Pasarnya ummat Islam dahulu bersinar penuh cahaya keluhuran.

 Di riwayatkan dari Ali bin Abi Thalib ra “Pasarnya ummat Islam layaknya sebuah mushallah tempat orang melaksanakan shalat”. Karena dalam lingkungan pasar akan kita jumpai syariat Islam, amanah, adab, akhlak, dzikir serta tilawah Alqur’an. Bahkan konon dahulu kala akan kita dapati para pedagang yang menjaga toko selalu membaca Qur’an dan kitab Dalail Khairat di waktu senggangnya. Al Imam Junaid bin Muhammad rahimahullah seorang ulama shufi memiliki kebiasaan tidak membuka toko terkecuali setelah melaksanakan shalat sunnah tiga ratus rakaat di dalam tokonya. Saat ini marilah kita tengok bagaimana keadaan masjid kita? Adakah orang yang melaksanakan shalat hingga tiga ratus rakaat di dalam masjid?
Dahulu pasar di Kota Tarim menjadi salah satu pusat kajian ilmu, para pedagang selalu meluangkan waktu di tengah-tengah kesibukan berdagang dengan mengadakan pengajian rutin, membahas kitab Minhaj Thalibin Fiqh mazhab Imam Syafi’i karya Imam Nawawi. Sehingga kita mengenal sebuah makalah “Jalanan di Kota Tarim adalah guru bagi siapa saja yang tidak memiliki guru” dalam artian banyaknya orang yang beraktivitas di jalanan di baluti dengan dzikr, nasihat yang secara tidak langsung mengajari dan mengajak kita untuk melaksanakan kegiatan tersebut.
Sayyidina Umar bin Khattab ra punya standart “Tidak boleh berdagang di pasar ummat Islam terkecuali mereka yang memiliki pemahaman fiqh jual beli yang mumpuni”. Sebuah  pemandangan indah yang sulit kita jumpai di pasar-pasar yang ada saat ini, alangkah baiknya kita lestarikan kebiasaan baik orang-orang terdahulu, jika tidak mampu melaksanakan secara keseluruhan laksanakanlah sebagian, mulailah dari yang terkecil. Waffaqakumullah li ma yuhiibuh wa yardhah.
Disarikan dari Ceramah Habib Umar bin Hafidz
Ibn Abdillah
http://www.majelisrasulullah.org/2015/02/habib-umar-bin-hafidz-mensifati-pasarnya-ummat-islam-dahulu-kala/