Apa itu resesi ekonomi?
Secara sederhana resesi ekonomi dapat dipahami sebagai kelesuan ekonomi. Mengutip dari Wikipedia, resesi diartikan sebagai kondisi di mana produk domestik bruto (GDP) mengalami penurunan atau pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal secara berturut-turut atau lebih dari satu tahun.
Sesuai dengan namanya yang berarti kelesuan atau kemerosotan, resesi mengakibatkan penurunan secara simultan pada setiap aktivitas di sektor ekonomi. Sebut saja lapangan kerja, investasi, dan juga keuntungan perusahaan.
Terjadinya resesi ekonomi menimbulkan efek domino pada masing-masing kegiatan ekonomi tersebut. Ketika investasi mengalami penurunan, maka tingkat produksi atas produk atau komoditas juga akan menurun.
Dampaknya akan terjadi banyak pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja. Secara lebih lanjut, kondisi tersebut mengakibatkan daya beli masyarakat menurun yang berimbas pada turunnya keuntungan perusahaan.
Terjadinya resesi ekonomi sering kali diindikasikan dengan menurunnya harga-harga yang disebut dengan deflasi, atau sebaliknya inflasi di mana harga-harga produk atau komoditas dalam negeri mengalami peningkatan secara tajam.
Jika tak segera diatasi, resesi akan berlangsung dalam jangka waktu lama sehingga menjadi depresi ekonomi, yang bisa berakibat pada kebangkrutan ekonomi atau ekonomi kolaps. Jika ekonomi suatu negara sudah sampai pada tahap ini, maka pemulihan ekonomi akan lebih sulit dilakukan.
Kapan negara dikatakan memasuki masa resesi?
Dalam sejarah perekonomian dunia, tak sedikit negara yang mengalami masa-masa kelam masuk dan terperangkap dalam resesi. Krisis ekonomi yang menghantam negara-negara Uni Eropa pada tahun 2008-2009 mengakibatkan setidaknya 17 negara di kawasan tersebut memasuki masa resesi, beberapa di antaranya adalah Yunani, Perancis, Portugal, Republik Siprus, Spanyol, Irlandia, dan Italia.
Pada tahun 2010, kelesuan ekonomi melanda Thailand. Negara yang dikenal dengan julukan Negeri Gajah Putih mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi yang negatif selama dua kuartal berturut-turut. Hal ini disebabkan produk domestik bruto negara tersebut yang terus merosot.
Tak hanya menghantam negara-negara berkembang, resesi ekonomi juga pernah dialami oleh Rusia yang dikenal sebagai negara super power tandingan Amerika Serikat sepanjang tahun 2015.
Resesi di negara ini dipicu oleh pencapaian produk domestik bruto yang rendah sebab pasar modal dunia menolak perusahaan-perusahaan dari Rusia. Akibatnya, tingkat inflasi yang cukup tinggi bahkan negara mengalami defisit anggaran.
Dari ilustrasi di atas tampak bahwa resesi ekonomi dipengaruhi oleh banyak faktor. Tak hanya negara-negara kecil yang miskin dan sedang berkembang saja yang terdampak atas resesi ekonomi, tetapi juga negara-negara besar yang secara ekonomi telah maju.
Bahkan melihat kondisi ekonomi Indonesia saat ini, banyak pengamat ekonomi yang memprediksi bahwa Indonesia juga sedang mengarah pada resesi. Nilai impor yang lebih besar dibandingkan ekspor, harga-harga barang komoditas yang semakin mahal, biaya listrik, bahan bakar minyak, dan pajak yang juga tak mau kalah melonjak tajam. Indikator-indikator inilah yang dijadikan sebagai dasar prediksi bahwa Indonesia telah mulai memasuki gerbang resesi ekonomi.
Selain itu, tingkat daya beli masyarakat Indonesia saat ini juga menurun.
Hal ini berimbas pada banyaknya perusahaan retail yang mengambil keputusan untuk menutup sejumlah gerainya. Sebut saja Seven Eleven, Matahari Department Store, Lotus, dan Debenhams. Tutupnya gerai retail tersebut tidak bisa dinafikan bahwa daya beli masyarakat rendah sehingga kegiatan ekonomi menjadi lesu. Akibat lebih lanjut atas penutupan gerai retail tersebut tentu saja tingkat pengangguran semakin tinggi.
Meski resesi di Indonesia ini masih sebatas prediksi dan menjadi kontroversi. Di satu sisi pemerintah menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tetap stabil di level 5% dan kondisi perekonomian Indonesia masih baik-baik saja, meski utang luar negeri melonjak tajam. Sementara di sisi lain, data dan situasi nyata di lapangan tidaklah baik-baik saja. Masyarakat di berbagai daerah mengeluhkan biaya hidup semakin mahal.
Lantas, apa yang dijadikan sebagai indikator kapan suatu negara memasuki masa resesi ekonomi? Suatu negara dikatakan masuk masa resesi, apabila dmuncul beberapa indikator berikut.
- Terjadi ketidakseimbangan antara produksi dengan konsumsi
Ekonomi tak jauh-jauh dari produksi dan konsumsi. Keseimbangan diantara keduanya menjadi dasar pertumbuhan ekonomi. Di saat produksi dan konsumsi tidak seimbang, maka akan terjadi masalah dalam siklus ekonomi.
Apabila tingginya produksi tidak diikuti dengan tingginya konsumsi, akan berakibat pada penumpukan stok persediaan barang. Sebaliknya, jika produksi rendah sedang konsumsi tinggi maka kebutuhan dalam negeri tidak akan mencukupi sehingga harus dilakukan impor. Hal ini akan berakibat pada penurunan laba perusahaan sehingga berpengaruh pada lemahnya pasar modal.
- Pertumbuhan ekonomi lambat bahkan merosot selama dua kuartal terturut-turut
Dalam perekonomian global, pertumbuhan ekonomi digunakan sebagai ukuran untuk menentukan baik buruknya kondisi ekonomi suatu negara. Jika pertumbuhan ekonomi suatu mengalami kenaikan secara signifikan, artinya negara tersebut dalam kondisi ekonomi yang kuat.
Demikian pula sebaliknya. Nah, pertumbuhan ekonomi ini menggunakan acuan produk domestik bruto yang merupakan hasil penjumlahan dari konsumsi, pengeluaran pemerintah, investasi dan ekspor yang dikurangi impor. Jika produk domestik bruto mengalami penurunan dari tahun ke tahun, dapat dipastikan bahwa pertumbuhan ekonomi negara yang bersangkutan mengalami kelesuan atau resesi.
- Nilai impor jauh lebih besar dibandingkan nilai ekspor
Dalam perdagangan internasional, kegiatan impor dan ekspor sangatlah wajar. Selain untuk menjalin kerja sama ekonomi, tujuan dari impor dan ekspor salah satunya adalah untuk memenuhi kebutuhan penduduk di kedua negara.
Negara yang kekurangan komoditas karena tidak bisa memproduksi sendiri, bisa mengimpor dari negara lain. Sebaliknya, negara yang memiliki kelebihan produksi bisa mengekspor ke negara yang membutuhkan komoditas tersebut. Namun, jika impor dengan ekspor tidak stabil bisa berdampak pada perekonomian negara. Nilai impor yang jauh lebih besar dibandingkan nilai ekspor berisiko pada defisit anggaran negara.
- Terjadi inflasi atau deflasi yang tinggi
Untuk alasan dan kepentingan tertentu, inflasi memang diperlukan. Namun, inflasi yang terlalu tinggi justru mempersulit kondisi ekonomi, karena harga-harga komoditas melonjak sehingga tak bisa dijangkau oleh semua kalangan masyarakat, utamanya yang kelas ekonominya menengah ke bawah.
Kondisi ekonomi akan semakin parah apabila inflasi tidak diikuti dengan daya beli masyarakat yang tinggi. Tak hanya inflasi yang berdampak pada resesi, tetapi juga deflasi. Harga-harga komoditas yang menurun drastis bisa mempengaruhi tingkat pendapatan dan laba perusahaan yang rendah. Akibatnya, biaya produksi tidak tertutup sehingga volume produksi rendah.
- Tingkat pengangguran tinggi
Tenaga kerja menjadi salah satu faktor produksi yang memiliki peranan penting dalam menggerakkan perekonomian. Jika suatu negara tidak mampu menciptakan lapangan kerja bagi tenaga kerja lokal, maka tingkat penggangguran di negara tersebut jelas akan tinggi. Risikonya, daya beli rendah bahkan memicu tindak kriminal guna memenuhi kebutuhan hidup.
Sekuat apapun perekonomian suatu negara, bisa jadi memiliki titik lemah. Ketika titik lemah tersebut terhantam, mau tidak mau atau siap tidak siap negara tersebut akan mengalami kelesuan dan kemerosotan yang disebut dengan resesi ekonomi.
Sebab itulah, penting bagi setiap negara memantau laju pertumbuhan ekonominya per kuartal, agar dapat segera diambil kebijakan ekonomi yang mampu mengantisipasi bahkan mengatasi jika ditemukan adanya masalah.