Organisasi Nahdlatul Ulama itu tidak bisa dipisahkan
dengan oganisasi Nahdlatut Tujjar dan Nahdlatul Wathan. Peran Nahdlatul
Wathan ini sangat vital sekali. Hal ini terbukti ketika di Negeri
Haramain terjadi pergantian kekuasaan dari Daulah Asyraf (tahun 1924-an)
yang kemudian diganti dengan Raja Abdul Aziz. Oraganisasi Nahdlatul
Wathan ini mengirimkan delegasi kepada Sultan Abdul Aziz ke Makkah.
Delegasi yang dikirim oleh Nahdlatul Wathan ini dinamakan dengan Komite
Hijaz. Dari nama Komite Hijaz ini, kemudian menjadi Muktamar yang
diselenggarakan pada pada tanggal 31 Januari 1926 yang menghasilkan
organisasi yang dinamakan dengan Nahdlatul Ulama dengan Rais Akbarnya
KH. Hasyim Asyari dan KH. Faqih Mas Kumambang sebagai wakilnya.
Ulama-ulama yang ada di barisan Nahdlatul Ulama itu mempunyai peran
besar untuk membangun bangsa dan negaranya dengan ilmu yang bersumber
dari Al-Quran.
Allah
telah menurunkan Al-Quran yang diibaratkan seperti air yang dapat
menghasilkan bermacam-macam ilmu pengetahuan. Adanya bermacam-macam ilmu
pengetahuan ini disebabkan karena adanya seorang ulama yang diumpamakan
seperti gunung-gunung yang warnanya ada yang Merah dan Putih. Kedua
warna ini persis dengan warna bendera Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Allah berfirman;
الَمْ
تَرَ أَنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ
ثَمَرَاتٍ مُخْتَلِفاً أَلْوَانُهَا وَمِنَ الْجِبَالِ جُدَدٌ بِيضٌ
وَحُمْرٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهَا وَغَرَابِيبُ سُودٌ * وَمِنَ النَّاسِ
وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَلِكَ
Tidakkah
kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami
hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan
di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang
beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian
(pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang
ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). (QS. Al-Faatir :
27-28)
Warna Merah
melambangkan nasionalisme bangsa Indonesia yang penuh dengan keberanian,
sedangkan putih melambangkan keikhlasan dalam berjuang. Dari kedua
warna ini, jiwa bangsa Indonesia itu harus diwarnai dengan nasionalisme
dan keikhlasan.
Nikmat
agung tersebut itu tidak akan terwujud kecuali dengan ilmu. Nikmat Allah
yang agung yang diperuntukan bagi bangsa Indonesia adalah nikmat yang
berupa kemerdekaan. Merdeka yang dimulai pada tanggal 17 Agustus 1945.
Angka-angka
yang menandai kemerdekaan bangsa Indonesia ini adalah angka-angka
keberuntungan. Angka 17 menunjukan jumlahnya rekaat shalat wajib yang
dikerjakan oleh umat Islam dalam sehari semalam. Angka 17 terdiri dari
1+7. Jika kedua angka ini ditambahkan maka jumlahnya akan menjadi 8
(bulan delapan adalah bulan Agustus). Hal ini sesuai dengan jumlah surga
yang disediakan Allah bagi hamba-Nya yang mau mengerjakan shalat.
Adapun
angka 45 diakhir dari 1945 itu merupakan angka yang sempurna. Sebab,
4+5=9. Angka Sembilan ini persis dengan jumlah bintang yang digunakan
sebagai lambangnya organisasi Nahdlatul Ulama.
Selain
rahasia di atas, jika lafal Nahdlatul Ulama dihitung dengan memakai
standar Abajadun, maka jumlahnya adalah 17. Jadi dapat diambil
kesimpulan bahwa antara NU dengan perjuangan bangsa Indonesia itu ada
keterkaitan.
Untuk
makna dadung (tali yang melingkar) yang ada pada lambang Nahdlatul
Ulama, itu menunjukan arti hubungan antara manusia dengan tuhannya.
Di
dalam memperjuangkan NU, Syaikhina Maimoen Zubair juga mempunyai
loyalitas yang tinggi meskipun pada tahun 2002 beliau telah keluar dari
organisasi tersebut. Namun, pada tahun 2010 beliau kembali lagi untuk
bergabung memperjuangkan Nahdlatul Ulama dengan jabatan sebagai Dewan
Muhtasyar.
Catatan:
Artikel ini disarikan dari ceramah Syaikhina Maimoen Zubair pada acara Muskerwil PWNU di PP Al-Anwar tahun 2013.
NB:
Ketika Mbah Hasyim hendak pergi ke suatu tempat untuk mengurus masalah
Nahdlatul Ulama, beliau sering mampir di kediaman kakek dan buyutnya
Syaikhina Maimoen Zubair (Kiai Ahmad bin Syuaib dan Kiai Syuiab bin
Abdurrozak). Begitu juga dengan Mbah Wahab Hasbullah yang sering mampir
di Sarang untuk berkunjung di kediaman Kiai Zubair bin Dahlan.
Dari
keakraban hubungan leluhur Syaikhina Maimoen Zubair dengan pendiri
Nahdlatul Ulama ini, maka tidak mengherankan jika NU-nya Syaikhina
Maimoen itu dikatakan sejak beliau belum dilahirkan. Sebab, sebelum
beliau lahir, ada tiga tokoh NU, Kiai Hasyim Asyari, Kiai Wahab
Hasbullah dan Kiai Bisri Syansuri telah berkenan meludahi air (nyuwuk
red) yang diambil oleh Kiai Ahmad yang nantinya akan diminumkan kepada
Ibunya Syaikhina Maimoen saat mengandung dirinya supaya mendapatkan
keberkahan dari ketiga ulama tersebut. (KH. Abdullah Ubab Maimoen)