BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Latar belakang
kedatangan Belanda ke Indonesia adalah akibat meletusnya perang delapan puluh
tahun antara Belanda dan Spanyol (1568-1648). Pada awalnya, perang antara
Belanda dan Spanyol bersifat agama karena Belanda mayoritas beragama kristen
protestan sedangkan orang Spanyol beragama kristen katolik. Perang tersebut
kemudian menjadi perang ekonomi dan politik. Raja philip II dari Spanyol
memerintahkan kota Lisabon tertutup bagi kapal Belanda pada tahun 1585 selain
karena faktor tesebut juga karena adanya petunjuk jalan ke Indonesia dari Jan
Huygen Van Lischoten, mantan pelaut Belanda yang bekerja pada Portugis dan
pernah sampai di Indonesia.
Tujuan kedatangan belanda ke
indonesia adalah untuk berdagang rempah-rempah. Setelah berhasil menemukan
daerah penghasil rempah-rempah dan keuntungan yang besar, belanda berusaha
untuk mengadakan monopoli perdagangan rempah-rempah dan menjajah. Untuk
melancarkan usahanya, belanda menempuh beberapa cara seperti pembentukan VOC
dan pembentukan pemerintahan kolonial Hindia-Belanda.
Pada awal
abad XIX Jawa Setelah pemerintahan Inggris berakhir, yaitu pada tahun 1816,
Indonesia kembali dikuasai oleh Pemerintahan Hindia-Belanda. Pada masa ”kedua”
penjajahan ini, yang sangat terkenal adalah sistem tanam paksa yang diterapkan
oleh Van den Bosch. Pelaksanaannya pun dimulai pada tahun 1830. Terdapat
ketentuan-ketentuan dalam pelaksanaan sistem tanam paksa tersebut. Namun pada
akhirnya, dalam praktek sesungguhnya terdapat banyak penyimpangan-penyimpangan.
Terdapat perbedaan antara penerapan
sistem sewa tanah yang dilaksanakan oleh Raffles serta sistem tanam paksa yang
dilaksanakan oleh Van den Bosch. Keduanya membawa dampak yang tidak sedikit
bagi kehidupan bangsa Indonesia.
Dalam perkembangan sampai
dengan paruh pertama abad ke-19, kebijakan selain bidang perekonomian, dalam
bidang pendidikan juga tidak diabaikan oleh pemerintah Hindia-Belanda, tetapi
itu hanya masih berupa rencana dari pada tindakan nyata. Dalam periode itu pemerintah
harus melakukan penghematan anggaran, biaya untuk menumpas Perang Dipenogoro
(1825-1830), dan untuk pelaksanaan Culturstelsel.
Dalam rangka usahanya menguasai
Indonesia,Belanda secara licik menjalankan politik pecah belah,sehingga
kerajaan-kerajaan yang saling bertentangan itu menjadi lemah.Kesempatan inilah
digunakan oleh Belanda untuk menjajah Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini,antara lain
1.
Perlawanan
rakyat Indonesia Terhadap Kolonial Belanda
2.
Sebab – Sebab Terjadinya Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Kolonial
Belanda
3.
Perlawanan terhadap VOC
4.
Perlawanan Pattimura (1817)
5. Perang Padri (1821-1837)
6. Perang Diponegoro (1925-1830)
7. Perang Banjarmasin (1859-1863)
8. Perang Bali (1846-1868)
9. Perang Sisingamangaraja XII (1870-1907)
10. Perang Aceh (1873-1906)
1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini,antara lain
1.
Untuk
mengetahui Perlawanan rakyat Indonesia Terhadap Kolonial Belanda
2.
Untuk
mengetahui Sebab – Sebab Terjadinya
Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Kolonial Belanda
3.
Untuk
mengetahui Perlawanan terhadap VOC
4.
Untuk
mengetahui Perlawanan Pattimura (1817)
5. Untuk mengetahui Perang Padri (1821-1837)
6. Untuk mengetahui Perang Diponegoro
(1925-1830)
7. Untuk mengetahui Perang Banjarmasin
(1859-1863)
8. Untuk mengetahui Perang Bali (1846-1868)
9. Untuk mengetahui Perang Sisingamangaraja XII (1870-1907)
10. Untuk mengetahui Perang Aceh (1873-1906)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sebab – Sebab Terjadinya
Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Kolonial Belanda
Bangsa Belanda pernah menguasai Indonesia lebih dari 300 tahun. Dalam kurun
waktu itu, berkali-kali rakyat Indonesia mengadakan perlawanan. Pada bagian ini
kita akan membahas tentang kedatangan Bangsa Belanda ke Indonesia,
bentuk-bentuk penindasan Bangsa Belanda, dan perjuangan menentang penjajahan
Bangsa Belanda.
2.1.1. Kedatangan Bangsa Belanda
Bangsa Eropa mulai mencari barangbarang kebutuhan sehari-hari, seperti
buah-buahan, rempah-rempah, wol, porselin , dan lain-lain dari negara-negara di
luar Eropa. Indonesia, terkenal sebagai tempat penghasil rempah-rempah. Rempah-
rempah yang dihas
ilkan bangsa Indonesia digunakan sebagai bahan obatobatan,
penyedap makanan, dan pengawet makanan. Maka, berlomba-lombalah Bangsa Eropa
untuk mendapatkan rempah-rempah dari Indonesia. Bangsa Belanda sampai ke
Indonesia pada tanggal 22 Juni 1596. Armada Belanda berhasil mendarat di
Banten, Jawa Barat. Pada awalnya, kedatangan Bangsa Belanda disambut baik oleh
Sultan Banten. Kegiatan perdagangan menjadi ramai. Namun, hal itu tidak
berlangsung lama. Bangsa Belanda berubah menjadi serakah dan kasar. Sikap itu
menyebabkan mereka dimusuhi dan diusir dari Banten.
Dua tahun setelah kedatangan pertama, bangsa Belanda datang lagi ke
Indonesia. Kali ini mereka bersikap baik dan ramah. Belanda dapat diterima
kembali di Indonesia. Banyak pedagang Belanda datang ke Indonesia. Hal ini
mengakibatkan terjadinya persaingan dagang dan pertikaian di antara mereka.
Akibatnya, harga rempah-rempah tidak terkendali. Untuk
menghindari pertikaian yang lebih parah pada tanggal 20 Maret 1602 dibentuk
Perkumpulan Dagang Hindia Timur atau Vereenigde Oost Indische Compagnie
(VOC). Mula-mula kegiatan VOC hanya berdagang. Akan tetapi, lama-kelamaan
VOC berusaha menguasai perdagangan (monopoli). Untuk mewujudkan maksud itu VOC
membentuk tentara, mencetak mata uang sendiri, dan mengadakan perjanjian dengan
raja-raja setempat.
Di Maluku VOC melakukan Pelayaran Hongi (patroli laut) untuk mengawasi
rakyat Maluku agar tidak menjual rempah-rempah mereka kepada pedagang lain.
Untuk mempertahankan harga, VOC juga memerintahkan penebangan sebagian pohon
rempah-rempah milik rakyat. VOC memberikan hukuman berat kepada rakyat yang
melanggar aturan monopoli itu.
Pusat-pusat perdagangan yang dikuasai VOC adalah Ambon, Jayakarta, dan
Banda. Pusat perdagangan Jayakarta direbut Belanda pada masa Gubernur Jenderal
J.P. Coen. Ia mengganti nama Jayakarta menjadi Batavia. Coen kemudian membangun
kota Batavia dengan gaya Belanda. Kantor VOC yang semula ada di Ambon
dipindahkan ke Batavia. VOC mampu berdiri dalam waktu yang sangat lama. Pada Tanggal
31 Desember 1799, VOC dibubarkan. VOC dibubarkan karena sebab-sebab berikut ini
:
- Pejabat-pejabat VOC melakukan korupsi dan hidup mewah.
- VOC menanggung biaya perang yang sangat besar.
- Kalah bersaing dengan pedagang Inggris dan Prancis.
- Para pegawai VOC melakukan perdagangan gelap.
Pada tanggal 1 Januari 1800, kekuasaan VOC di Indonesia digantikan langsung
oleh pemerintah Kerajaan Belanda. Semua hutang VOC ditanggung oleh Kerajaan
Belanda. Sejak saat itu, Indonesia diperintah lansung oleh pemerintah Belanda.
Pemerintahan Kerajaan Belanda atas wilayah Indonesia ini berlansung sampai
tahun 1942. Pemerintah Belanda di Indonesia dinamakan Pemerintahan Hindia
Belanda.
2.1.3. Penindasan lewat kerja paksa, penarikan pajak, dan tanam paksa
Pada tahun 1806, Napoleon Bonaparte berhasil menaklukkan Belanda. Napoleon
mengubah bentuk negara Belanda dari kerajaan menjadi republik. Napoleon ingin
memberantas penyelewengan dan korupsi serta mempertahankan Pulau Jawa dari
Inggris. Ia mengangkat Herman
Willem Daendels menjadi Gubernur Jenderal di Batavia. Untuk menahan serangan Inggris,
Daendels melakukan tiga hal, yaitu :
- menambah jumlah prajurit,
- membangun pabrik senjata, kapal-kapal baru, dan pos-pos pertahanan,
- membangun jalan raya yang menghubungkan pos satu dengan pos lainnya.
Daendels memberlakukan kerja paksa tanpa upah untuk membangun jalan. Kerja
paksa ini dikenal dengan nama kerja rodi. Rakyat dipaksa membangun Jalan Raya
Anyer-Panarukan yang panjangnya sekitar 1.000 km. Jalan ini juga dikenal dengan
nama Jalan Pos. Selain untuk membangun jalan raya, rakyat juga dipaksa menanam
kopi di daerah Priangan untuk pemerintah Belanda. Banyak rakyat Indonesia yang
menjadi korban kerja rodi. Untuk mendapatkan dana biaya perang pemerintah
kolonial Belanda menarik pajak dari rakyat. Rakyat diharuskan membayar pajak
dan menyerahkan hasil bumi kepada pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1811,
Daendels dipanggil ke Belanda. Ia digantikan oleh Gubernur Jenderal Janssens.
Saat itu pasukan Inggris berhasil mengalahkan Belanda di daerah Tuntang, dekat
Salatiga, Jawa Tengah. Gubernur Jenderal Janssens terpaksa menandatangani
Perjanjian Tuntang. Berikut ini isi Perjanjian Tuntang :
- Seluruh wilayah jajahan Belanda di Indonesia diserahkan kepada Inggris.
- Adanya sistem pajak/sewa tanah.
- Sistem kerja rodi dihapuskan.
- Diberlakukan sistem perbudakan.
Inggris berkuasa di Indonesia selama lima tahun (1811-1816). Pemerintah
Inggris mengangkat Thomas Stamford Raffles menjadi Gubernur Jenderal di
Indonesia. Pemerintah memberlakukan sistem sewa tanah yang dikenal dengan nama landrente.
Rakyat yang menggarap tanah diharuskan menyewa dari pemerintah. Pada tahun
1816, Inggris menyerahkan wilayah Indonesia kepada Belanda. Pemerintah Belanda
menunjuk Van Der Capellen
sebagai gubernur jenderal. Van Der Capellen mempertahankan monopoli perdagangan
yang telah dimulai oleh VOC dan tetap memberlakukan kerja paksa.
- Pada tahun 1830, Van Der Capellen diganti Van Den Bosch. Bosch mendapat tugas mengisi kas Belanda yang kosong. Ia memberlakukan tanam paksa atau cultuur stelsel untuk mengisi kas pemerintah yang kosong. Van Den Bosch membuat aturanaturan untuk tanam paksa sebagai berikut.Rakyat wajib menyediakan 1/5 dari tanahnya untuk ditanami tanaman yang laku di pasaran Eropa.
- Tanah yang dipakai untuk tanamam paksa bebas dari pajak.
- Hasil tanaman diserahkan kepada Belanda.
- Pekerjaan untuk tanam paksa tidak melebihi pekerjaan yang diperlukan untuk menanam padi.
- Kerusakan-kerusakan yang tidak dapat dicegah oleh petani menjadi tanggungan Belanda.
- Rakyat Indonesia yang bukan petani harus bekerja 66 hari tiap tahun bagi pemerintah Hindia Belanda.
Kenyataannya, ada banyak penyelewengan dari ketentuan itu. Misalnya, tanah
yang harus disediakan oleh petani melebihi luas tanah yang telah ditentukan,
rakyat harus menanggung kerusakan hasil panen, rakya harus bekerja lebih dari
66 hari, dan lain-lain. Akhirnya ketentuanketentuan yang diatur dalam tanam
paksa tidak berlaku sama sekali.
Pemerintah Belanda semakin bertindak
sewenang-wenang. Tanam paksa mengakibatkan penderitaan luar biasa bagi rakyat
Indonesia. Hasil pertanian menurun. Rakyat mengalami kelaparan. Akibat
kelaparan banyak rakyat yang mati. Sebaliknya, tanam paksa ini memberikan
keuntungan yang melimpah bagi Belanda. Namun, masih ada orang Belanda yang
peduli terhadap nasib rakyat Indonesia. Di antaranya adalah Douwes Dekker. Ia
mengecam tanam paksa melalui bukunya yang berjudul Max Havelaar, dengan
nama samaran Multatuli. Max Havelaar menceritakan penderitaan bangsa Indonesia
sewaktu dilaksanakan tanam paksa.
Max Havelaar menggegerkan seluruh warga Belanda. Timbul perdebatan hebat
tentang tanam paksa di negeri Belanda. Akhirnya, Parlemen Belanda me-mutuskan
untuk menghapus tanam paksa secepatnya.
2.2. Perlawanan menentang penjajahan Belanda
Monopoli perdagangan, kerja paksa, penarikan pajak, sewa tanah, dan tanam
paksa menimbulkan banyak kerugian dan membuat sengsara rakyat Indonesia. Rakyat
Indonesia tidak tahan lagi. Rakyat Indonesia melakukan perlawanan
memperjuangkan martabat dan kemerdekaannya. Dari seluruh penjuru tanah air
timbul perlawanan terhadap penjajah Belanda.
a. Perlawanan terhadap VOC
Pada saat VOC berkuasa di Indonesia terjadi beberapa kali perlawanan. Pada
tahun 1628 dan 1629, Mataram melancarkan serangan besar-besaran terhadap VOC di
Batavia. Sultan Agung mengirimkan ribuan prajurit untuk menggempur Batavia dari
darat dan laut. Di Sulawesi Selatan VOC mendapat perlawanan dari rakyat
Indonesia di bawah pimpinan Sultan Hassanuddin. Perlawanan terhadap VOC di
Pasuruan Jawa Timur dipimpin oleh Untung Suropati. Sementara Sultan Ageng
Tirtayasa mengobarkan perlawanan di daerah Banten.
b. Perlawanan Pattimura (1817)
Belanda melakukan monopoli perdagangan dan memaksa rakyat Maluku menjual
hasil rempah-rempah hanya kepada Belanda, menentukan harga rempah-rempah secara
semena-mena, melakukan pelayaran hongi, dan menebangi tanaman
rempahrempah milik rakyat. Rakyat Maluku berontak atas perlakuan Belanda.
Dipimpin oleh Thomas Matulessi yang nantinya terkenal dengan nama Kapten
Pattimura, rakyat Maluku melakukan perlawanan pada tahun
1817. Pattimura dibantu oleh Anthony Ribok, Philip Latumahina, Ulupaha,
Paulus Tiahahu, dan seorang pejuang wanita Christina Martha Tiahahu. Perang
melawan Belanda meluas ke berbagai daerah di Maluku, seperti Ambon, Seram,
Hitu, dan lain-lain.
Belanda mengirim pasukan besarbesaran. Pasukan Pattimura terdesak dan
bertahan di dalam benteng. Akhirnya, Pattimura dan kawan-kawannya tertawan.
Pada tanggal 16 Desember 1817, Pattimura dihukum gantung di depan Benteng Victoria
di Ambon.
c. Perang Padri (1821-1837)
Perang Padri bermula dari pertentangan antara kaum adat dan kaum agama
(kaum Padri). Kaum Padri ingin memurnikan pelaksanaan agama Islam. Gerakan
Padri itu ditentang oleh kaum adat. Terjadilah bentrokan- bentrokan antara
keduanya. Karena terdesak, kaum adat minta bantuan kepada Belanda. Belanda
bersedia membantu kaum adat dengan imbalan sebagian wilayah Minangkabau.
Pasukan Padri dipimpin oleh Datuk Bandaro. Setelah beliau wafat diganti oleh
Tuanku Imam Bonjol. Pasukan Padri dengan taktik perang gerilya, berhasil
mengacaukan pasukan Belanda. Karena kewalahan, Belanda mengajak berunding. Pada
tahun
1925 terjadi gencatan senjata. Belanda mengakui beberapa wilayah sebagai
daerah kaum Padri. Perang Padri meletus lagi setelah Perang Diponegoro
berakhir. Tahun 1833 terjadi pertempuran hebat di daerah Agam. Tahun 1834
Belanda mengepung pasukan Bonjol. Namun pasukan Padri dapat bertahan sampai
dengan tahun 1837. Pada tanggal 25 Oktober 1837, benteng Imam Bonjol dapat diterobos.
Beliau tertangkap dan ditawan.
d. Perang Diponegoro (1925-1830)
Perang Diponegoro berawal dari kekecewaan Pangeran Diponegoro atas campur
tangan Belanda terhadap istana dan tanah tumpah darahnya. Kekecewaan itu
memuncak ketika Patih Danureja atas perintah Belanda memasang tonggak-tonggak
untuk membuat rel kereta api melewati makam leluhurnya. Dipimpin Pangeran
Diponegoro, rakyat Tegalrejo menyatakan perang melawan Belanda tanggal 20 Juli
1825. Diponegoro dibantu oleh Pangeran Mangkubumi sebagai penasehat, Pangeran
Ngabehi Jayakusuma sebagai panglima, dan Sentot Ali Basyah Prawiradirja sebagai
panglima perang. Pangeran Diponegoro juga didukung oleh para ulama dan
bangsawan. Daerah-daerah lain di Jawa ikut berjuang melawan Belanda. Kyai Mojo
dari Surakarta mengobarkan Perang Sabil. Antara tahun 1825-1826
pasukan Diponegoro mampu mendesak pasukan Belanda. Pada tahun 1827, Belanda
mendatangkan bantuan dari Sumatra dan Sulawesi. Jenderal De Kock menerapkan
taktik perang benteng stelsel. Taktik ini berhasil mempersempit
ruang gerak pasukan Diponegoro. Banyak pemimpin pasukan Pangeran Diponegoro
gugur dan tertangkap. Namun demikian, pasukan Diponegoro tetap gigih. Akhirnya,
Belanda mengajak berunding. Dalam perundingan yang
diadakan tanggal 28 Maret 1830 di Magelang, Pangeran Diponegoro ditangkap
Belanda. Beliau diasingkan dan meninggal di Makassar.
e. Perang Banjarmasin (1859-1863)
Penyebab perang Banjarmasin adalah Belanda melakukan monopoli perdagangan dan
mencampuri urusan kerajaan. Perang Banjarmasin dipimpin oleh Pangeran Antasari. Beliau
didukung oleh Pangeran Hidayatullah. Pada tahun 1862 Hidayatullah ditahan
Belanda dan dibuang ke Cianjur. Pangeran Antasari diangkat rakyat menjadi
Sultan. Setelah itu perang meletus kembali. Dalam perang itu Pangeran Antasari
luka-luka dan wafat.
f. Perang Bali (1846-1868)
Penyebab perang Bali adalah Belanda ingin menghapus hukum tawan karang dan
memaksa Raja-raja Bali mengakui kedaulatan Belanda di Bali. Isi hukum tawan
karang adalah kerajaan berhak merampas dan menyita barang serta kapal-kapal
yang terdampar di Pulau Bali. Raja-raja Bali menolak keinginan Belanda.
Akhirnya, Belanda menyerang Bali. Belanda melakukan tiga kali penyerangan,
yaitu pada tahun 1846, 1848, dan 1849. Rakyat Bali mempertahankan tanah air mereka.
Setelah Buleleng dapat ditaklukkan, rakyat Bali mengadakan perang puputan,
yaitu berperang sampai titik darah terakhir. Di antaranya Perang Puputan Badung
(1906), Perang Puputan Kusumba (1908), dan Perang Puputan Klungkung (1908).
Salah saut pemimpin perlawanan rakyat Bali yang terkenal adalah Raja Buleleng
dibantu oleh Gusti Ketut Jelantik.
g. Perang Sisingamangaraja XII
(1870-1907)
Pada saat Sisingamangaraja memerintah Kerajaan Bakara, Tapanuli, Sumatera
Utara, Belanda datang. Belanda ingin menguasai Tapanuli. Sisingamangaraja beserta rakyat Bakara
mengadakan perlawanan. Tahun 1878, Belanda menyerang Tapanuli. Namun, pasukan Belanda
dapat dihalau oleh rakyat. Pada tahun 1904 Belanda kembali menyerang tanah
Gayo. Pada saat itu Belanda juga menyerang daerah Danau Toba. Pada tahun 1907,
pasukan Belanda menyerang kubu pertahanan pasukan Sisingamangaraja XII di
Pakpak. Sisingamangaraja gugur dalam penyerangan itu. Jenazahnya dimakamkan di
Tarutung, kemudian dipindahkan ke Balige.
h. Perang Aceh (1873-1906)
Sejak terusan Suez dibuka pada tahun 1869, kedudukan Aceh makin penting
baik dari segi strategi perang maupun untuk perdagangan. Belanda ingin
menguasai Aceh. Sejak tahun 1873 Belanda menyerang Aceh. Rakyat Aceh mengadakan
perlawanan di bawah pemimpin-pemimpin Aceh antara lain Panglima Polim, Teuku
Cik Ditiro, Teuku Ibrahim, Teuku Umar, dan Cut Nyak Dien. Meskipun sejak tahun
1879 Belanda dapat menguasai Aceh, namun wilayah pedalaman dan pegunungan
dikuasai pejuang-pejuang Aceh. Perang gerilya membuat pasukan Belanda
kewalahan. Belanda menyiasatinya dengan stelsel konsentrasi, yaitu
memusatkan pasukan supaya pasukannya dapat lebih terkumpul.
Belanda mengirim Dr. Snouck
Hurgronje untuk mempelajari sistem kemasyarakatan penduduk Aceh. Dari
penelitian yang dibuatnya, Hurgronje menyimpulkan bahwa kekuatan
Aceh terletak pada peran para ulama. Penemuannya dijadikan dasar untuk
membuat siasat perang yang baru. Belanda membentuk pasukan gerak cepat (Marchose)
untuk mengejar dan menumpas
gerilyawan Aceh. Dengan pasukan marchose Belanda berhasil mematahkan
serangan gerilya rakyat Aceh. Tahun 1899, Teuku Umar gugur dalam pertempuran di
Meulaboh. Pasukan Cut Nyak Dien yang menyingkir ke hutan dan mengadakan
perlawanan juga dapat dilumpuhkan.
Dari beberapa perlawanan yang dilakukan oleh rakyat di berbagai daerah pada
awalnya mengalami kemenangan tetapi pada akhirnya mengalami kekalahan. Hal itu
disebabkan karena beberapa hal antara lain :
1. Rakyat tidak bersatu, tetapi
berjuang secara kedaerahan.
2. Rakyat mudah diadu domba, ingat politik devide et impera (politik adu domba).
3. Kurangnya persenjataan.
Satuhal yang patut ingat dan diteladani adalah :
1. Semua para pahlawan berjuang dengan rela berkorban dan tanpa pamrih
2. Para pahlawan memiliki jiwa dan semangat hidup gotong royong yang tinggi
3. Perlawanan rakyat menunjukkan bahwa semua rakyat menolak segala bentuk penjajahan
2. Rakyat mudah diadu domba, ingat politik devide et impera (politik adu domba).
3. Kurangnya persenjataan.
Satuhal yang patut ingat dan diteladani adalah :
1. Semua para pahlawan berjuang dengan rela berkorban dan tanpa pamrih
2. Para pahlawan memiliki jiwa dan semangat hidup gotong royong yang tinggi
3. Perlawanan rakyat menunjukkan bahwa semua rakyat menolak segala bentuk penjajahan
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Belanda
datang pertama kali ke Indonesia pada tahun 1596-1811,dan yang kedua kalinya
pada tahun 1814-1904. Tujuan kedatangan Belanda ke Indonesia adalah untuk
memonopoli perdagangan rempah-rempah di Indonesia. Dan untuk melancarkan
usahanya, Belanda menempuh beberapa cara yaitu membentuk VOC pada tahun 1902
dan membentuk pemerintahan kolonial Hindia-Belanda. Setelah masa penjajahan itu
usai, Belanda meninggalkan kebudayaan dan kebijakan-kebijakan yang sebagian
masih di pakai oleh Indonesia.
Indonesia pada masa pemerintahan
Hindia-Belanda abad XIX sudah mengalami berbagai pergantian Gubernur Jendral
tetapi yang paling menyengsarakan rakyat yaitu pada masa Gubjen, Rafles,
Daendels, Van den Bosch, dan van Hogendrop. Yang menerapkan system tanam paksa,
penyerahan wajib hasil pertanian, penyewaan tanah kepada rakyat, penyewaan desa
pada pihak swasta dan pembuatan jalan dari Anyer sampai Panarukan.