Pada tahun 1831 Belanda di bawah pimpinan
Mayor Van Royen yang bekerjasama dengan Arungbinang IV berhasil
menguasai Pendopo Agung Panjer di ibukota kabupaten Panjer (sekarang
menjadi areal Sarinabati dan Kodim 0709 Kebumen) setelah melalui
pertempuran yang cukup alot dan penyerangan besar – besaran dari tiga
penjuru. Pengepungan Pendopo Agung Panjer sebagai Jantung Pertahanan
Panjer dan perlawanan terakhir kekuatan Pangeran Diponegoro pasca
penangkapannya, melibatkan bala bantuan pasukan VOC dalam jumlah besar
dari Batavia yang kemudian berposisi di Kongsi Dagang VOC di Gombong
(tempat ini kemudian dijadikan pertahanan militer Belanda dalam melawan
kekuatan Panjer, sehingga berubahlah status kantor Kongsi Dagang Gombong
menjadi Benteng Gombong).
Pasukan Pimpinan Mayor Van Royen
mengepung dari arah timur,pasukan pimpinan Mayor Biskus dan Magilis
menyerang dari arah Selatan (Pertahanan Bocor) yang saat itu telah
dikosongkan oleh Senopati Gamawijaya dan prajuritnya menuju ke Pendopo
Agung Panjer. Sedangkan dari arah barat penyerangan dilakukan oleh
pasukan pimpinan Mayor Verbrug, kapten Arons dan Huster.
Dikuasainya Pendopo Agung Panjer, dan
meninggalnya Tumenggung Kalapaking IV akibat luka parah dalam
pertempuran di Pendopo Agung Panjer tidak menyurutkan nyali para pejuang
Panjer yang kemudian meneruskan perjuangan dengan mendirikan
pemerintahan darurat di Karangsambung.
Pertempuran di Karangsambung
Belanda yang bekerjasama dengan Arungbinang IV merencanakan penyerbuan ke pertahanan Panjer yang telah pindah di Karangsambung (pemerintahan darurat tersebut kini dikenal dengan sebutan Makam Panjer; berada di Karangsambung dekat Jalan Kyai Welaran). Rencana penyerbuan awal adalah markas pasukan Panjer di Baniara. Rencana ini segera diketahui oleh mata – mata (colok) pasukan Panjer dan segera disampaikan secara getok tular (pesan berantai) ke pemerintahan di Panjer Gunung (sebutan untuk pemerintahan Darurat Panjer di Karangsambung).
Belanda yang bekerjasama dengan Arungbinang IV merencanakan penyerbuan ke pertahanan Panjer yang telah pindah di Karangsambung (pemerintahan darurat tersebut kini dikenal dengan sebutan Makam Panjer; berada di Karangsambung dekat Jalan Kyai Welaran). Rencana penyerbuan awal adalah markas pasukan Panjer di Baniara. Rencana ini segera diketahui oleh mata – mata (colok) pasukan Panjer dan segera disampaikan secara getok tular (pesan berantai) ke pemerintahan di Panjer Gunung (sebutan untuk pemerintahan Darurat Panjer di Karangsambung).
Pertempuran Capit Urang
Pasukan Belanda dan Arungbinang IV dipimpin oleh demang Mertakanda yang sebelumnya telah menerima hadiah dari Belanda perlahan maju ke utara melalui Gunung Pogok menuju ke Kali Gending. Di tempat tersebut terjadilah pertempuran dengan pasukan Panjer. Pasukan Panjer yang telah menyiapkan diri dengan siasat Capit Urang pun bertempur dengan sangat berani. Pasukan Belanda dan Arungbinang IV dipancing agar maju sampai ke Karangsambung. Setelah pasukan Belanda melewati Kali Gending dan Selaranda kemudian memasuki Karangsambung, Semua kekuatan pasukan Panjer secara serentak menyerbu, baik yang dari Clapar dan Selaranda yang dipimpin langsung oleh Ki Endang Kertawangsa dan Ki Hajar Welaran (Ki Kertowongso Sudirso), dari Jemur dan Cemara Sewu yang dipimpin oleh Ki Kertadrana (pasukan Sigaluh).
Pasukan Belanda dan Arungbinang IV dipimpin oleh demang Mertakanda yang sebelumnya telah menerima hadiah dari Belanda perlahan maju ke utara melalui Gunung Pogok menuju ke Kali Gending. Di tempat tersebut terjadilah pertempuran dengan pasukan Panjer. Pasukan Panjer yang telah menyiapkan diri dengan siasat Capit Urang pun bertempur dengan sangat berani. Pasukan Belanda dan Arungbinang IV dipancing agar maju sampai ke Karangsambung. Setelah pasukan Belanda melewati Kali Gending dan Selaranda kemudian memasuki Karangsambung, Semua kekuatan pasukan Panjer secara serentak menyerbu, baik yang dari Clapar dan Selaranda yang dipimpin langsung oleh Ki Endang Kertawangsa dan Ki Hajar Welaran (Ki Kertowongso Sudirso), dari Jemur dan Cemara Sewu yang dipimpin oleh Ki Kertadrana (pasukan Sigaluh).
Pasukan Belanda dan Arungbinang IV
kebingungan sebab ketika mereka akan lari ke barat dan akan
menyeberang kali Luk Ula, mereka disambut panah dan lembing pasukan
Sigaluh pimpinan Ki Kertadrana dan Banaspati Djayamenggala (Jamenggala).
Jika mundur mereka dihadang oleh pasukan Senopati Gamawijaya dari
Kaligending dan Jemur. Pasukan Belanda yang dipimpin oleh Opsir Mayor
Van Royen, Kapten Arons dan Huster terpaksa bertahan di lereng tebing
kali Luk Ula dan hutan pohon bambu sambil menunggu datangnya bala
bantuan.
Perang Karangsambung benar – benar
merupakan perang yang besar, dan menjadi suatu pukulan dan tekanan berat
bagi mental dan fisik pasukan Belanda. Banyak prajurit dari pihak
Belanda tewas bergelimpangan di jalan. Bahan makanan sudah habis, begitu
juga persediaan peluru dan mesiu menipis sementara tekanan dari pasukan
Panjer tidak berkurang. Pasukan Belanda tidak berani keluar dari tempat
perlindungannya sampai beberapa hari menunggu datangnya bantuan dari
Gombong. Satu hal yang masih menguntungkan Belanda adalah pasukan Panjer
yang tidak bisa menggunakan senjata rampasan dari pasukan musuh. Mereka
hanya mahir menggunakan senjata tombak, lembing, panah, sumpit beracun
dan pedang.
Datangnya Bala bantuan Belanda
Bala bantuan Belanda dari Gombong telah sampai di Pendopo Agung Panjer. Pasukan tersebut dipimpin oleh Mayor Biskus, Mayor Verbrug dan Kapten Flissinger. Mereka kemudian begerak menuju ke utara.
Bala bantuan Belanda dari Gombong telah sampai di Pendopo Agung Panjer. Pasukan tersebut dipimpin oleh Mayor Biskus, Mayor Verbrug dan Kapten Flissinger. Mereka kemudian begerak menuju ke utara.
Ki Endang Kertawangsa beserta pamannya
(Ki Hajar Welaran/Ki Kertawangsa Sudirso) dan Ki Kertadrana Adipati
Sigaluh yang telah mengetahui kedatangan bala bantuan Belanda tersebut
memutuskan untuk segera melakukan penyerangan serempak terhadap pasukan
Belanda yang telah lemah itu sebelum bala bantuan mereka datang.
Pasukan Sigaluh dipimpin oleh Ki Kertadrana menyerang dari Cemara Sewu
menuju ke tepian kali Luk Ula, pasukan Banaspati Jayamenggala dari arah
Jemur bergerak ke timur, pasukan Gamawijaya dan KH. Imanadi dari
Kaligending menjepit ke barat. Kyai Welaran dan pasukannya dari
Selaranda begerak menjepit ke barat. Ki Endang Kertawangsa beserta
laskar pemuda menyerang dari Baniara.
Dalam penyerbuan tersebut, sisa pasukan
Belanda dan Arungbinang IV yang bisa menyelamatkan diri berhamburan dari
persembunyiannya. Korban tewas dari pihak Belanda semakin banyak. Pada
saat itulah bala bantuan Belanda dengan persenjataan yang lebih lengkap
dan modern datang. Hal ini menjadikan keadaan pasukan Panjer berbalik.
Kondisi yang kelelahan dan kalahnya persenjataan menjadikan pasukan
Panjer dapat dipukul mundur oleh bala bantuan Belanda tersebut. Pasukan
Senopati Gamawijaya dan KH. Imanadi mundur dari Kaligending ke utara
bergabung dengan pasukan Ki Hajar Welaran. Di Selaranda, demang
Mertakanda yang menaiki kuda terkena panah beracun. Ia kemudian dibawa
kembali ke Pendopo Agung Panjer oleh pasukan Arungbinang IV. Sebelum
sampai di sana, tepatnya di sebelah Gunung Pogok, Demang Mertakanda
jatuh dari kudanya. Tidak lama kemudian meninggal. Jenazahnya dibawa ke
Pendopo Agung Panjer.
Pasukan Banaspati Jayamenggala mundur
bergabung dengan pasukan Sigaluh. Bala bantuan Belanda yang terus
berdatangan menggempur pasukan Panjer Gunung dan Sigaluh. Pertempuran
siang dan malam terus berlanjut.
Pada suatu pagi tersiar kabar bahwa Mayor
Verburg meninggal dengan kondisi badannya tertembus beberapa anak panah
prajurit Panjer. Belanda dan Arungbinang IV sangat marah. Dikerahkanlah
pasukan gabungan secara besar – besaran menyerbu desa Jemur, lalu
menuju Cemara Sewu dan memotong ke timur menuju desa Clapar.
Pasukan Belanda dari sisi Barat terus
menjepit pasukan Panjer. Pertempuran sengit terjadi hingga terjadi
perang satu lawan satu. Korban dari kedua belah pihak tidak sedikit. Di
lokasi tersebut, Senopati Sigaluh, Ki Kertadrana luka parah akibat
tertembak oleh Belanda. Ia dilarikan oleh prajurit Sigaluh ke tempat
persembunyian di Gunung Paras. Keesokan harinya ia dibawa menuju Cemara
Sewu. Dalam perjalanan ia meninggal karena terlalu banyak mengeluarkan
darah. Jenazah Ki Kertadrana dimakamkan di bawah pohon Beringin di
gunung Pakoh (kini dikeramatkan menjadi panembahan Sipakoh).
Pertahanan di Gunung Paras
Pertempuran di Karangsambung masih terus berlangsung. Pasukan Panjer di Clapar yang dipimpin Ki Hajar Welaran dan Ki Endang Kertawangsa mundur naik ke gunung Paras dan bertahan di sana. Ki Endang Kertawangsa diam – diam menuju ke markas Baniara yang ternyata pada saat itu sedang diserang Belanda. Dia kemudian meneruskan perjalannya ke Gagak Bening untuk menghimpun kekuatan. Desa Clapar telah dikuasai Belanda. Ki Hajar Welaran bertahan di gunung Paras. Komunikasi yang terputus mengakibatkan inisiatif masing – masing pimpinan untuk bergerilya sendiri – sendiri.
Pertempuran di Karangsambung masih terus berlangsung. Pasukan Panjer di Clapar yang dipimpin Ki Hajar Welaran dan Ki Endang Kertawangsa mundur naik ke gunung Paras dan bertahan di sana. Ki Endang Kertawangsa diam – diam menuju ke markas Baniara yang ternyata pada saat itu sedang diserang Belanda. Dia kemudian meneruskan perjalannya ke Gagak Bening untuk menghimpun kekuatan. Desa Clapar telah dikuasai Belanda. Ki Hajar Welaran bertahan di gunung Paras. Komunikasi yang terputus mengakibatkan inisiatif masing – masing pimpinan untuk bergerilya sendiri – sendiri.
Senopati Gamawijaya dan pasukannya mundur
dari Kaligending sampai ke pegunungan Wanasara dan Karangsari. Ia
bergerilya sampai ke kota. Banaspati Jayamenggala dan pasukannya dari
Jemur mundur ke barat naik pegunungan menelusuri setapak sampai ke
Kebagoran, Pejagoan, kedawung dan Legok. Setiap malam mereka menyebrangi
kali Luk Ula dan bergerilya membakari pos – pos dan rumah kediaman para
antek Belanda di sekitar Pendopo Agung Panjer. Strategi gerilya pun
dilakukan. Padepokan kecil tersembunyi sebagai tempat berkumpul para
gerilyawan Panjer di sebelah timur sungai Luk Ula adalah tempat terdekat
dari Pendopo Agung Panjer (padepokan tersebut kini menjadi Masjid
Darussalam di wilayah kelurahan Kebumen). Mereka bergerilya juga sampai
ke Ambal, Bocor, dan Petanahan, membakar rumah para Demang pengikut
Belanda. Gerilya Banaspati Jayamenggala di Wirayudan juga membuat panik
Belanda dan Arungbinang IV yang sedang beristirahat.
Pembumihangusan Pendopo Agung Panjer
Keadaan peperangan yang berlarut di Panjer membuat Gubernur Jenderal Graff Van den Bosch dan Jenderal De Kock memerintahkan untuk mengadakan perundingan. Perundingan diadakan di Pendopo Agung Panjer. Perundingan hanya dihadiri oleh Ki Kartanegara I (Adipati Karanganyar). Tokoh – tokoh Panjer tidak mau menghadiri, waspada dengan kelicikan Belanda seperti ketika mereka menangkap Pangeran Diponegoro di Magelang dimana diplomasi awal dilakukan di persembunyian Pangeran Diponegoro di Roma Kamal dan Kejawang. Pertempuran Gerilya tetap diteruskan oleh tokoh – tokoh Panjer di Karangsambung.
Keadaan peperangan yang berlarut di Panjer membuat Gubernur Jenderal Graff Van den Bosch dan Jenderal De Kock memerintahkan untuk mengadakan perundingan. Perundingan diadakan di Pendopo Agung Panjer. Perundingan hanya dihadiri oleh Ki Kartanegara I (Adipati Karanganyar). Tokoh – tokoh Panjer tidak mau menghadiri, waspada dengan kelicikan Belanda seperti ketika mereka menangkap Pangeran Diponegoro di Magelang dimana diplomasi awal dilakukan di persembunyian Pangeran Diponegoro di Roma Kamal dan Kejawang. Pertempuran Gerilya tetap diteruskan oleh tokoh – tokoh Panjer di Karangsambung.
Atas perintah Gubernur Jenderal Graff
Van Den Bosch dengan pertimbangan peperangan yang tetap berlangsung
meski Pendopo Panjer telah dikuasai telah memakan biaya yang cukup
besar, maka Belanda yang sudah satu tahun menduduki Pendopo Agung Panjer
pun kemudian membumihanguskan tempat tersebut dan menyerahkan
ketataprajaan Panjer kepada Arungbinang IV. Kotaraja dan Pendopo Panjer
lama dipindah ke tempat yang baru (di daerah yang sekarang menjadi
Pendopo Kebupaten Kebumen beserta alun – alunnya).
Berakhir Perjuangan Pasukan Panjer Gunung
Gerilya yang membuat pasukan Belanda kewalahan pun berakhir dengan tertangkapnya tokoh – tokoh tersebut. Senopati Jayamenggala/Jamenggala tertangkap di sebelah timur kali Luk Ula (sekarang menjadi kompleks Masjid Agung Kauman Kebumen). Dia kemudian digantung di pohon beringin kurung di tengah alun – alun baru. Jenazahnya dikuburkan di sebelah timur laut beringin kurung. KH. Imanadi tertangkap di Ayam Putih, setelah berenang dari Kali Gending saat dikepung oleh Belanda. Belanda dengan sabar menyusuri sungai Luk Ula dari Kaligending menuju ke selatan. KH. Imanadi yang menepi di tepian sungai Luk Ula wilayah selatan pun kemudian tertangkap dan di penjara. Beliau kemudian dikeluarkan oleh Arungbinang IV dan dijadikan Pengulu Landrat Kebumen yang pertama. Saat itulah Beliau mendirikan Masjid Kauman kebumen (makam di desa Pesucen Wonosari). Kyai Welaran juga wafat dalam pertempuran di Karangsambung dan dimakamkan di pucuk gunung Paras di bawah pohon Jati. Sedangkan Senopati Gamawijaya tertangkap oleh kolektur Mangunprawira dan ditembak mati di daerah Bocor. Jenazahnya dimakamkan langsung ditempat tesebut.
Gerilya yang membuat pasukan Belanda kewalahan pun berakhir dengan tertangkapnya tokoh – tokoh tersebut. Senopati Jayamenggala/Jamenggala tertangkap di sebelah timur kali Luk Ula (sekarang menjadi kompleks Masjid Agung Kauman Kebumen). Dia kemudian digantung di pohon beringin kurung di tengah alun – alun baru. Jenazahnya dikuburkan di sebelah timur laut beringin kurung. KH. Imanadi tertangkap di Ayam Putih, setelah berenang dari Kali Gending saat dikepung oleh Belanda. Belanda dengan sabar menyusuri sungai Luk Ula dari Kaligending menuju ke selatan. KH. Imanadi yang menepi di tepian sungai Luk Ula wilayah selatan pun kemudian tertangkap dan di penjara. Beliau kemudian dikeluarkan oleh Arungbinang IV dan dijadikan Pengulu Landrat Kebumen yang pertama. Saat itulah Beliau mendirikan Masjid Kauman kebumen (makam di desa Pesucen Wonosari). Kyai Welaran juga wafat dalam pertempuran di Karangsambung dan dimakamkan di pucuk gunung Paras di bawah pohon Jati. Sedangkan Senopati Gamawijaya tertangkap oleh kolektur Mangunprawira dan ditembak mati di daerah Bocor. Jenazahnya dimakamkan langsung ditempat tesebut.
Pertempuran berakhir secara keseluruhan
pada tahun 1832. Secara resmi Arungbinang IV mulai memerintah kabupaten
Panjer pada tahun tersebut serta mengubah nama kabupaten Panjer menjadi
Kebumen. Bekas Pendopo Agung Panjer sendiri kemudian dijadikan Pabrik
Mexolie (dalam perkembangannya menjadi Sari Nabati) oleh Belanda pada
tahun 1851.
Al-Faatihah
Sumber : kebumen2013.com, https://fahmialinh.wordpress.com/2015/11/18/pertempuran-karangsambung/