti tersebut. Kain yang panjang dan lebar dapat menggambarkan angin atau
lautan, kentongan dan rebana dapat membantu dan menjadi bagian dari keindahan
gerak dan iringan musik. Artinya, apapun dapat menjadi bagian dari proses
berkarya tari, termasuk berimprovisasi melalui cara bermain peran dari sebuah
cerita, melalui suara lingkungan, dan melalui suara musik itu sendiri.
Kekuatan utama untuk menyampaikan pesan dalam
sebuah garapan seni tari adalah melalui bahasa gerak. Kekuatan gerak ini yang
semestinya mampu menggetarkan perasaan jiwa para apresiator dalam memaknai
pesan yang ingin disampaikan sang koregrafer melalui garapannya. Meskipun tidak
semua gerak yang disajikan memiliki makna dan nilai, tetapi sebagian besar
gerak yang ditampilkan dalam garapan akan dieksplorasi dan dibentuk untuk
memiliki nilai dan arti sehingga pesan yang ingin disampaikan dapat
terkomunikasikan pada penonton. Simbol pertunjukan lain yang disajikan dalam
garapan ini adalah dengan hadirnya media kursi dan meja sebagai bagian dari
latar (setting) dan properti pertunjukan untuk membantu
mengungkap pesan yang ingin disampaikan dalam garapan ini.