WASHINGTON - Peningkatan pesat pada tingkat ketinggian air laut bisa memicu terjadinya letusan gunung berapi. Hal tersebut diketahui berdasarkan sebuah penelitian terbaru terhadap perubahan iklim atau pemanasan global. Dikutip dari Live Science, kamis (3/1/2012), , belum diketahui ada atau tidaknya dampak serupa untuk pemanasan global yang dipicu oleh kegiatan manusia.
Hasil penelitian yang dipublikasikan di Jurnal Geology itu menunjukkan bahwa selama periode panjang perubahan iklim pada tahun-tahun terakhir, peningkatan kecepatan melelehnya gletser dan peningkatan ketinggian air laut berdampak pada makin banyaknya peristiwa letusan gunung berapi. Peningkatan tersebut mencapai 10 kali lipat. “
Sejak lama, sebagian besar orang beranggapan bahwa letusan gunung berapi bisa memicu perubahan dramatis pada iklim, Misalnya dalam tragedi yang terjadi di akhir periode Permian. Hanya sedikit orang yang menduga bahwa perubahan iklim bisa menjadi pemicu letusan gunung berapi.
Permasalahan perubahan iklim yang disebabkan aktivitas manusia tidak terjadi dalam waktu singkat. “Kami memprediksi memerlukan rentang waktu sekitar 2.500 tahun. Jadi meskipun aktivitas manusia mengubah iklim, anda tidak akan benar-benar memperkirakan terjadi sesuatu pada beberapa ribu tahun berikutnya,” papar Jegen.
Peristiwa gunung berapi melutus akan berdampak besar terhadap kehidupan manusia, baik dari segi finansial, ekonomi, sosial, maupun kesehatan. Secara umum, asap, abu, dan gas yang dihasilkan oleh letusan tgunung berapi memberikan dampak negatif bagi kesehatan manusia.
Abu gunung api menyebabkan permasalahan serius dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Sebagian orang lebih takut dampak munculnya abu dan gas gunung api terhadap kesehatan
Paru, mata, dan kulit merupakan organ yang paling terganggu akibat abu dan gas gunung berapi. Seseorang dapat mengalami luka bakar, cedera karena terjatuh/terpeleset, atau penyakit infeksi dan pernapasan. Berikut adalah penuturan mengenai pengaruh abu vulkanik bagi kesehatan manusia dan cara mengurangi dampak abu tersebut bagi kesehatan manusia.
Gangguan Pernafasan Akut
Dari semua gangguan yang ditimbulkan abu terhadap kesehatan, gangguan pernapasan merupakan salah satu dampak yang paling utama dari abu vulkanik. Iritasi hidung dan tenggorokan, batuk, bronkitis, sesak napas, hingga penyempitan saluran napas yang dapat menyebabkan kematian.. Gangguan pernapasan harus cepat ditangani, karena pernapasan merupakan salah satu hal vital yang menunjang hidup manusia. Dari penelitian yang dilakukan terhadap 12 letusan gunung berapi pada kurun waktu 10 tahun di dunia, salah satu penyebab kematian dari korban bencana letusan adalah kesulitan bernapas yang sangat parah.
Gangguan kesehatan dapat terjadi karena abu bersifat korosif. Partikel abu yang sangat halus (kurang dari 10 mikron) sangat mengganggu pernapasan, khususnya bagi mereka yang sudah memiliki permasalahan paru-paru. Para penderita gangguan pernapasan, mempunyai riwayat gangguan pernapasan, dan sedang mengalami gangguan jantung adalah mereka yang paling berisiko. Selain itu, paparan abu sangat berbahaya bagi bayi, anak-anak, warga usia lanjut dan orang dengan penyakit paru kronis seperti asma.
Beberapa gejala gangguan pernapasan yang sering dilaporkan masyarakat sepanjang hujan abu adalah sebagai berikut :
• iritasi hidung dan hidung berair
• iritasi dan radang tenggorokan, terkadang disertai batuk kering
• simptom bronkitis akut (batuk parah, produksi riak yang berlebihan, bunyi nafas seperti menderita asma, dan sesak nafas) pada orang dengan riwayat penyakit paru sebelumnya (asma, penyakit paru kronik, ataupun perokok dalam jangka waktu lama)
• ketidaknyamanan dalam bernapas, akibat kontraksi saluran pernapasan untuk mengeluarkan abu yang masuk
• jelaga yang masuk ke saluran pernapasan dapat mempersempit saluran pernapasan dan menyebabkan reaksi radang.
Berat ringannya gejala yang ditimbulkan akibat menghirup abu gunung api bervariasi. Konsentrasi partikel di udara, proporsi partikel halus dalam abu, frekuensi dan lama pemaparan, kondisi awal kesehatan dan penggunaan peralatan pelindung pernafasan yang kompatibel ikut mempengaruhi tingkat gejala.
Gangguan pada mata
Selain pada pernapasan, abu gunung berapi memiliki pengaruh terhadap kondisi mata.Abu gunung berapi memiliki butiran yang tajam, sehingga dapat menimbulkan gangguan pada mata. Masuknya benda asing pada mata, konjungtivitis (radang pada konjungtiva), abrasi kornea (goresan pada kornea) menjadi variasi dari gangguan pada mata akibat abu gunung berapi. Pada umumnya, penduduk yang terkena abu vulkanik cenderung mengalami iritasi dan gangguan mata ringan sepanjang hujan abu.
Gejala umum pada mata yang sering dialami adalah:
• Rasa sakit karena adanya benda asing yang masuk ke mata
• Mata yang sakit, perih, gatal atau kemerahan
• Mengeluarkan air mata dan kotoran mata yang lengket
• Kornea lecet atau tergores
• Radang akut pada konjungtiva mata atau pembengkakan kantong mata sekitar bola mata sehingga mata menjadi merah, sangat sensitif terhadap cahaya, dan adanya sensasi terbakar pada mata.
Satu hal yang perlu diperhatikan untuk kesehatan mata ketika terjadi letusan gunung berapi. Gunakan kacamata untuk mencegah lecetnya kornea.
Iritasi pada kulit
Gangguan ringan pada kulit terkadang ditemukan selama hujan abu, Namun sejauh ini, belum pernah ada pelaporan tentang efek jangka panjang dari pengaruh abu terhadap gangguan kulit. Abu gunung api dapat menyebabkan iritasi kulit untuk sebagian orang, terutama ketika abu gunung api tersebut bersifat asam.
Gejala yang umum terjadi akibat abu gunung berapi adalah:
• Iritasi kulit yang ditandai dengan kulit menjadi merah dan gatal.
• Infeksi pada kulit akibat garukan.
• Luka bakar, mulai dari derajat ringan sampai berat. Pada beberapa keadaan, luka bakar dapat terjadi pada hampir seluruh tubuh. Dalam kondisi tersebut, seseorang harus segera ditangani karena nyawanya dalam keadaan kritis.
Efek mekanikal
Efek mekanikal yang terjadi dapat berupa runtuhnya atap rumah atau kecelakaan di jalan raya. Atap bisa runtuh karena beban berat dari abu, apalagi jika abu tersebut basah dan bangunan tidak dibangun untuk menyangga beban berat. Atap yang runtuh menyebabkan orang yang tertimpa mengalami luka, bahkan meninggal. Luka yang terjadi dapat berupa patah tulang, luka memar, luka robek, dan perdarahan yang memerlukan tindakan medis lebih lanjut.
Selain atap rumah yang runtuh, efek mekanikal lain yang dapat terjadi adalah kecelakaan di jalan raya. Kecelakaan dapat terjadi akibat berkurangnya jarak pandang akibat abu gunung api yang menutupi lapang pandang. Bahaya ini diperparah oleh jalan yang ditutupi oleh abu dan jalanan yang licin akibat abu yang basah.
Pencegahan dan Pertolongan Praktis terhadap Abu Vulkanik
Setelah mengetahui apa saja yang terjadi pada kesehatan manusia saat mengalami bencana letusan gunung berapi, tentunya dapat ditindaklanjuti dengan tindakan pencegahan. Pengetahuan mengenai pertolongan praktis dan efektif diperlukan agar dapat diterapkan jika memang ada yang mengalami gangguan tersebut.
Gangguan pernafasan akut
Tentu cara yang paling mudah untuk melindungi jalan pernapasan adalah dengan menggunakan masker, yang dirancang sedemikian rupa sehingga mampu menyaring debu yang paling kecil sekalipun (kurang dari 10 mikron). Masker jenis tersebut sudah disetujui dan direkomendasikan oleh International Volcanic Health Hazard Network (IVHHN). Masker tersebut harus mampu memberikan perlindungan yang memadai dan sesuai dengan peralatan pelindung lainnya yang dikenakan pada saat yang sama. Selain itu, masker tersebut harus dipakai secara tepat agar sepenuhnya efektif.
Tidak ada rotan, akar pun jadi. Jika masker layak pakai tidak tersedia, maka dapat digunakan sapu tangan, kain, atau pakaian yang setidaknya dapat menghalangi abu. Merendam kain dengan air dapat meningkatkan efektivitas ‘masker sederhana’ tersebut. Bagi keluarga yang memiliki anakanak sebaiknya sediakan masker khusus untuk anak-anak. Selain itu, anak dilarang bermain di luar untuk mengurangi dampak abu bagi kesehatan. Pasien dengan bronkitis kronis,emfisema, dan asma disarankan untuk tinggal di dalam dan menghindari paparan abu. Perlu juga dilakukan pencegahan abu masuk ke rumah, dan membasahi abu dalam rumah bila memungkinkan untuk mencegah pergerakan abu. Bila sudah mengalami gangguan seperti serangan asma akut atau sesak napas, sebisa mungkin segera hubungi paramedis agar mendapatkan bantuan medis lebih lanjut. Bagi pasien yang memang memiliki riwayat asma, sediaan inhaler yang berisi obat asma tentunya dapat menolong.
Sumber : buku K13 Ilmu Pengetahuan Alam kelas 8
Hasil penelitian yang dipublikasikan di Jurnal Geology itu menunjukkan bahwa selama periode panjang perubahan iklim pada tahun-tahun terakhir, peningkatan kecepatan melelehnya gletser dan peningkatan ketinggian air laut berdampak pada makin banyaknya peristiwa letusan gunung berapi. Peningkatan tersebut mencapai 10 kali lipat. “
Sejak lama, sebagian besar orang beranggapan bahwa letusan gunung berapi bisa memicu perubahan dramatis pada iklim, Misalnya dalam tragedi yang terjadi di akhir periode Permian. Hanya sedikit orang yang menduga bahwa perubahan iklim bisa menjadi pemicu letusan gunung berapi.
Permasalahan perubahan iklim yang disebabkan aktivitas manusia tidak terjadi dalam waktu singkat. “Kami memprediksi memerlukan rentang waktu sekitar 2.500 tahun. Jadi meskipun aktivitas manusia mengubah iklim, anda tidak akan benar-benar memperkirakan terjadi sesuatu pada beberapa ribu tahun berikutnya,” papar Jegen.
Peristiwa gunung berapi melutus akan berdampak besar terhadap kehidupan manusia, baik dari segi finansial, ekonomi, sosial, maupun kesehatan. Secara umum, asap, abu, dan gas yang dihasilkan oleh letusan tgunung berapi memberikan dampak negatif bagi kesehatan manusia.
Abu gunung api menyebabkan permasalahan serius dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Sebagian orang lebih takut dampak munculnya abu dan gas gunung api terhadap kesehatan
Paru, mata, dan kulit merupakan organ yang paling terganggu akibat abu dan gas gunung berapi. Seseorang dapat mengalami luka bakar, cedera karena terjatuh/terpeleset, atau penyakit infeksi dan pernapasan. Berikut adalah penuturan mengenai pengaruh abu vulkanik bagi kesehatan manusia dan cara mengurangi dampak abu tersebut bagi kesehatan manusia.
Gangguan Pernafasan Akut
Dari semua gangguan yang ditimbulkan abu terhadap kesehatan, gangguan pernapasan merupakan salah satu dampak yang paling utama dari abu vulkanik. Iritasi hidung dan tenggorokan, batuk, bronkitis, sesak napas, hingga penyempitan saluran napas yang dapat menyebabkan kematian.. Gangguan pernapasan harus cepat ditangani, karena pernapasan merupakan salah satu hal vital yang menunjang hidup manusia. Dari penelitian yang dilakukan terhadap 12 letusan gunung berapi pada kurun waktu 10 tahun di dunia, salah satu penyebab kematian dari korban bencana letusan adalah kesulitan bernapas yang sangat parah.
Gangguan kesehatan dapat terjadi karena abu bersifat korosif. Partikel abu yang sangat halus (kurang dari 10 mikron) sangat mengganggu pernapasan, khususnya bagi mereka yang sudah memiliki permasalahan paru-paru. Para penderita gangguan pernapasan, mempunyai riwayat gangguan pernapasan, dan sedang mengalami gangguan jantung adalah mereka yang paling berisiko. Selain itu, paparan abu sangat berbahaya bagi bayi, anak-anak, warga usia lanjut dan orang dengan penyakit paru kronis seperti asma.
Beberapa gejala gangguan pernapasan yang sering dilaporkan masyarakat sepanjang hujan abu adalah sebagai berikut :
• iritasi hidung dan hidung berair
• iritasi dan radang tenggorokan, terkadang disertai batuk kering
• simptom bronkitis akut (batuk parah, produksi riak yang berlebihan, bunyi nafas seperti menderita asma, dan sesak nafas) pada orang dengan riwayat penyakit paru sebelumnya (asma, penyakit paru kronik, ataupun perokok dalam jangka waktu lama)
• ketidaknyamanan dalam bernapas, akibat kontraksi saluran pernapasan untuk mengeluarkan abu yang masuk
• jelaga yang masuk ke saluran pernapasan dapat mempersempit saluran pernapasan dan menyebabkan reaksi radang.
Berat ringannya gejala yang ditimbulkan akibat menghirup abu gunung api bervariasi. Konsentrasi partikel di udara, proporsi partikel halus dalam abu, frekuensi dan lama pemaparan, kondisi awal kesehatan dan penggunaan peralatan pelindung pernafasan yang kompatibel ikut mempengaruhi tingkat gejala.
Gangguan pada mata
Selain pada pernapasan, abu gunung berapi memiliki pengaruh terhadap kondisi mata.Abu gunung berapi memiliki butiran yang tajam, sehingga dapat menimbulkan gangguan pada mata. Masuknya benda asing pada mata, konjungtivitis (radang pada konjungtiva), abrasi kornea (goresan pada kornea) menjadi variasi dari gangguan pada mata akibat abu gunung berapi. Pada umumnya, penduduk yang terkena abu vulkanik cenderung mengalami iritasi dan gangguan mata ringan sepanjang hujan abu.
Gejala umum pada mata yang sering dialami adalah:
• Rasa sakit karena adanya benda asing yang masuk ke mata
• Mata yang sakit, perih, gatal atau kemerahan
• Mengeluarkan air mata dan kotoran mata yang lengket
• Kornea lecet atau tergores
• Radang akut pada konjungtiva mata atau pembengkakan kantong mata sekitar bola mata sehingga mata menjadi merah, sangat sensitif terhadap cahaya, dan adanya sensasi terbakar pada mata.
Satu hal yang perlu diperhatikan untuk kesehatan mata ketika terjadi letusan gunung berapi. Gunakan kacamata untuk mencegah lecetnya kornea.
Iritasi pada kulit
Gangguan ringan pada kulit terkadang ditemukan selama hujan abu, Namun sejauh ini, belum pernah ada pelaporan tentang efek jangka panjang dari pengaruh abu terhadap gangguan kulit. Abu gunung api dapat menyebabkan iritasi kulit untuk sebagian orang, terutama ketika abu gunung api tersebut bersifat asam.
Gejala yang umum terjadi akibat abu gunung berapi adalah:
• Iritasi kulit yang ditandai dengan kulit menjadi merah dan gatal.
• Infeksi pada kulit akibat garukan.
• Luka bakar, mulai dari derajat ringan sampai berat. Pada beberapa keadaan, luka bakar dapat terjadi pada hampir seluruh tubuh. Dalam kondisi tersebut, seseorang harus segera ditangani karena nyawanya dalam keadaan kritis.
Efek mekanikal
Efek mekanikal yang terjadi dapat berupa runtuhnya atap rumah atau kecelakaan di jalan raya. Atap bisa runtuh karena beban berat dari abu, apalagi jika abu tersebut basah dan bangunan tidak dibangun untuk menyangga beban berat. Atap yang runtuh menyebabkan orang yang tertimpa mengalami luka, bahkan meninggal. Luka yang terjadi dapat berupa patah tulang, luka memar, luka robek, dan perdarahan yang memerlukan tindakan medis lebih lanjut.
Selain atap rumah yang runtuh, efek mekanikal lain yang dapat terjadi adalah kecelakaan di jalan raya. Kecelakaan dapat terjadi akibat berkurangnya jarak pandang akibat abu gunung api yang menutupi lapang pandang. Bahaya ini diperparah oleh jalan yang ditutupi oleh abu dan jalanan yang licin akibat abu yang basah.
Pencegahan dan Pertolongan Praktis terhadap Abu Vulkanik
Setelah mengetahui apa saja yang terjadi pada kesehatan manusia saat mengalami bencana letusan gunung berapi, tentunya dapat ditindaklanjuti dengan tindakan pencegahan. Pengetahuan mengenai pertolongan praktis dan efektif diperlukan agar dapat diterapkan jika memang ada yang mengalami gangguan tersebut.
Gangguan pernafasan akut
Tentu cara yang paling mudah untuk melindungi jalan pernapasan adalah dengan menggunakan masker, yang dirancang sedemikian rupa sehingga mampu menyaring debu yang paling kecil sekalipun (kurang dari 10 mikron). Masker jenis tersebut sudah disetujui dan direkomendasikan oleh International Volcanic Health Hazard Network (IVHHN). Masker tersebut harus mampu memberikan perlindungan yang memadai dan sesuai dengan peralatan pelindung lainnya yang dikenakan pada saat yang sama. Selain itu, masker tersebut harus dipakai secara tepat agar sepenuhnya efektif.
Tidak ada rotan, akar pun jadi. Jika masker layak pakai tidak tersedia, maka dapat digunakan sapu tangan, kain, atau pakaian yang setidaknya dapat menghalangi abu. Merendam kain dengan air dapat meningkatkan efektivitas ‘masker sederhana’ tersebut. Bagi keluarga yang memiliki anakanak sebaiknya sediakan masker khusus untuk anak-anak. Selain itu, anak dilarang bermain di luar untuk mengurangi dampak abu bagi kesehatan. Pasien dengan bronkitis kronis,emfisema, dan asma disarankan untuk tinggal di dalam dan menghindari paparan abu. Perlu juga dilakukan pencegahan abu masuk ke rumah, dan membasahi abu dalam rumah bila memungkinkan untuk mencegah pergerakan abu. Bila sudah mengalami gangguan seperti serangan asma akut atau sesak napas, sebisa mungkin segera hubungi paramedis agar mendapatkan bantuan medis lebih lanjut. Bagi pasien yang memang memiliki riwayat asma, sediaan inhaler yang berisi obat asma tentunya dapat menolong.
Sumber : buku K13 Ilmu Pengetahuan Alam kelas 8