“Sebelum harta warisan dibagi, ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu:
1) pengurusan jenazah,
2) wasiat dan
3) hutang si mayatlah yang harus terlebih dahulu ditunaikan.
“harta warisan dapat dibagi menurut Q.S. an-Nisa'/4:11 setelah:
1) pengurusan jenazah,
2) pemenuhan wasiat dan
3) dan pelunasan hutang si mayat.
“'ashabah bil gair adalah setiap wanita ahli waris yang termasuk a£h±bul furμ« dan menjadi a£h±bul bila bergandengan dengan saudara laki-lakinya. Misalnya, anak perempuan menjadi ‘ashabah bila bersama-sama dengan anak laki-lakinya, dengan pembagian laki-laki dua kali lipat anak perempuan. Sedangkan 'a£abah bil gair adalah para saudara kandung perempuan ataupun saudara perempuan seayah bila berbarengan dengan anak perempuan dan mereka mendapatkan seluruh sisa harta peninggalan sesudah a£h±bul furμ« mengambil bagian masing-masing dan tidak mendapatkan bagian seperti anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki, karena anak perempuan atau cucu perempuan mendapat bagian secara far±id sedangkan saudara kandung perempuan ataupun saudara perempuan seayah mendapatkan sisanya.”
“Indonesia memakai dua hukum dalam penyelesaian pembagian harta warisan, yaitu berdasarkan Hukum Adat atau KUHPerdata (Civil Law) yang dapat diajukan ke Pengadilan Negeri atau berdasar Hukum Islam yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama. Hal ini terkait Indonesia masih menganut sistem pluralisme hukum. Bagi pewaris yang beragama Islam, dasar hukum utama yang menjadi pegangan adalah UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Secara eksplisit, hukum Islamlah yang seharusnya menjadi pilihan hukum bagi mereka yang beragama Islam. Namun, ketentuan ini tidak mengikat karena UU Peradilan Agama ini tidak secara tegas mengatur persoalan penyelesaian pembagian harta waris bagi pewaris yang beragama Islam (Personalitas Keislaman Pewaris) atau non-Islam.”
1) pengurusan jenazah,
2) wasiat dan
3) hutang si mayatlah yang harus terlebih dahulu ditunaikan.
“harta warisan dapat dibagi menurut Q.S. an-Nisa'/4:11 setelah:
1) pengurusan jenazah,
2) pemenuhan wasiat dan
3) dan pelunasan hutang si mayat.
“'ashabah bil gair adalah setiap wanita ahli waris yang termasuk a£h±bul furμ« dan menjadi a£h±bul bila bergandengan dengan saudara laki-lakinya. Misalnya, anak perempuan menjadi ‘ashabah bila bersama-sama dengan anak laki-lakinya, dengan pembagian laki-laki dua kali lipat anak perempuan. Sedangkan 'a£abah bil gair adalah para saudara kandung perempuan ataupun saudara perempuan seayah bila berbarengan dengan anak perempuan dan mereka mendapatkan seluruh sisa harta peninggalan sesudah a£h±bul furμ« mengambil bagian masing-masing dan tidak mendapatkan bagian seperti anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki, karena anak perempuan atau cucu perempuan mendapat bagian secara far±id sedangkan saudara kandung perempuan ataupun saudara perempuan seayah mendapatkan sisanya.”
“Indonesia memakai dua hukum dalam penyelesaian pembagian harta warisan, yaitu berdasarkan Hukum Adat atau KUHPerdata (Civil Law) yang dapat diajukan ke Pengadilan Negeri atau berdasar Hukum Islam yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama. Hal ini terkait Indonesia masih menganut sistem pluralisme hukum. Bagi pewaris yang beragama Islam, dasar hukum utama yang menjadi pegangan adalah UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Secara eksplisit, hukum Islamlah yang seharusnya menjadi pilihan hukum bagi mereka yang beragama Islam. Namun, ketentuan ini tidak mengikat karena UU Peradilan Agama ini tidak secara tegas mengatur persoalan penyelesaian pembagian harta waris bagi pewaris yang beragama Islam (Personalitas Keislaman Pewaris) atau non-Islam.”