Kegiatan menilai karya tari tidak akan terlepas
dari pendekatan nilai estetika dalam tari. Secara konsepsi keilmuan, nilai
estetika dalam seni adalah suatu ukuran subjektivitas yang hanya berkaitan
dengan masalah keindahan dari karya seni tersebut. Hal ini seperti yang
ditegaskan Hegel dalam Sutrisno Muji, (2005), menegaskan bahwa filsafat
keindahan (estetika) hanya berkaitan dengan keindahan karya seni yang
dihasilkan manusia. Seperti diketahui bersama, media utama dari tari adalah
gerak tubuh manusia. Pada persoalan gerak saja akan banyak hal yang akan
dibahas pada saat melakukan kritik tari, seperti kualitas gerak yang
ditampilkan penari, kekompakan gerak, keseragaman gerak, harmonisasi gerak,
teknik gerak, makna dan simbolik gerak, dan banyak lagi fokus masalah lainnya.
Nilai estetika pada gerak tari, akan sangat
berkaitan erat dengan nilai-nilai kearifan lokal dari masing-masing daerah
tempat tarian tersebut berkembang. Contoh sederhananya, pada konsep estetika
gerak tari tradisional di Jawa Barat yang mengenal adanya ukuran estetika
penyajian tari yang dikenal dengan istilah aspek wiraga, wirahma dan wirasa.
Aspek wiraga lebih difokuskan pada kualitas teknik gerak yang dilakukan. Aspek
wirahma lebih difokuskan pada ketepatan rasa musikalitas penari dalam melakukan
teknik gerak sesuai dengan pola iringan yang dibawakan. Sementara aspek wirasa
lebih difokuskan pada kemampuan penjiwaan penari dalam membawakan tarian sesuai
dengan tema atau karakter tarian yang dibawakan.
Pada kenyataannya, menilai karya tari atau
melakukan kritik tari tidak akan hanya terfokus pada pembahasan masalah gerak
saja. Akan tetapi, akan dibahas pula masalah lainnya yang menjadi bagian
integral dari penyajian karya tari. Banyak hal yang akan dibahas, diantaranya
masalah musik, tata busana, tata rias, tata pentas, tata lampu, artistik,
penyelenggaraan pertunjukan, nilai dan pesan dalam materi pertunjukan tari,
serta masalah lainnya yang selalu berkaitan erat dengan pertunjukan tari.
Dalam menganalisis sebuah karya tari, tidak
hanya cukup didekati oleh ilmu estetika seni tari, tetapi akan memerlukan
pendekatan ilmu lainnya dalam menganalisis persoalan nilai etis dan nilai
sosial yang banyak tersirat pada karya-karya tari yang ditampilkan. Fokus pembahasan
ini sudah banyak dibahas di buku pelajaran kelas XI, jadi untuk mengingatkannya
kembali
dapat membuka kembali buku pelajaran tersebut.
Setiap karya tari, baik karya tari tradisional,
kreasi baru, maupun modern akan selalu memiliki nilai etis dan nilai sosial di
dalamnya. Seperti yang mudah kita cermati dari beberapa penyajian karya tari
tradisi yang syarat akan nilai etis sebagai cerminan masyarakat penyangganya.
Salah satu contohnya, di Jawa Barat terdapat tari Keurseus, tarian ini sebagai
aktualisasi dari gambaran para priyayi atau bangsawan Sunda tempo dulu. Dengan
pola gerak yang sistematis dan beraturan, menunjukan karakter bangsawa tempo
dulu yang mencerminkan sebagai kalangan masyarakat berpendidikan yang penuh dengan
etika kehidupan.
Nilai etika dan sosial ini tidak hanya terdapat
pada karya-karya tari tradisional. Dalam karya-karya tari kreasi baru,
kontemporer dan modern pun makna ini akan senantiasa melekat seiring dengan
semangat zaman yang mendukung terciptanya karya tari tersebut.