PAK GITO SURODINAWAN BAKUL RONDE
Sisi lain Pondok Penarip Mojokerto
--------------------------------------------------------------
Suatu siang di tahun 1930-an. Seperti biasa, Pak Gito berhenti di dekat pagar depan Pondok Penarip. Pondok yang diasuh oleh Kyai Ilyas atau yang juga dikenal sebagai Mbah Yai Sholeh itu memiliki santri yang kebanyakan berasal dari Cirebon. Mbah Yai Sholeh sudah sepuh karena beliau lahir pada tahun 1820-an, sekitar satu abad.
Pak Gito asal desa Surodinawan itu berjualan es campur kacang ijo yang biasa disebut ronde. Dia akan menggratiskan jualannya bila diketahui yang membeli adalah santri Mbah Yai Sholeh. Untuk sampai ke Penarip Pak Gito harus melalui jembatan kayu atau jembatan sasak yang menghubungkan Surodinawan dan Penarip yang dipisahkan oleh Kali Brangkal. Boleh dibilang jembatan kayu itu merupakan jalan Pak Gito mencari rejeki. Daerah timur Kali Brangkal memang penduduknya lebih padat sehingga ada banyak pembeli bila dibanding daerah baratnya.
Meskipun tidak cakap mengaji tetapi Pak Gito sangat senang mencuri dengar ceramah Mbah Yai Sholeh saat berhenti di jalan depan pesantren itu. Waktu Pak Gito berhenti dekat pagar, di musholla sedang ngaji ngaji kitab setelah Dhuha. Ketika itu Mbah Yai Sholeh berkata, "Kunci dari segala kegiatan di alam semesta ini adalah Bismillah. Maka jangan lupa menyebut asma Allah sebelum bekerja. Hidup itu kuncinya adalah Bismillahirrohmanirohiim".
Dawuh Mbah Yai Sholeh itu dilaksanakan Pak Gito pada semua aktifitasnya. Sekecil apapun kegiatannya tak lupa diawalinya dengan bacaan basmallah.
Pada suatu saat aliran Kali Brangkal meluap dan aliran derasnya menghanyutkan jembatan kayu itu. Terputuslah hubungan antara Penarip dan Surodinawan. Tetapi Pak Gito tetap ada di depan pondok menunggu santri selesai mengaji dan "membeli" ronde buatannya. Mbah Yai Sholeh yang turun dari musholla melihat santrinya yang mengerumuni Pak Gito.
Dalam hati Mbah Yai Sholeh bertanya, "Lewat mana Pak Gito sedangkan jembatan sasak hanyut? "
Ya, memang tidak mungkin bisa tepat waktu bila menempuh jalan memutar lewat Brangkal. Ada jembatan lori di dekat Kedungmulang tetapi riskan dilewati karena harus meniti rel yang licin saat musim hujan seperti saat itu. Dan Mbah Yai Sholeh pun memanggil salah satu santrinya menyampaikan pesan, "Kalau sudah selesai melayani pembeli tolong sampaikan pada Pak Gito untuk ke rumah". Ucapan yang dijawab santri dengan kalimat pendek, "Inggih, Yai.. "
Seperti yang diminta, Pak Gito kemudian datang ke ndalem Mbah Yai Sholeh. Pada tamunya itu tidak ditanyakan masalah jalan yang ditempuh untuk berjualan ronde. Mbah Yai Sholeh bilang, "Pak Gito jika boleh hari ini saya ingin ke rumah sampyan".
Mendengar permintaan itu betapa senang hati Pak Gito. Mendapat kunjungan dari orang yang selalu dicuri dengar pengajiannya tentu menjadi penghargaan tersendiri bagi diri dan keluarganya. "Apa sekarang, Kyai? " jawabnya balik bertanya dengan muka menunduk tanda hormat.
"Tidak, nanti saja setelah sampyan selesai jualan". Ujar Mbah Yai Sholeh.
Sore itu Pak Sholeh yang memikul rombong jualannya diiringi Mbah Yai Sholeh berjalan lewat gang menuju jembatan sasak. Dari jauh sudah terlihat bekas jembatan yang hanyut itu.
"Jembatannya tidak ada, kita lewat mana? " tanya Mbah Yai Sholeh.
"Seperti yang Kyai ajarkan, saya tadi baca bismillah saat melewati tretek sasak itu" ujar Pak Gito sambil meletakkan rombongnya. Dia pun membaca lafadz basmallah. Tiba-tiba dalam sekejap mata ada jembatan sasak terbentang.
"Monggo Kyai, kita lanjutkan. Rumah saya sudah dekat " kata Pak Gito. Mereka berdua kembali berjalan beriringan dengan Mbah Yai Sholeh mengikuti di belakang. Setelah keduanya menyebrang jembatan sasak itu kembali hilang.
Setelah dianggap cukup berbincang, Mbah Yai Sholeh pamit pulang. "Monggo Kyai, matur nuwun sudah rawuh di gubuk saya" kata Pak Gito dengan nada syukur.
"Iya, tapi antarkan saya balik lewat jembatan sasak itu. Bagaimana saya bisa menyebrang jika jembatannya tidak Ada? " tanya Mbah Yai Sholeh.
Dengan lugunya Pak Gito menjawab, "Seperti yang Kyai ajarkan kuncinya dengan membaca Bismillah"
Mendengar jawaban semacam itu Mbah Yai Sholeh tersenyum dan berkata, "Saya memang tahu kuncinya tapi Pak Gito yang tahu cara menggunakan kunci itu"
Seperti saat berangkat, Pak Gito mengantar Mbah Yai Sholeh menyebrang jembatan sasak dengan memggunakan kunci Bismillahirrohmanirrohiim.
Wallhahu a'lam
*******
cerita saduran dari Mahalis Ta'lim Al Awwabin Gedeg Mojokerto
Sidowangun 31 Maret 2018