Cakil Kena Batunya

Seorang anak yang bernama Cakil berpura-pura jatuh ketika naik sepeda. Lalu dia dengan suara yang keras meminta tolong, “Aduh... tolong, tolong, tolong!”
Orang-orang yang ada di sekitarnya lari tergopoh-gopoh hendak menolongnya.
Namun begitu orang-orang sudah mendekat, Cakil berdiri sambil berkata, “Ha ha ha, kasian deh, kalian kena tipu.” Cakil lalu bangun dan mengayuh sepedanya dengan cepat. Melihat tingkahnya, orangorang itu menggeleng-gelengkan kepala dan jengkel sekali.
Sebaliknya, Cakil mengayuh sepedanya sambil tertawa dan merasa puas karena hari itu sudah berhasil menipu banyak orang.
Pada hari berikutnya, Cakil ingin melakukan hal serupa. Ia berpura-pura jatuh lalu meronta-ronta. Namun orang-orang tidak mau menolongnya. Cakil tidak kurang akal, ia meronta semakin keras sambil berusaha mengeluarkan air matanya, “Tolong-tolong... kali ini aku jatuh beneran, hua.. huaa.....”
Salah seorang lalu menengok dan merasa kasihan. Lalu ia berkata, “Hei, benar anak itu jatuh. Mari kita tolong dia!” Lalu orang-orang itu mendekat hendak menolong Cakil yang jatuh dari sepeda.”
Namun begitu orang-orang sudah mendekat, Cakil cepat-cepat berdiri sambil berkata, “Ha ha ha, kasian deh, kalian kena tipu lagi.” Cakil lalu mengayuh sepedanya dengan cepat. Melihat tingkahnya, orang-orang itu kembali menggeleng-gelengkan kepala dan jengkel sekali.
Pada hari berikutnya, Cakil mengayuh sepeda dengan kencang. Karena tidak hati-hati, kali ini ia benar-benar jatuh. Ia lalu merintih dan meronta karena kesakitan. orang-orang yang melihatnya tidak mau menolongnya.
Salah seorang lalu menengok dan berkata, “Teman-teman ini anak yang telah dua kali menipu kita. Pasti kali ini dia hendak menipu lagi. Mari kita tinggalkan dia, dari pada kita dibuat malu lagi.” Lalu orang-orang pergi karena menyangka Cakil menipu mereka lagi. Sementara Cakil merintih, meronta, dan menyesali perbuatannya. Kali ini ia kena batunya. Ia menuai kebohongan yang selama ini ia tanam.

Sumber : buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti k 13 kelas IX