Loethfie Kamiel
Rasulullah Saw. bersabda : meriwayatkan dari Allah Ta‘ala bahwasanya Dia berfirman, “Setiap amal anak Adam menjadi miliknya kecuali puasa, ia milik-Ku dan Aku Sendiri yang akan memberi imbalannya” (Shahih Muslim).
Puasa adalah sifat Samdaniyyah (sifat khusus yang hanya menjadi milik Allah Swt. sebagai Maha Tempat Bergantung), yakni pelepasan dan penyucian dari makanan. Hakikat makhluk menuntut adanya makanan. Ketika hamba hendak menyifati sesuatu yang bukan termasuk bagian dari hakikatnya untuk bisa ia sifati, dan ia menyifatinya hanya karena tuntunan syari‘at berdasarkan firman Allah swt.:
“Telah ditetapkan bagi kalian puasa sebagaimana telah ditetapkan bagi orang-orang sebelum kalian” (QS. 2:183), maka Allah Swt. berfirman padanya, “Puasa adalah milik-Ku, bukan milikmu!”—dengan kata lain, “Akulah yang seharusnya tidak makan dan minum. Dan jika puasa adalah seperti itu dan yang membuatmu memasukinya adalah karena Aku mensyari‘atkannya padamu, maka Aku Sendiri yang akan memberi imbalannya.”
Seakan-akan Allah swt. mengatakan kepada orang yang berpuasa, “Akulah yang menjadi imbalannya, karena Akulah yang dituntut oleh sifat pelepasan dari makanan dan minuman, tetapi engkau melekatkan sifat itu padamu wahai orang yang berpuasa, padahal sifat itu bertentangan dengan hakikatmu dan bukan milikmu. Karena engkau bersifat dengannya ketika engkau berpuasa, maka sifat itu memasukkanmu kepada Diri-Ku. Kesabaran (yang ada dalam puasa) adalah pengekangan bagi jiwa, dan engkau telah mengekangnya atas perintah-Ku dari mengonsumsi makanan dan minuman yang diperbolehkan oleh hakikatnya.”
Karenanya Rasulullah Saw. bersabda, “Orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan. Kegembiraan saat berbuka”— ini adalah kegembiraan untuk ruh hewaninya, bukan yang lain—“dan kegembiraan saat bertemu dengan Rabbnya”—dan ini adalah kegembiraan untuk jiwa rasionalnya (an-nafs an-nāṭiqah), yakni sisi lembut Rabbaninya (al-laṭīfah ar-rabbāniyyah). Puasa memberinya pertemuan dengan Allah Swt., yakni musyahadah atau penyaksian.
Puasa hanya milik Allah swt. dan bukan milik hamba. Tetapi hamba memperoleh imbalan dan ganjarannya dikarenakan puasa itu sendiri adalah milik Allah swt.
Wallahu 'alam bisshawab