sesuai dengan Pasal 6 Undang-undang No. 24 Thn 2000 tentang perjanjian
internasional dibagi atas beberapa tahap-tahap proses, antara lain :
1. Tahap Penjajangan
2. Tahap Perundingan
3. Tahap Perumusan Naskah Perjajian
4. Tahap Penerimaan
5. Tahap penandatanganan.
1. Tahap Penjajangan
2. Tahap Perundingan
3. Tahap Perumusan Naskah Perjajian
4. Tahap Penerimaan
5. Tahap penandatanganan.
Penandatanganan
merupakan tahap akhir dari perundingan bilateral untuk melegalisasi
suatu naskah perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua
pihak. Dalam perjanjian Multilateral penandatanganan perjanjian
internasional bukan merupakan pengikatan diri sebagai negara pihak.
Keterikatan pada perjanjian internasional dapat dilakukan melalui
pengesahan (ratification/ accession/ acceptance/ approval).
Dari sisi internal Indonesia maka tahap tahap pembuatan perjanjian internasional didasarkan pada beberapa komponen-komponen utama yaitu :
1. Lembaga Pemrakarsa
2. Mekanisme Koordinasi dan Konsultasi
3. Proses Pengambilan keputusan dalam pembuatan perjanjian internasional
4. Pedoman delegasi Republik Indonesia
5. Surat Kuasa
1. Lembaga Pemrakarsa
Lembaga pemrakarsa, baik atas nama Pemerintah RI maupun atas nama lembaga dimaksud, yang mempunyai rencana untuk membuat perjanjia internasional harus terlebih dulu melakukan konsultasi dan koordinasi dengan Menteril Luar Negeri (Menlu). Dengan adanya restrukturisasi Kementerian Departemen Luar Negeri yang menekankan peranan unit regional, maka dalam rangka "one door policy", unit regional yang terdapat di dalam lingkungan Kementrian Luar Negeri melakukan fungsi koordinasi dalam setiap tahap tahap pembuatan perjanjian internasional yang terkait dengan unitnya.
3. Proses Pengambilan keputusan dalam Pembuatan Perjanjian
2. Mekanisme Koordinasi dan Konsultasi
3. Proses Pengambilan keputusan dalam pembuatan perjanjian internasional
4. Pedoman delegasi Republik Indonesia
5. Surat Kuasa
1. Lembaga Pemrakarsa
Sekalipun pihak pada perjanjian
internasional adalah negara, namun secara internal harus diidentifikasi
lembaga yang memiliki kewenangan untuk memprakarsai, mengoordinasi,
serta menerapkan perjanjian internasional. Menurut Pasal 5 Undang-undang
No.24 Thn 2000, lembaga pemrakarsa haruslah Lembaga Negara dan Lembaga
Pemerintahan, baik departemen maupun non-departemen, baik di tingkat
pusat dan di tingkat daerah yang mempunyai rencana untuk membuat
perjanjian internasional.
2. Mekanisme Koordinasi dan Konsultasi
2. Mekanisme Koordinasi dan Konsultasi
Lembaga pemrakarsa, baik atas nama Pemerintah RI maupun atas nama lembaga dimaksud, yang mempunyai rencana untuk membuat perjanjia internasional harus terlebih dulu melakukan konsultasi dan koordinasi dengan Menteril Luar Negeri (Menlu). Dengan adanya restrukturisasi Kementerian Departemen Luar Negeri yang menekankan peranan unit regional, maka dalam rangka "one door policy", unit regional yang terdapat di dalam lingkungan Kementrian Luar Negeri melakukan fungsi koordinasi dalam setiap tahap tahap pembuatan perjanjian internasional yang terkait dengan unitnya.
3. Proses Pengambilan keputusan dalam Pembuatan Perjanjian
Proses pengambilan keputusan
menggunakan proses yang lazim diambil oleh pemerintah yang dimulai dari
tingkat teknis dan jika diperlukan atau tidak diperluakan keputusan,
dapat diangkat ke tingkat kebijakan dan politik termasuk melalui forum
Rakor/ Polkam/ Ekonomi/ Kesra serta melalui Rapat Kabinet. Prosedur yang
harus dilakukan dalam mekanisme konsultasi dan koordinasi ini adalah
sebagai berikut:
- Lembaga pemrakarsa/ focal point mengoordinasikan rapat yang melibatkan Kemlu dan instansi terkait lainnya untuk tahap penjagaan, perumusan posisi/ pedoman Delri dan pelaksanaan perundingan.
- Apabila rapat interdepartemen menyetujui draft yang dibahas, maka lembaga pemrakarsa akan mempersiapkan counterdraft.
- Rapat interkementrian harus membahas lebih dulu berbagai konsekuensi dari keikutsertaan pemerintah Indonesia dalam suatu perjanjian internasional atau pembahasan rancangan naskah perjanjian internasional, sehingga suatu perjanjian dapat aman secara politis, aman secara yuridis, aman secara teknisi dan aman secara security.
4. Pedoman Delegasi RI
Posisi pemerintahan dalam pembuatan perjanjian internasional harus dituangkan dalam suatu pedoman delegasi Republik Indonesia yang perlu mendapat persetujuan Menteri Luar Negeri. pedoman ini memuat hal-hal sebagai berikut:
- Latar belakang permasalahan
- Analisis permasalahan yang ditinjau dari segi politis dan yuridis serta aspek lain yang dapat memengaruhi kepentingan nasional Indonesia
- Posisi Indonesia, saran & penyesuaian yang dapat dilakukan untuk mencapai kesepakatan.
5. Surat Kuasa
Surat kuasa merupakan instrumen hukum yang sudah berlaku dalam praktik internasional. Undang-undang No. 24 Thn 2000 mengadopsi pengertian instrumen ini ke dalam hukum nasional dan mengartikannya sebagai surat yang dikeluarkan oleh Presiden atau Menteri yang memberikan kuasa kepada satu atau beberapa orang mewakili Pemerintah Republik Indonesia untuk menandatangani atau menerima naskah perjanjian internasional, menyatakan persetujuan negara untuk mengikatkan diri pada perjanjian dan/atau menyelesaikan hal-hal lain yang diperlukan dalam tahap tahap pembuatan perjanjian internasional.
Demikianlah Pembahasan dalam tulisan ini mengenai Tahap Tahap Pembuatan Perjanjian Internasional, semoga tulisan saya yang berikutnya dapat membantu anda.
- Lembaga pemrakarsa/ focal point mengoordinasikan rapat yang melibatkan Kemlu dan instansi terkait lainnya untuk tahap penjagaan, perumusan posisi/ pedoman Delri dan pelaksanaan perundingan.
- Apabila rapat interdepartemen menyetujui draft yang dibahas, maka lembaga pemrakarsa akan mempersiapkan counterdraft.
- Rapat interkementrian harus membahas lebih dulu berbagai konsekuensi dari keikutsertaan pemerintah Indonesia dalam suatu perjanjian internasional atau pembahasan rancangan naskah perjanjian internasional, sehingga suatu perjanjian dapat aman secara politis, aman secara yuridis, aman secara teknisi dan aman secara security.
4. Pedoman Delegasi RI
Posisi pemerintahan dalam pembuatan perjanjian internasional harus dituangkan dalam suatu pedoman delegasi Republik Indonesia yang perlu mendapat persetujuan Menteri Luar Negeri. pedoman ini memuat hal-hal sebagai berikut:
- Latar belakang permasalahan
- Analisis permasalahan yang ditinjau dari segi politis dan yuridis serta aspek lain yang dapat memengaruhi kepentingan nasional Indonesia
- Posisi Indonesia, saran & penyesuaian yang dapat dilakukan untuk mencapai kesepakatan.
5. Surat Kuasa
Surat kuasa merupakan instrumen hukum yang sudah berlaku dalam praktik internasional. Undang-undang No. 24 Thn 2000 mengadopsi pengertian instrumen ini ke dalam hukum nasional dan mengartikannya sebagai surat yang dikeluarkan oleh Presiden atau Menteri yang memberikan kuasa kepada satu atau beberapa orang mewakili Pemerintah Republik Indonesia untuk menandatangani atau menerima naskah perjanjian internasional, menyatakan persetujuan negara untuk mengikatkan diri pada perjanjian dan/atau menyelesaikan hal-hal lain yang diperlukan dalam tahap tahap pembuatan perjanjian internasional.
Demikianlah Pembahasan dalam tulisan ini mengenai Tahap Tahap Pembuatan Perjanjian Internasional, semoga tulisan saya yang berikutnya dapat membantu anda.
Sumber dari Artikel pengertian perjanjian internasional dalam tulisan ini :
- Damos Dumoli Agusman, 2010. Hukum Pejanjian Internasional "Kajian Teori dan Praktik Indonesia". Yang Menerbitkan PT Refika Aditama: Bandung.
http://www.hukumsumberhukum.com/2014/09/tahap-tahap-pembuatan-perjanjian.html#_