Kita ahlussunnah waljamaah adalah rantai antara murid dan guru, terus kepada nabi saw, kita bukan bersanad pada buku, walaupun buku pun kita jadikan rujukan, namun kita tidak mungkin mengikuti/meneladani/ berpegang buku, karena buku tidak bisa berbicara dan dimintai penjelasan bila kita tak mengerti, apalagi dimintai pertanggung jawaban kelak dihari kiamat,
kita berpegang pada guru, dan guru kita berpegang pd gurunya, demikian hingga Nabi saw, jauh berbeda dengan ajaran ajaran baru yg muncul akhir akhir ini, mereka tak punya sanad guru, karena panutan mereka hanya buku semata, dan mereka lalu menafsirkan dengan kemampuannya yg dangkal, dan mengandalkan kemampuan buku.
Kita mengenal Imam Ahmad bin Hanbal itu hafal 1 juta hadits, namun ia tak mampu menuliskan semuanya di buku, ia hanya menuliskan sekitar 20 ribu hadits dalam musnad nya, karena tentunya ia sibuk dg ibadah dan pengajaran, di masa itu blm ada computer dan alat cetak, yg ada hanya tulis tangan.., anda dapat bayangkan dari 1 juta hadits yg dihafal Imam Ahmad, ternyata hanya 20 ribu yg tertulis dibuku, masih tersisa 980 ribu hadits yg tdk tertulis..!, demikian pula Imam Imam Muhadditsin lainnya, berarti mungkin puluhan juta hadits yg sirna,
Dan setelah hadtis2 itu ?ditulis tangan?, hanya beberapa persen saja yg sempat awet, tidak rusak dan sempat dicetak hingga masa kini, bagaimana tidak?, di Yaman di kota Tarim, disana terdapat ratusan ribu buku tulisan tangan yg belum pernah dicetak hingga kini, siapapula yg mau meluangkan waktu untuk mengetik ratusan ribu buku itu??,
Kalau ini sudah seperti ini dizaman sekarang, maka logika kita berapa juta buku yg pernah ditulis kemudian hilang, rusak, hancur, dll sebelum sempat dicetak..?, hilang dimakan zaman..
Lalu apa solusinya?
solusinya adalah silsilah guru, karena buku tulisan sang guru pastilah hanya secuil kecil dibanding ilmu yg diajarkannya pada muridnya, bukankah demikian??, bukankah setiap guru pastilah lebih sibuk mengajar daripada menulis buku??, bukankah bila ia mengajar maka pastilah hanya sedikit saja yg sempat ia tulis dibuku??, dan sisanya ada pada murid2nya?,
Nah.. maka seluruh ilmu itu masih terjaga..!,
dimana??,
pada murid2 mereka, lalu kepada muridnya, lalu kepada muridnya, demikian hingga kini..
Apalah artinya ajaran baru ini yg baru sekarang ini mereka ingin gembar gembor meluruskan syariah, dg hanya berpedoman pada buku??, ilmu mereka ini tidak berbobot dan dhoif bila dibandingkan dengan yg bersanad dg guru guru hingga Rasulullah saw.
Sanad dan ijazah itu artinya pewarisan ilmu dari guru kepada murid. Dan keizinan dari guru kepada murid untuk berfatwa.
Tidak semua murid akan di izinkan guru untuk bicara hukum fiqih, apalagi beristinbat ini itu segala macam. Dan memang ada murid2 yang sudah di izinkan untuk berfatwa, semua tergantung dari tingkat pemahamannya. Ada memang santri yang sudah di berikan keizinan dalam waktu singkat, karena memang diberikan kelebihan dalam kepintaran, dalam waktu singkat sudah bisa memahami sekian banyak cabang ilmu, dan ada juga yang sudah bertahun-tahun lamanya tidak juga di berikan keizinan karena sulit memahami ilmu.
Sanad itu ada macam2, ada sanad yang di berikan guru untuk kita amalkan sendiri dulu tetapi belum di izinkan untuk memberi sanad tsb kepada orang lain, karena kapasitasnya yang belum mencukupi untuk itu. Tetapi ada juga sanad yang sudah di berikan guru yang juga kita di izinkan untuk memberikannya kepada orang lain lagi sebagai penyambung ilmu, artinya kita sudah di izinkan guru kita untuk menjadi guru yg mencari murid, tetapi ini syaratnya lebih ketat. Harus benar-benar mendalami ilmu syariah dan harus siap untuk ditanya oleh murid2nya (yg di sambungkan sanad olehnya) jika murid sesekali terbentur masalah saat membaca buku, dan murid tidak memahaminya.
Kenapa gurunya berhak menentukan izin hal ini? karena guru juga sudah mempunyai hak akan hal itu yang ia dapatkan dari gurunya pula, dan guru dari gurunya dulu juga begitu sudah di berikan izin dari gurunya lagi, demikian terus menerus keatas jika di telusuri akan sampai kepada para muhaddits seperti imam nawawi, imam suyuthi, imam ghazali, imam ibnu hajar al asqalani, imam baihaqi, hingga kepada imam2 kutubussitah.
Begitu juga dalam hal fiqih, jika di telusuri keatas akan sampai kepada Imam Syafii, Imam Ahmad, Imam Malik, Imam Abu Hanifah.
Dan tentu ini akan menyambung kepada tabiin, sahabat hingga Rasulullah.
Contoh Imam Syafii, Imam Syafii belum akan memberi keizinan kepada murid untuk bicara fiqih kepada ummat sebelum murid tsb benar2 memahami secara banyak. Keizinan akan di berikan jika murid telah memiliki kemapanan ilmu, kapasitasnya sudah pantas, barulah di berikan.
Murid yang sudah di beri keizinan ini sama saja sudah membawa keizinan dari Imam Syafii, dia lah ulama yang paling berhak berbicara dan membahas masalah fatwa Imam Syafii karena telah di wariskan secara langsung oleh Imam Syafii, dan tidak ada ulama yang berhak membantah pendapatnya kala dia sedang berbicara masalah fatwa Imam Syafii, terkecuali murid Imam Syafii yg lainnya jika murid tersebut menjadi menyimpang dari apa yang telah di berikan imam syafii.
Bagaimana cara melihat seorang murid sudah menyimpang atau tidak? Gampang tinggal dilihat. Misanya Imam Syafii memiliki 10 orang murid, yang ke 9 orang murid pendapatnya seragam dan mirip2, sedangkan ada satu yang lain sendiri dan aneh hingga bertentangan, yang satu itulah yang menyimpang, dan wajib bagi yang ke 9 tersebut untuk meluruskan kembali yang 1 orang itu agar dia kembali kepada apa yang diberikan Imam Syafii, demi agar tidak membawa fitnah atas nama Imam Syafii.
Misalnya kejadian itu terjadi disaat Imam Syafii telah wafat, jika yang 1 orang itu ngotot tidak mau berubah dari pendiriannya, maka yang ke 9 murid imam syafii ini berhak mengeluarkannya dari manhaj Imam Syafii dan men ‘jarh’ pendapat-pendapatnya yang mungkin sudah tersebar di ummat misalnya, karena dikhawatirkan akan membawa2 fatwa fitnah atas nama Imam Syafii kepada ummat. Karena yang ke 9 orang itu juga berhak mengatasnamakan Imam Syafii karena sudah di ijazahkan dan di wariskan Ilmu oleh Imam Syafii. Jika sudah di keluarkan dari manhaj itu berarti sanadnya sudah tidak berlaku.
diambil dari: http://farid.zainalfuadi.net/mengenal-ahlussunnah-wal-jamaah/