Para fisikawan muslim di masa keemasan Islam adalah orang-orang yang
dididik dari awal dengan aqidah Islam. Rata-rata mereka hafal Qur’an
sebelum berusia baligh.
1. Al-Khawarizmi, Penemu Algoritma
2. Al Biruni, Penemu Gaya Gravitasi
4. Al-Haitham
1. Al-Khawarizmi, Penemu Algoritma
Istilah algoritma, mungkin bukan sesuatu
yang asing bagi kita. Ditinjau dari asal-usul katanya, kata ‘Algoritma’
mempunyai sejarah yang agak aneh. Orang hanya menemukan kata Algorism
yang berarti proses menghitung dengan angka Arab. Seseorang dikatakan
‘Algorist’ jika menghitung menggunakan angka Arab. Para ahli bahasa
berusaha menemukan asal kata ini namun hasilnya kurang memuaskan.
Akhirnya para ahli sejarah matematika menemukan asal kata tersebut yang
berasal dari nama penulis buku Arab terkenal, yaitu Abu Abdullah
Muhammad Ibnu Musa Al-Khawarizmi dibaca orang barat menjadi Algorism.
2. Al Biruni, Penemu Gaya Gravitasi
Abu Raihan Muhammad ibn Ahmad Al Biruni,
ilmuwan besar ini dilahirkan pada 362 H atau bulan September 973 M, di
desa Khath yang merupakan ibukota kerajaan Khawarizm, Turkmenistan (kini
kota Kiva, wilayah Uzbekistan). Ia lebih dikenal dengan nama Al Biruni. Dibesarkan dalam keluarga yang taat beragama, Al Biruni tumbuh dan besar dalam lingkungan yang mencintai ilmu pengetahuan.
Prestasi paling menonjol di bidang fisika
ilmuwan Muslim yang pertama kali memperkenalkan permainan catur ke
negeri-negeri Islam ini adalah tentang penghitungan akurat mengenai
timbangan 18 batu. Selain itu, ia juga menemukan konsep bahwa cahaya
lebih cepat dari suara. Dalam kaitan ini, Al-Biruni membantah beberapa
prinsip fisika Aristotelian seperti tentang gerak gravitasi langit,
gerak edar langit, tempat alamiah benda serta masalah kontinuitas dan
diskontinuitas materi dan ruang.
Dalam membantah dalil kontinuitas materi
yang menyatakan, benda dapat terus-menerus dibagi secara tak terhingga,
Al-Biruni menjelaskan bahwa jika dalil itu benar tentu benda yang
bergerak cepat tidak akan pernah menyusul benda yang mendahuluinya,
namun bergerak lambat.
Kenyataannya, urai Al-Biruni, dalam
pengamatan kita, benda yang bergerak cepat dapat menyusul benda yang
mendahuluinya seperti bulan yang mendahului matahari karena gerak bulan
jauh lebih cepat daripada matahari. Lalu Al-Biruni menjelaskan bahwa
alangkah hinanya jika kita menafikan pengamatan atas kenyataan itu.
Sebagai seorang fisikawan, A1-Biruni memberikan sumbangan penting bagi
pengukuran jenis berat (specific gravity) berbagai zat dengan hasil
perhitungan yang cermat dan akurat. Konsep ini sesuai dengan prinsip
dasar yang ia yakini bahwa seluruh benda tertarik oleh gaya gravitasi
bumi. Teori ini merupakan pintu gerbang menuju hukum-hukum Newton 500
tahun kemudian. Al Biruni juga mengajukan hipotesa
tentang rotasi bumi di sekeliling sumbunya. Konsep ini lalu dimatangkan
dan diformulasikan oleh Galileo Galilei 600 tahun setelah wafatnya Al Biruni.
3. Al-Battani
Al Battani (sekitar 850– 923) adalah seorang ahli astronomi dan matematikawan dari Arab. nama lengkap: Abū Abdullāh Muhammad ibn Jābir ibn Sinān ar-Raqqī al-Harrani as-Sabi’ al-Battānī), lahir di Harran dekat Urfa. Salah satu pencapaiannya yang terkenal adalah tentang penentuan tahun matahari sebagai 365 hari, 5 jam, 46 menit dan 24 detik.
Al Battani juga menemukan sejumlah persamaan trigonometri:
Beliau juga memecahkan persamaan sin x = a cos x dan menemukan rumus:
dan menggunakan gagasan al-Marwazi tentang tangen dalam mengembangkan persamaan-persamaan untuk menghitung tangen, cotangen dan menyusun tabel perhitungan tangen.
4. Al-Haitham
Fisikawan ternama ini bernama lengkap Abu
Ali Al-Hasan Ibn Al-Hasan (atau al-Husain) Ibn Al-Haitham. Ia lahir
tahun 965 di Basrah (Irak). Namun namanya mulai masyhur di Mesir, saat
pemerintahan Islam dipimpin oleh Khalifah Al-Hakim (996-1020). Beliau
merupakan Fisikawan Muslim terbesar dan salah satu pakar optik terbesar
sepanjang masa. Sepanjang hidupnya, Al-Haitham telah menulis sekitar 70
kitab. Salah satu kitabnya, Al-Manazir, telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Latin dengan tajuk Opticae Thesaurus. Dalam kitabnya Al-Haitham
mengatakan, proses melihat adalah jatuhnya cahaya ke mata. Bukan karena
sorot mata sebagaimana diyakini orang sejak zaman Aristoteles. Dalam
kitab itu ia juga menjelaskan berbagai cara untuk membuat teropong dan
kamera sederhana (kamera obscura).
Kitab tentang optika ini telah
menginspirasi para ilmuwan Barat seperti Roger Bacon dan Johann Kepler.
Tak heran jika Al-Hazen, demikian Barat menyebut nama Al-Haitham,
mendapat gelar ”Bapak Optika Modern”.
Al-Haitham juga dinilai telah memberikan
sumbangan besar bagi kemajuan metode penelitian. Ia telah memulai suatu
tradisi metode ilmiah untuk menguji sebuah hipotesis, 600 tahun
mendahului Rene Descartes yang dianggap Bapak Metode Ilmiah Eropa di
zaman Rennaisance. Metode ilmiah Al-Haitham diawali dari pengamatan
empiris, perumusan masalah, formulasi hipotesis, uji hipotesis dengan
melakukan penelitian, analisis hasil penelitian, interpretasi data dan
formulasi kesimpulan, serta diakhiri dengan publikasi.
5. Ibnu Syina
Syeikhur Rais, Abu Ali Husein bin
Abdillah bin Hasan bin Ali bin Sina, yang dikenal dengan sebutan Ibnu
Sina atau Aviciena lahir pada tahun 370 hijriyah di sebuah desa bernama
Khormeisan dekat Bukhara. Sejak masa kanak-kanak, Ibnu Sina yang berasal
dari keluarga bermadzhab Ismailiyah sudah akrab dengan pembahasan
ilmiah terutama yang disampaikan oleh ayahnya. Ibnu juga memiliki peran
besar dalam mengembangkan berbagai bidang keilmuan. Beliau menerjemahkan
karya Aqlides dan menjalankan observatorium untuk ilmu perbintangan.
Dalam masalah energi Ibnu Sina memberikan hasil penelitiannya akan
masalah ruangan hampa, cahaya dan panas kepada khazanah keilmuan dunia.
Beliau setuju bahwa kecepatan cahaya pasti terbatas.
6. Ibnu Rusyd
Ibnu Rusyd adalah seorang filsuf dari
Spanyol (Andalusia). Abu Walid Muhammad bin Rusyd lahir di Kordoba
(Spanyol) pada tahun 520 Hijriah (1128 Masehi). Ayah dan kakek Ibnu
Rusyd adalah hakim-hakim terkenal pada masanya. Ibnu Rusyd kecil sendiri
adalah seorang anak yang mempunyai banyak minat dan talenta.
Masa hidupnya sebagian besar diberikan
untuk mengabdi sebagai “Kadi” (hakim) dan fisikawan. Di dunia barat,
Ibnu Rusyd dikenal sebagai Averroes dan komentator terbesar atas
filsafat Aristoteles yang mempengaruhi filsafat Kristen di abad
pertengahan, termasuk pemikir semacam St. Thomas Aquinas. Ibnu Rusyd
(1126-1198) adalah mujtahid dalam fiqih yang juga fisikawan, terbukti
dalam salah satu kitabnya dia mendefinisikan gaya berbagai tingkat kerja
yang harus dilakukan untuk mengubah kondisi kinetic dari sebuah benda
yang lembam. Apa yang ditulis ibnu Rusyd ini 500 tahun lebih awal dari
mekanika klasik Newton.
7. Kamal al-Din al-Farisi Ahli Fisika dari Persia
Kamal al-Din al-Farisi adalah seorang
ahli fisika Muslim terkemuka dari Persia. Ia dilahirkan di kota Tabriz,
Persia sekarang Iran pada 1267 M dan meninggal pada 1319 M. Ilmuwan
yang bernama lengkap Kamal al-Din Abu’l-Hasan Muhammad Al-Farisi itu
kesohor dengan kontribusinya tentang optik serta teori angka. Ia
merupakan murid seorang astronom dan ahli matematika terkenal, Qutb
al-Din al-Shirazi (1236-1311), yang juga murid Nasiruddin al-Tusi.
Dalam bidang optik, al-Farisi berhasil merevisi teori pembiasan cahaya
yang dicetuskan para ahli fisika sebelumnya. Gurunya, Shirazi memberi
saran agar al-Farisi membedah teori pembiasan cahaya yang telah ditulis
ahli fisika Muslim legendaris Ibnu al-Haytham (965-1039).
Secara mendalam, al-Farisi melakukan
studi mengenai risalah optik yang ditulis pendahuluannya itu. Sang guru
juga menyarankannya agar melakukan revisi terhadap karya Ibnu Haytham.
Buku hasil revisi terhadap pemikiran al-Hacen nama panggilan Ibnu
Haytham di Barat tersebut kemudian jadi sebuah adikarya, yakni Kitab Tanqih al-Manazir
(Revisi tentang Optik). Dalam bidang optik, ia berhasil merevisi teori
pembiasan cahaya yang dicetuskan para ahli fisika sebelumnya. Al-Farisi
membedah dan merevisi teori pembiasan cahaya yang telah ditulis oleh
Al-Haitham. Hasil revisi itu ia tulis dalam kitab Tanqih al-Manazir
(Revisi tentang Optik). Menurut Al-Farisi, tidak semua teori optik yang
dikemukakan Al-Haitham benar. Karena itulah ia berusaha memperbaiki
kelemahan dan menyempurnakan teori Al-Haitham. Tak cuma itu, teori
Al-Haitham soal pelangi juga ia perbaiki. Bahkan Al-Farisi mampu
menggabungkan teori Al-Haitham ini dengan teori pelangi dari Ibnu Sina.
Qutubuddin al-Syirazi (1236-1311) dan Kamaludddin al-Faris(1260-1320)
memberi penjelasan pertama yang benar pada fenomena pelangi.
8. Ibn al Haytsam (al-Hazen)
Adalah pioneer optika modern ketika
menerbitkan bukunya pada tahun 1021. Dia menemukan bahwa proses melihat
adalah jatuhnya cahaya kemata, bukan karena sorot mata sebagaimana
diyakini orang sejak zaman Aristoteles. Dalam kitabnya al-Haytsam
menunjukan berbagai cara untuk membuat teropongdan juga kamera sederhana
(camera obscura). Melakukan eksperimen optikanya ini pada saat ia
mengalami tahanan rumah, setelah ia gagal memenuhi tugas Amir Mesir
untuk mewujudkan proyek bendungan sungai nil. Dia baru dilepas setelah
penemuan optiknya dinilai impas unuk investasi yang telah dikeluarkan
sang Amir.
9. Ibnu Bajjah
Namanya Abu-Bakr Muhammad Ibnu Yahya Ibnu
Al-Sayigh. Tapi ia biasa dipanggil Ibnu Bajjah yang berarti “anak
emas”. Ibnu Bajjah lahir di Saragoza, Spanyol, pada tahun 1082 dan wafat
pada 1138 M. Ia mengembangkan berbagai ilmu pengetahuan di zaman
kekuasaan Dinasti Murabbitun. ”Avempace” –sebutan Barat untuk Ibnu
Bajjah. Sebagaimana Al-Haitham, karya Ibnu Bajjah dalam bidang fisika
banyak mempengaruhi fisikawan Barat abad pertengahan seperti Galileo
Galilei. Ibnu Bajjah menjelaskan tentang hukum gerakan. Menurutnya,
kecepatan sama dengan gaya gerak dikurangi resistensi materi.
Prinsip-prinsip yang dikemukakannya ini menjadi dasar bagi pengembangan
ilmu mekanika modern. Karena itu tidak mengherankan jika hukum kecepatan
yang dikemukakan Galileo sangat mirip dengan yang dipaparkan Ibnu
Bajjah. Karya-karya Ibnu Bajjah mengenai analisis gerakan juga sangat
mempengaruhi pemikiran Thomas Aquinas. Dalam bidang optik, ia berhasil
merevisi teori pembiasan cahaya yang dicetuskan para ahli fisika
sebelumnya. Al-Farisi membedah dan merevisi teori pembiasan cahaya yang
telah ditulis oleh Al-Haitham. Hasil revisi itu ia tulis dalam kitab
Tanqih al-Manazir (Revisi tentang Optik).
Menurut Al-Farisi, tidak semua teori
optik yang dikemukakan Al-Haitham benar. Karena itulah ia berusaha
memperbaiki kelemahan dan menyempurnakan teori Al-Haitham. Tak cuma itu,
teori Al-Haitham soal pelangi juga ia perbaiki. Bahkan Al-Farisi mampu
menggabungkan teori Al-Haitham ini dengan teori pelangi dari Ibnu Sina.
10. Taqi al-Din
Selain dikenal sebagai pakar fisika, Taqi
al-Din Muhammad ibnu Ma’ruf al-Shami al-Asadi (1526-1585 M) adalah
pakar matematika, pakar botani, astronom, astrolog, dan ahli teknik.
Taqi al-Din juga teolog, filsuf, ahli hewan, ahli obat-obatan, hakim,
guru, dan imam masjid. Sebagai ahli teknik, ia misalnya membuat jam
dinding dan jam tangan. Taqi al-Din menulis sekitar 90 kitab. Salah
satunya bertajuk Al-Turuq al-Samiyya fi al-Alat al-Ruhaniyya. Kitab yang
ditulis pada 1551 ini menjelaskan kerja mesin dan turbin uap air. Karya
ini mendahului penemuan Giovanni Branca (1629) tentang mesin uap air.
Kitab-kitab lainnya antara lain menerangkan tentang optik, matematika,
mekanika, astronomi, dan astrologi.
11. Al-Khazini
Abdurrahman al-Khazini hidup pada abad
ke-12 M. Ia adalah ilmuwan yang menemukan berbagai teori penting dalam
sains. Temuan ilmuwan kelahiran Bizantium ini antara lain: metode ilmiah
eksperimental dalam mekanik; perbedaan daya, masa dan berat; jarak
gravitasi; serta energi potensial gravitasi. Sumbangan penting
Al-Khazini dalam bidang fisika terangkum dalam kitab Mizan al-Hikmah
yang ditulisnya pada tahun 1121. Berikut beberapa karya beliau :
- Menjelaskan tentang teori keseimbangan hidrostatika.
- Al-Khazini menerangkan prinsip keseimbangan hidrostatika dengan tingkat ketelitian obyek sampai ukuran mikrogram (10^6 gr). Tingkat ketelitian seperti ini, menurut K. Ajram dalam The Miracle of Islamic Science, baru dapat tercapai pada abad ke-20 M.
- Menerangkan pengaruh suhu (temperatur) terhadap kerapatan benda. Hal ini ia lakukan sebelum Roger Bacon menemukan dan membuktikan suatu hipotesis tentang kerapatan air saat ia berada dekat pusat bumi.
- Melahirkan ilmu gravitasi yang kemudian berkembang di Eropa. Al-Khazini juga telah berjasa meletakkan fondasi bagi pengembangan mekanika klasik di era Renaisans Eropa.
Di dunia mekanika, ja’far Muhammad ibn
Syakir (800-873) berhipotesis bahwa benda-benda langit dan lapisan
langit adalah subjek yang mengalami hukum-hukum fisika yang sama dengan
bumi. Pada tahun 1121, al-Hkanizi dalam kitab tentang keseimbangan
Kebijaksanaan mengusulkan bahwa grafitasi dan energy potensialnya
berubah tergantung jaraknya dari pusat bumi. Dia juga secara tegas
membedakan antara gaya, massa dan berat. Penemuan ini berguna untuk
membuat kincir bertenaga air.
13. Ibnu Bajah
Ibnu Bajah ( Avempace ) yang wafat 1138
berargumentasi bahwa selalu ada reaksi pada setiap aksi. Teori ini
sangat berpengaruh pada fisikawan setelahnya, termasuk Galileo dan
newton, dan sangat berguna untuk menghitung kekuatan manjanik, yakni
ketapel raksasa yang berfungsi seperti meriam.
14. Hibatullah Abu ‘l-Barakat al-Baghdadi
Hibatullah Abu ‘l-Barakat al-Baghdadi
(1080-1165) membantah Aristoteles yang mengatakan bahwa gaya yang
konstan akan menghasilkan gerak yang seragam, ketika dalam alkitabnya
al-Mu’tabar dia menulis bahwa gaya konstan akan menghasilkan percepatan
(akselerasi). Menurutnya akselerasi adalah rerata dari perubahan
kecepatan.