MISI OPERASI PERANG BADAR

*MISI OPERASI PERANG BADAR*

misi operasi badar itu bukan untuk langsung bertempur dan langsung main bunuh. Tetapi operasi itu untuk menghadang kafilah dagang lawan yang pulang dari Syam.

Dari sini kita sudah bisa bedakan antara operasi pertempuran dengan sekedar mencegat kafilah dagang. Mana yang lebih keras dan lebih kejam? Tentu saja misi peperangan jauh lebih kejam dari sekedar mencegat kafilah dagang.

Jangan dibayangkan yang namanya mencegat kafilah dagang itu sebagai sebuah perampokan, seperti pencoleng atau bajak laut. Pencegatan kafilah dagang ini sebuah operasi yang masuk akal dan wajar, mengingat justru selama ini umat Islam telah ditekan, dimusuhi, dirampas hartanya, diinjak-injak, bahkan dibunuh. Perlakukan kasar kaum Quraisy itu sudah berlangsung 13 tahun lamanya, tanpa perlawanan.

Bahkan ketika akhirnya ada perintah untuk hijrah ke Madinah, nyaris semua aset milik umat Islam diambil alih. Bukankah para shahabat itu pergi meninggalkan rumah, perdagangan, kekayaan, kuda-kuda, ternak bahkan keluarganya, tanpa membawa apapun, kecuali selembar iman di dada? Dan bukankah bila diminta kembali semua itu memang sudah selayaknya dan sewajarnya?

Tentunya sebelum menetapkan kota untuk hijrah, Rasulullah SAW sudah memperhitungkan masak-masak dari segi strategi dan letak geografisnya. Segala keuntungan dan kerugiannya sudah dipertimbangkan masak-masak. Salah satu keuntungan letak kota Madinah adalah kota itu terletak di jalur perdagangan kaum Quraisy ke Syam. Strategi ini sudah diperhitungkan sejak lama dan memang akhirnya letak kota Madinah itu sangat menguntungkan.

Kalau kemudian beliau SAW mengirim operasi khusus untuk menghadang para kafilah dagang kaum Quraisy, jangan dilihat sebagai perampokan. Tetapi ini adalah bagian dari strategi peperangan. Tentunya tujuan operasi penyergapan itu bukan untuk membunuh atau menghilangkan nyawa. Juga bukan untuk main rampas harta yang bukan miliknya. Tetapi harus dipahami sebagai sebuah operasiresmi yang dilakukan sebuah negara berdaulat dalam rangka menekan pihak Quraisy untuk berhenti memerangi umat Islam.

Kalau selama ini kaum Quraisy Makkah bisa seenaknya main bunuh, main usir, main rampas dan main paksa, sekarang tidak bisa lagi. Sebab umat Islam sudah bisa membalas dan mengancam jalur perekonomian kaum Quraisy Makkah. Tentu saja para shahabat bukan tipe orang haus darah apalagi perompak. Tetapi dengan adanya operasi pencegatan kafilah dagang itu, paling tidak, para petinggi Makkah harus berpikir seribu kali sebelum melancarkan permusuhan kepada kaum muslimin.

Apalagi kalau sampai bisa menawan para kafilah dagang, diharapkan petinggi Makkah mau berpikir bahwa umat Islam bukan lagi bangsa budak yang bisa diperlakukan semena-mena. Mereka bisa saja melawan, bahkan menawan dan menyandera para pedagang Makkah.

Apalagi sebelum operasi penyergapan dilakukan, Allah SWT sudah menurunkan ayat yang mengizinkan untuk berperang. Yaitu ayat berikut ini:

Telah diizinkan (untuk berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dizhalimi. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. (yaitu dizinkan untuk berperang kepada) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata, "Tuhan kami hanyalah Allah.." (QS Al-Hajj: 39-40)

Ada legitimasi dari Allah untuk membalas menyerang. Toh selama ini kaum muslimin sudah diperangi. Bahkan sampai 13 tahun lamanya. Buktinya, mereka tidak akan hijrah ke Madinah kalau bukan karena diperangi. Maka wajar bila kemudian balik umat Islam yang menyerang.

Mengapa pas giliran umat Islam punya kesempatan untuk balas menyerang, tiba-tiba para orientalis itu langsung menuduh Islam agama haus darah? Lalu ke mana cerita tentang umat Islam disiksa habis-habisan selama 13 tahun? Kok tiba-tiba hilang dari analisa mereka?

Lagi pula niat untuk mencegat kafilah dagang itu sendiri tidak pernah kesampaian. Sebab kafilah dagangnya sudah terlanjur mendengar berita kedatangan operasi pencegatan, lalu mereka melarikan diri menjauhi kota Madinah. Bahkan Abu Sufyan sebagai pimpinan kafilah berhasil mengirim utusan ke Makkah untuk minta bantuan.

Pimpinan Makkah segera merespon permintaan ini dan langsung mengirim 1.000 orang pasukan, lengkap dengan senjata, perbekalan, harta benda bahkan khamar. Dalam pikiran mereka, inilah kesempatan emas untuk menghabisi semua orang Islam yang hanya 300-an saja. Biar selamanya tidak ada lagi sejarahnya.

Maka alih-alih bisa mencegat kafilah dagang, justru para shahabat dibenturkan dengan kenyataan harus berhadapan dengan 1.000 orang pasukan lengkap dari Makkah. Dari segi personil, sangat tidak berimbang, apalagi dari segi perlengkapan dan senjata. Kalau diotak-atik di atas kertas, 90% sudah pasti kalah.

Namun Allah SWT perintahkan kepada nabi-Nya untuk terus maju menyongsong musuh. Dan dengan pertolongannya, akhir perang Badar itu berakhir dengan kemenangan kaum muslimin. Bukan hanya berhasil mendapatkan harta rampasan perang yang berlimpah, tetapi juga berhasil secara moral membangkitkan semangat juang. Ternyata pasukan yang kecil asal di-manage dengan profesional, bisa mengalahkan pasukan besar yang hanya bermodal semangat.