a. Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudera Pasai yang terletak di pesisir timur laut Aceh, kabupaten Lhok Seumawe atau Aceh Utara sekarang. Lahirnya kerajaan Islam yang pertama di Indonesia itu diperkirakan mulai awal atau pertengahan abad ke-13 M. Sebagaimana diketahui proses dakwah Islam di daerah-daerah pantai terjadi sejak abad ke-7 M. Kawasan Aceh yang strategis dan berada di pintu masuk Selat Malaka menjadikan Aceh sebagai tempat pertemuan para pedagang dari berbagai daerah di Nusantara dan para pedagang dari luar negeri, khususnya para pedagang Islam. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau pengaruh Islam sangat kuat di Aceh dan diwujudkan dalam bentuk munculnya kerajaan Islam Samudra Pasai.
Salah satu bukti berdirinya kerajaan Samudera Pasai adalah adanya nisan kubur terbuat dari granit asal Samudera Pasai. Dari nisan itu dapat diketahui bahwa raja pertama Samudera Pasai, Sultan Malik Al- Saleh meninggal pada bulan Ramadan tahun 696 H yang diperkirakan bertepatan dengan tahun 1297 M.
Pada tahun 1521 M kerajaan ini ditaklukkan oleh Portugis. Selanjutnya kerajaan Samudera Pasai mulai mundur dan berada dibawah kekuasaan Kerajaan Aceh. Kerajaan Samudera Pasai berakhir pada tahun 1524 M.
b. Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh terletak di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Kabupaten Aceh Besar. Nama Aceh menanjak dengan cepat pada abad ke-17. Sejak itu seluruh Aceh berada di bawah naungan Aceh Besar yang berpusat di Kutaraja. Sultan pertama yang memerintah dan sekaligus sebagai pendiri Kerajaan Aceh adalah Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528 M). Ali Mughayat Syah meluaskan wilayah kekuasaannya ke daerah Pidie yang bekerja sama dengan Portugis, kemudian ke Pasai pada tahun 1524 M. Dengan kemenangannya terhadap dua kerajaan tersebut, Aceh dengan mudah melebarkan kekuasaannya ke Sumatera Timur.
Peletak dasar kebesaran kerajaan Aceh adalah Sultan Alauddin Riayat Syah yang bergelar Al-Qahar. Berbeda dengan Sultan Ali Mughayat Syah yang bekerja sama dengan Portugis, Sultan Alauddin Riayat Syah justru berusaha melawan Portugis. Dalam menghadapi tentara Portugis, ia menjalin hubungan persahabatan dengan kerajaan Turki Usmani dan kerajaan-kerajaan Islam lain di Indonesia.
Pada masa pemerintahan Iskandar Muda, kerajaan Aceh mencapai puncak kekuasaannya. Bandar Aceh dibuka menjadi pelabuhan internasional dengan jaminan pengamanan gangguan laut dari kapal perang Portugis. Penaklukan demi penaklukan tidak hanya dilakukan terhadap tanah Aceh dan sekitarnya, melainkan juga meluas jauh ke luar Aceh. Ini menjadikan kekuasaan Aceh membentang dari daerah Deli sampai dengan Semenanjung Malaka. Pada masanya Aceh menguasai seluruh pelabuhan di pesisir Timur dan Barat Sumatera. Namun, usaha Aceh untuk menguasai Malaka yang diduduki oleh Portugis berulang kali mengalami kegagalan. Bahkan untuk mengalahkan Portugis, Sultan bekerja sama dengan musuh Portugis yaitu Belanda dan Inggris.
Pada masa Sultan Iskandar Muda itulah disusun suatu undang-undang tentang tata pemerintahan yang disebut Adat Makuta Alam. Sultan Iskandar Muda wafat pada tahun 1636 M dan digantikan oleh menantunya, yaitu Sultan Iskandar Tsani (1636-1641 M). Masa pemerintahannya tidak lama karena ia tidak memiliki kepribadian dan kecakapan yang kuat seperti Sultan Iskandar Muda. Penggantinya adalah permaisurinya sendiri, yaitu putri Sultan Iskandar Muda yang bernama Sya!atu’ddin.Sejak Sultan Iskandar Muda wafat, Aceh terus menerus mengalami kemunduran.
c. Kerajaan Demak
Kerajaan Demak terletak di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Kerajaan ini merupakan kerajaan Islam pertama dan terbesar di pesisir utara Jawa. Wilayah Demak sebelumnya merupakan kadipaten dari kerajaan Majapahit. Kerajaan ini tercatat menjadi pelopor penyebaran agama Islam di pulau Jawa dan Nusantara.
Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1478 M. Beliau merupakan putra Prabu Kertabumi, seorang raja Majapahit. Setelah tahta ayahnya jatuh ke tangan Girindra Wardhana dari Keling (Daha) dan Demak menjadi terancam, terjadilah peperangan antara Demak dan Majapahit yang dipimpin oleh Girindra Wardhana dan keturunannya, Prabu Udara, hingga tahun 1518 M. Majapahit mengalami kekalahan dan pusat kekuasaan bergeser ke Demak.
Sejak itu Demak berkembang menjadi besar dan menguasai jalur perdagangan di Nusantara. Wilayah kekuasaan Demak cukup luas, meliputi daerah sepanjang pantai utara Pulau Jawa, sedangkan daerah pengaruhnya sampai ke Palembang, Jambi, Banjar dan Maluku.
Pada tahun 1518 M Raden Patah digantikan oleh putranya yang bernama Pati Unus. Sebelum menduduki tahta, Pati Unus pernah memimpin armada laut Demak dalam menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1513 M. Namun, penyerangan itu gagal. Sekembalinya dari Malaka ia mendapat gelar Pangeran Sabrang Lor. Setelah Pati Unus naik tahta, ia tidak mencoba lagi menyerang Malaka. Ia tetap memperkuat pertahanan lautnya agar Portugis tidak masuk ke Jawa. Sikap permusuhan Demak terhadap Portugis ternyata sangat merugikan Portugis dan Bandar Malaka karena Demak tidak lagi mengirimkan barang-barang dagangannya ke Malaka. Para pedagang dari negara lain juga enggan datang berdagang ke Bandar Malaka.
Kekuasaan Kerajaan Demak berakhir pada tahun 1568 M. Joko Tingkir memindahkan pusat pemerintahan dari Demak ke Pajang, dan di sana ia mendirikan Kerajaan Pajang.
d. Kerajaan Pajang (1568-1586)
Kerajaan Pajang adalah penerus dari kerajaan Demak. Kesultanan yang terletak di daerah Kartasura sekarang itu merupakan kerajaan Islam pertama yang terletak di daerah pedalaman pulau Jawa. Sultan atau raja pertama kesultanan ini adalah Jaka Tingkir yang berasal dari Pengging, di lereng Gunung Merapi. Jaka Tingkir bergelar Sultan Hadiwijaya. Kedudukannya yang disahkan oleh Sunan Giri, segera mendapat pengakuan dari adipati di seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur. Demak kemudian hanya menjadi kadipaten yang dipimpin oleh Arya Pangiri, putra Sunan Prawoto.
Pada waktu Sultan Hadiwijaya berkuasa di Pajang, Ki Ageng Pemanahan diangkat menjadi bupati di Mataram (sekitar Kota Gede Yogyakarta) sebagai imbalan atas keberhasilannya menumpas Aria Penangsang. Sutawijaya putra Ki Ageng Pemanahan diambil anak angkat oleh Sultan Hadiwijaya. Setelah Ki Ageng Pemanahan wafat pada tahun 1575 M, Sutawijaya diangkat menjadi bupati di Mataram, yang terkenal dengan nama Panembahan Senopati. Ternyata ia tidak puas menjadi bupati. Ia ingin menjadi raja yang menguasai seluruh Jawa. Ia mulai memperkuat sistem pertahanan Mataram, baik dalam jumlah, kualitas prajurit maupun persenjataannya. Hadiwijaya yang mengetahui hal itu segera mengirimkan pasukannya ke Mataram.
Peperangan sengit terjadi pada tahun 1582 M. Namun, prajurit Pajang menderita kekalahan besar. Sultan Hadiwijaya menderita sakit dan akhirnya wafat. Setelah itu, terjadilah perebutan kekuasaan di antara para bangsawan.
Pangeran Pangiri (menantu Hadiwijaya yang menjabat Bupati Demak) datang menyerbu Pajang untuk merebut tahta. Hal itu ditentang keras olah para bangsawan Pajang yang bekerja sama dengan Sutawijaya dari Mataram. Akhimya, Pangeran Pangiri beserta pengikutnya dapat dikalahkan dan diusir dari Pajang.
Setelah suasana aman, Pangeran Benowo (putra Hadiwijaya) menyerahkan tahta kepada Sutawijaya. Sutawijaya kemudian memindahkan pusat pemerintahannya ke Mataram (1586 M.). Sejak itu berdirilah Kerajaan Mataram. Pusat Kerajaan ini terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede. Sutawijaya kemudian bergelar Panembahan Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama, sedangkan Pangeran Benowo diangkat menjadi bupati Pajang.
e. Kerajaan Mataram Islam (abad 17-19)
Kerajaan Mataram Islam berdiri pada tahun 1586 dan raja pertamanya adalah Sutawijaya yang bergelar “Senapati Ingalaga Sayidin Panatagama” artinya Panglima Perang dan Ulama Pengatur Kehidupan Beragama. Pusat Kerajaan ini terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede.
Kerajaan Mataram mencapai puncak kebesarannya pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1645 M). Hal itu merupakan cerminan dari kebesaran jiwa, keberanian, keuletan, dan kecakapan serta kuatnya kepribadian Sultan Agung. Ia adalah seorang militer yang ulung, organisator yang berhasil, ahli politik, ahli sastra, ahli !lsafat, dan sangat mementingkan urusan agama. Dalam sejarah Islam, kesultanan mataram memiliki peran yang penting dalam perjalanan sejarah kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara.
Hal ini terlihat dari semangat raja-raja untuk memperluas daerah kekuasaan, dan mengislamkan para penduduk daerah kekuasaannya, hingga mengembangkan kebudayaan yang bercorak Islam di Jawa. Pada masa Sultan Agung banyak prestasi besar yang dicapai, antara lain sebagaimana berikut.
• Memperluas daerah kekuasaannya meliputi Jawa-Madura (kecuali Banten dan Batavia), Palembang, Jambi, dan Banjarmasin.
• Mengatur dan mengawasai wilayahnya yang luas itu langsung dari pemerintah pusatnya (Kota Gede).
• Melakukan kegiatan ekonomi yang bercorak agraris dan maritim. Mataram adalah pengekspor beras terbesar pada masa itu.
• Melakukan mobilisasi militer secara besar-besaran sehingga mampu menundukkan daerah-daerah sepanjang pantai utara Jawa dan mampu menyerang Belanda di Batavia sampai dua kali. Andaikata Batavia tidak dipagari tembok-tembok yang tinggi, benteng-benteng yang kuat, dan persenjataan yang modern, sudah pasti Batavia jatuh di tangan Mataram.
• Mengubah perhitungan tahun Jawa Hindu (Saka) dengan tahun Islam (Hijriah) yang berdasarkan peredaran Bulan (sejak tahun 1633 M).
• Menyusun karya sastra yang cukup terkenal, yaitu Sastra Gending dan kitab suluk. Misalnya Suluk Wujil (1607 M) yang berisi wejangan Sunan bonang kepada abdi raja majapahit yang bernama Wujil
• Menyusun kitab undang-undang baru yang merupakan perpaduan dari hukum Islam dengan adat-istiadat Jawa yang disebut Surya Alam.
f. Kerajaan Banjar
Kerajaan Banjar adalah kerajaan Islam di pulau Kalimantan, tepatnya di provinsi Kalimantan Selatan saat ini. Pusat Kerajaan Banjar yang pertama adalah daerah di sekitar Kuin Utara (Banjarmasin sekarang). Namun setelah keraton di Kuin dihancurkan oleh Belanda, pusat kerajaan dipindahkan ke Martapura. Kerajaan ini berdiri pada tahun 1526 M dengan Sultan Suriansyah (Raden Samudera) sebagai Sultan pertama. Seiring dengan berjalannya waktu, kerajaan Banjar semakin berkembang dan bertambah luas wilayahnya. Wilayah kekuasaan kerajaan Banjar meliputi Banjarmasin, Martapura, Tanah Laut, Margasari, Amandit, Alai, Marabahan, Banua Lima, serta daerah hulu sungai Barito. Wilayah kekuasaan Kerajaan Banjar semakin luas hingga ke Tanah Bumbu, Pulau Laut, Pasir, Berau, Kutai, Kotawaringin, Landak, Sukadana dan Sambas. Semua wilayah tersebut adalah wilayah kerajaan Banjar (yang apabila dilihat dari peta zaman sekarang, kerajaan Banjar menguasai hampir seluruh pulau kalimantan).
Kerajaan Banjar runtuh pada saat berakhirnya Perang Banjar pada tahun 1905M. Perang Banjar merupakan peperangan melawan Belanda. Raja terakhir adalah Sultan Muhammad Seman (1862 – 1905M). Beliau wafat pada saat melakukan pertempuran dengan Belanda di Puruk Cahu
Sumber : buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti k 13 kelas IX
Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudera Pasai yang terletak di pesisir timur laut Aceh, kabupaten Lhok Seumawe atau Aceh Utara sekarang. Lahirnya kerajaan Islam yang pertama di Indonesia itu diperkirakan mulai awal atau pertengahan abad ke-13 M. Sebagaimana diketahui proses dakwah Islam di daerah-daerah pantai terjadi sejak abad ke-7 M. Kawasan Aceh yang strategis dan berada di pintu masuk Selat Malaka menjadikan Aceh sebagai tempat pertemuan para pedagang dari berbagai daerah di Nusantara dan para pedagang dari luar negeri, khususnya para pedagang Islam. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau pengaruh Islam sangat kuat di Aceh dan diwujudkan dalam bentuk munculnya kerajaan Islam Samudra Pasai.
Salah satu bukti berdirinya kerajaan Samudera Pasai adalah adanya nisan kubur terbuat dari granit asal Samudera Pasai. Dari nisan itu dapat diketahui bahwa raja pertama Samudera Pasai, Sultan Malik Al- Saleh meninggal pada bulan Ramadan tahun 696 H yang diperkirakan bertepatan dengan tahun 1297 M.
Pada tahun 1521 M kerajaan ini ditaklukkan oleh Portugis. Selanjutnya kerajaan Samudera Pasai mulai mundur dan berada dibawah kekuasaan Kerajaan Aceh. Kerajaan Samudera Pasai berakhir pada tahun 1524 M.
b. Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh terletak di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Kabupaten Aceh Besar. Nama Aceh menanjak dengan cepat pada abad ke-17. Sejak itu seluruh Aceh berada di bawah naungan Aceh Besar yang berpusat di Kutaraja. Sultan pertama yang memerintah dan sekaligus sebagai pendiri Kerajaan Aceh adalah Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528 M). Ali Mughayat Syah meluaskan wilayah kekuasaannya ke daerah Pidie yang bekerja sama dengan Portugis, kemudian ke Pasai pada tahun 1524 M. Dengan kemenangannya terhadap dua kerajaan tersebut, Aceh dengan mudah melebarkan kekuasaannya ke Sumatera Timur.
Peletak dasar kebesaran kerajaan Aceh adalah Sultan Alauddin Riayat Syah yang bergelar Al-Qahar. Berbeda dengan Sultan Ali Mughayat Syah yang bekerja sama dengan Portugis, Sultan Alauddin Riayat Syah justru berusaha melawan Portugis. Dalam menghadapi tentara Portugis, ia menjalin hubungan persahabatan dengan kerajaan Turki Usmani dan kerajaan-kerajaan Islam lain di Indonesia.
Pada masa pemerintahan Iskandar Muda, kerajaan Aceh mencapai puncak kekuasaannya. Bandar Aceh dibuka menjadi pelabuhan internasional dengan jaminan pengamanan gangguan laut dari kapal perang Portugis. Penaklukan demi penaklukan tidak hanya dilakukan terhadap tanah Aceh dan sekitarnya, melainkan juga meluas jauh ke luar Aceh. Ini menjadikan kekuasaan Aceh membentang dari daerah Deli sampai dengan Semenanjung Malaka. Pada masanya Aceh menguasai seluruh pelabuhan di pesisir Timur dan Barat Sumatera. Namun, usaha Aceh untuk menguasai Malaka yang diduduki oleh Portugis berulang kali mengalami kegagalan. Bahkan untuk mengalahkan Portugis, Sultan bekerja sama dengan musuh Portugis yaitu Belanda dan Inggris.
Pada masa Sultan Iskandar Muda itulah disusun suatu undang-undang tentang tata pemerintahan yang disebut Adat Makuta Alam. Sultan Iskandar Muda wafat pada tahun 1636 M dan digantikan oleh menantunya, yaitu Sultan Iskandar Tsani (1636-1641 M). Masa pemerintahannya tidak lama karena ia tidak memiliki kepribadian dan kecakapan yang kuat seperti Sultan Iskandar Muda. Penggantinya adalah permaisurinya sendiri, yaitu putri Sultan Iskandar Muda yang bernama Sya!atu’ddin.Sejak Sultan Iskandar Muda wafat, Aceh terus menerus mengalami kemunduran.
c. Kerajaan Demak
Kerajaan Demak terletak di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Kerajaan ini merupakan kerajaan Islam pertama dan terbesar di pesisir utara Jawa. Wilayah Demak sebelumnya merupakan kadipaten dari kerajaan Majapahit. Kerajaan ini tercatat menjadi pelopor penyebaran agama Islam di pulau Jawa dan Nusantara.
Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1478 M. Beliau merupakan putra Prabu Kertabumi, seorang raja Majapahit. Setelah tahta ayahnya jatuh ke tangan Girindra Wardhana dari Keling (Daha) dan Demak menjadi terancam, terjadilah peperangan antara Demak dan Majapahit yang dipimpin oleh Girindra Wardhana dan keturunannya, Prabu Udara, hingga tahun 1518 M. Majapahit mengalami kekalahan dan pusat kekuasaan bergeser ke Demak.
Sejak itu Demak berkembang menjadi besar dan menguasai jalur perdagangan di Nusantara. Wilayah kekuasaan Demak cukup luas, meliputi daerah sepanjang pantai utara Pulau Jawa, sedangkan daerah pengaruhnya sampai ke Palembang, Jambi, Banjar dan Maluku.
Pada tahun 1518 M Raden Patah digantikan oleh putranya yang bernama Pati Unus. Sebelum menduduki tahta, Pati Unus pernah memimpin armada laut Demak dalam menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1513 M. Namun, penyerangan itu gagal. Sekembalinya dari Malaka ia mendapat gelar Pangeran Sabrang Lor. Setelah Pati Unus naik tahta, ia tidak mencoba lagi menyerang Malaka. Ia tetap memperkuat pertahanan lautnya agar Portugis tidak masuk ke Jawa. Sikap permusuhan Demak terhadap Portugis ternyata sangat merugikan Portugis dan Bandar Malaka karena Demak tidak lagi mengirimkan barang-barang dagangannya ke Malaka. Para pedagang dari negara lain juga enggan datang berdagang ke Bandar Malaka.
Kekuasaan Kerajaan Demak berakhir pada tahun 1568 M. Joko Tingkir memindahkan pusat pemerintahan dari Demak ke Pajang, dan di sana ia mendirikan Kerajaan Pajang.
d. Kerajaan Pajang (1568-1586)
Kerajaan Pajang adalah penerus dari kerajaan Demak. Kesultanan yang terletak di daerah Kartasura sekarang itu merupakan kerajaan Islam pertama yang terletak di daerah pedalaman pulau Jawa. Sultan atau raja pertama kesultanan ini adalah Jaka Tingkir yang berasal dari Pengging, di lereng Gunung Merapi. Jaka Tingkir bergelar Sultan Hadiwijaya. Kedudukannya yang disahkan oleh Sunan Giri, segera mendapat pengakuan dari adipati di seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur. Demak kemudian hanya menjadi kadipaten yang dipimpin oleh Arya Pangiri, putra Sunan Prawoto.
Pada waktu Sultan Hadiwijaya berkuasa di Pajang, Ki Ageng Pemanahan diangkat menjadi bupati di Mataram (sekitar Kota Gede Yogyakarta) sebagai imbalan atas keberhasilannya menumpas Aria Penangsang. Sutawijaya putra Ki Ageng Pemanahan diambil anak angkat oleh Sultan Hadiwijaya. Setelah Ki Ageng Pemanahan wafat pada tahun 1575 M, Sutawijaya diangkat menjadi bupati di Mataram, yang terkenal dengan nama Panembahan Senopati. Ternyata ia tidak puas menjadi bupati. Ia ingin menjadi raja yang menguasai seluruh Jawa. Ia mulai memperkuat sistem pertahanan Mataram, baik dalam jumlah, kualitas prajurit maupun persenjataannya. Hadiwijaya yang mengetahui hal itu segera mengirimkan pasukannya ke Mataram.
Peperangan sengit terjadi pada tahun 1582 M. Namun, prajurit Pajang menderita kekalahan besar. Sultan Hadiwijaya menderita sakit dan akhirnya wafat. Setelah itu, terjadilah perebutan kekuasaan di antara para bangsawan.
Pangeran Pangiri (menantu Hadiwijaya yang menjabat Bupati Demak) datang menyerbu Pajang untuk merebut tahta. Hal itu ditentang keras olah para bangsawan Pajang yang bekerja sama dengan Sutawijaya dari Mataram. Akhimya, Pangeran Pangiri beserta pengikutnya dapat dikalahkan dan diusir dari Pajang.
Setelah suasana aman, Pangeran Benowo (putra Hadiwijaya) menyerahkan tahta kepada Sutawijaya. Sutawijaya kemudian memindahkan pusat pemerintahannya ke Mataram (1586 M.). Sejak itu berdirilah Kerajaan Mataram. Pusat Kerajaan ini terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede. Sutawijaya kemudian bergelar Panembahan Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama, sedangkan Pangeran Benowo diangkat menjadi bupati Pajang.
e. Kerajaan Mataram Islam (abad 17-19)
Kerajaan Mataram Islam berdiri pada tahun 1586 dan raja pertamanya adalah Sutawijaya yang bergelar “Senapati Ingalaga Sayidin Panatagama” artinya Panglima Perang dan Ulama Pengatur Kehidupan Beragama. Pusat Kerajaan ini terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede.
Kerajaan Mataram mencapai puncak kebesarannya pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1645 M). Hal itu merupakan cerminan dari kebesaran jiwa, keberanian, keuletan, dan kecakapan serta kuatnya kepribadian Sultan Agung. Ia adalah seorang militer yang ulung, organisator yang berhasil, ahli politik, ahli sastra, ahli !lsafat, dan sangat mementingkan urusan agama. Dalam sejarah Islam, kesultanan mataram memiliki peran yang penting dalam perjalanan sejarah kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara.
Hal ini terlihat dari semangat raja-raja untuk memperluas daerah kekuasaan, dan mengislamkan para penduduk daerah kekuasaannya, hingga mengembangkan kebudayaan yang bercorak Islam di Jawa. Pada masa Sultan Agung banyak prestasi besar yang dicapai, antara lain sebagaimana berikut.
• Memperluas daerah kekuasaannya meliputi Jawa-Madura (kecuali Banten dan Batavia), Palembang, Jambi, dan Banjarmasin.
• Mengatur dan mengawasai wilayahnya yang luas itu langsung dari pemerintah pusatnya (Kota Gede).
• Melakukan kegiatan ekonomi yang bercorak agraris dan maritim. Mataram adalah pengekspor beras terbesar pada masa itu.
• Melakukan mobilisasi militer secara besar-besaran sehingga mampu menundukkan daerah-daerah sepanjang pantai utara Jawa dan mampu menyerang Belanda di Batavia sampai dua kali. Andaikata Batavia tidak dipagari tembok-tembok yang tinggi, benteng-benteng yang kuat, dan persenjataan yang modern, sudah pasti Batavia jatuh di tangan Mataram.
• Mengubah perhitungan tahun Jawa Hindu (Saka) dengan tahun Islam (Hijriah) yang berdasarkan peredaran Bulan (sejak tahun 1633 M).
• Menyusun karya sastra yang cukup terkenal, yaitu Sastra Gending dan kitab suluk. Misalnya Suluk Wujil (1607 M) yang berisi wejangan Sunan bonang kepada abdi raja majapahit yang bernama Wujil
• Menyusun kitab undang-undang baru yang merupakan perpaduan dari hukum Islam dengan adat-istiadat Jawa yang disebut Surya Alam.
f. Kerajaan Banjar
Kerajaan Banjar adalah kerajaan Islam di pulau Kalimantan, tepatnya di provinsi Kalimantan Selatan saat ini. Pusat Kerajaan Banjar yang pertama adalah daerah di sekitar Kuin Utara (Banjarmasin sekarang). Namun setelah keraton di Kuin dihancurkan oleh Belanda, pusat kerajaan dipindahkan ke Martapura. Kerajaan ini berdiri pada tahun 1526 M dengan Sultan Suriansyah (Raden Samudera) sebagai Sultan pertama. Seiring dengan berjalannya waktu, kerajaan Banjar semakin berkembang dan bertambah luas wilayahnya. Wilayah kekuasaan kerajaan Banjar meliputi Banjarmasin, Martapura, Tanah Laut, Margasari, Amandit, Alai, Marabahan, Banua Lima, serta daerah hulu sungai Barito. Wilayah kekuasaan Kerajaan Banjar semakin luas hingga ke Tanah Bumbu, Pulau Laut, Pasir, Berau, Kutai, Kotawaringin, Landak, Sukadana dan Sambas. Semua wilayah tersebut adalah wilayah kerajaan Banjar (yang apabila dilihat dari peta zaman sekarang, kerajaan Banjar menguasai hampir seluruh pulau kalimantan).
Kerajaan Banjar runtuh pada saat berakhirnya Perang Banjar pada tahun 1905M. Perang Banjar merupakan peperangan melawan Belanda. Raja terakhir adalah Sultan Muhammad Seman (1862 – 1905M). Beliau wafat pada saat melakukan pertempuran dengan Belanda di Puruk Cahu
Sumber : buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti k 13 kelas IX