PAJAK DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL

A.    PENGERTIAN PAJAK DAN RETRIBUSI
1.    Pengertian Pajak
Tentunya kalian pernah mendengar istilah pajak. Apakah tanah dan rumah yang kalian tempati akan dikenai pajak? Apakah penghasilan yang diperoleh orangtua kalian atau saudara-saudara kalian juga akan dikenai pajak? Kemudian jika kalian membeli barang-barang keperluan sekolah seperti buku, tas, dan bolpoin di toko, apakah barang- barang itu tidak dikenai pajak? Ya, semua barang-barang yang tersebut di atas akan dikenai pajak. Lalu, apakah yang dimaksud pajak?
Pajak adalah iuran yang harus dibayar oleh wajib pajak (masyarakat) kepada negara (pemerintah) berdasarkan undang- undang dan tidak memperoleh balas jasa secara langsung. Pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat (2).
Adapun pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung yang dapat ditunjuk dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
2.    Pengertian Retribusi
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau umum.
Pajak berbeda dengan retribusi. Perbedaan di antara keduanya, dapat kalian pelajari pada Tabel berikut
Meskipun pajak dan retribusi berbeda namun keduanya mempunyai fungsi yang sama, yaitu sebagai sumber pendapatan. Contoh retribusi antara lain karcis parkir kendaraan, karcis pasar, karcis masuk terminal, dan lain-lain.
B.    CIRI-CIRI PAJAK
Berdasarkan pengertian di atas, maka ciri-ciri pajak dapat diuraikan berikut ini.
a.    Pajak merupakan iuran wajib yang bersifat dapat dipaksakan. Artinya jika wajib pajak tidak membayar pajak sesuai ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, wajib pajak tersebut dapat dikenakan sanksi atau hukuman.
b.    Pemungutan pajak dilakukan berdasarkan undang-undang. Seperti halnya yang tercantum dalam UUD 1945 pasal 23 ayat (2) menyebutkan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang- undang. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga ketertiban perpajakan dan untuk melindungi warga negara dari pemungutan yang sewenang-wenang atau melampaui batas kewajaran.
c.    Wajib pajak tidak mendapatkan balas jasa secara langsung. Artinya para wajib pajak yang telah membayar pajak tidak akan mendapatkan balas jasa berupa barang maupun uang akan tetapi, dengan pembayaran pajak tersebut para wajib pajak akan memperoleh manfaat secara tidak langsung, yaitu berupa tersedianya fasilitas-fasilitas umum dari pemerintah, seperti jalan, pasar, sekolah, dan sebagainya.
d.    Pajak digunakan untuk kepentingan umum. Pajak yang dipungut pemerintah digunakan untuk membiayai pengeluaran yang bersifat umum, seperti penyediaan sarana dan prasarana  jalan, pelayanan pemerintah berupa pendidikan, kesehatan, dan keamanan, dan lain sebagainya.
C.    DASAR PEMUNGUTAN PAJAK
Apakah dasar dari pemungutan pajak? Pemungutan pajak tidak asal pungut, tetapi ada aturan-aturan yang mendasarinya. Pajak merupakan sumber pendapatan negara dan memungutnya harus berdasarkan undang-undang. Undang-undang yang mengatur tentang perpajakan harus berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu, undang-undang perpajakan harus disesuaikan dengan kepentingan pembangunan sekarang. Berikut ini dasar-dasar dalam pemungutan pajak.
a.    UU No. 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
b.    UU No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan (PPh).
c.    UU No. 18 Tahun 2000  tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM).
d.    UU No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
e.    UU No. 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
D.    PRINSIP-PRINSIP PEMUNGUTAN PAJAK
Supaya pemungutan pajak benar-benar efektif,  terdapat lima prinsip  yang harus dijalankan dalam pelaksanaan pemungutan pajak.
a.    Prinsip Keadilan (Equity)
Keadilan dalam pemungutan pajak artinya pajak dikenakan secara umum dan sesuai dengan kemampuan wajib pajak atau sebanding dengan tingkat penghasilannya.
b.    Prinsip Kepastian (Certainty)
Pemungutan pajak harus dilakukan dengan tegas, jelas, dan ada kepastian hukum. Hal ini dimaksudkan agar mudah dimengerti oleh wajib pajak dan memudahkan administrasi.
c.    Prinsip Kecocokan/Kelayakan (Convience)
Pajak yang dipungut hendaknya tidak memberatkan wajib pajak. Artinya pemerintah harus memerhatikan layak atau tidaknya seseorang dikenakan pajak sehingga orang yang dikenai pajak akan senang hati membayar pajak.
d.    Prinsip Ekonomi (Economy)
Pada saat menetapkan dan memungut pajak harus memper- timbangkan biaya pemungutan pajak. Jangan sampai biaya pe- mungutannya lebih tinggi dari pajak yang dikenakan.
E.    UNSUR-UNSUR PAJAK
Berdasarkan pengertian pajak di atas, setiap pajak terdiri atas beberapa unsur. Berikut ini unsur-unsur pajak.
a.    Subjek Pajak
Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan  untuk melakukan kewajiban perpajakan termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu, misalnya pegawai, pengusaha, dan perusahaan. Setiap wajib pajak wajib mendaftarkan  diri ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, kemudian wajib pajak akan mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai tanda pengenal. Wajib pajak harus melaporkan kekayaan dan jumlah pajak yang menjadi tanggungannya kepada kantor pelayanan pajak setempat setiap tahun.
b.    Objek Pajak
Objek pajak adalah sesuatu yang dikenakan pajak, misalnya penghasilan seseorang yang melebihi jumlah tertentu, tanah, bangunan, laba perusahaan, kekayaan, mobil.  Apabila setiap tahun ayah kalian membayar pajak bumi dan bangunan (PBB), tanah dan bangunan yang dimiliki ayah kalian dikatakan sebagai objek pajak.
c.    Tarif Pajak
Tarif pajak adalah ketentuan besar kecilnya pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak terhadap objek pajak yang menjadi tanggungannya. Semua jenis pajak mempunyai tarif yang berbeda-beda. Tarif pajak untuk pajak bumi dan bangunan berbeda dengan tarif pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai. Perbedaan tarif pajak disebabkan oleh karena  sistem pajak Indonesia yang menggunakan sistem tarif pajak progresif  sehingga pemerintah menyusun kebijakan-kebijakan yang membeda kan tarif pajak sesuai dengan keadaan ekonomi negara dan program  pembangunan. Berikut ini beberapa bentuk tarif pajak.
1)    Tarif pajak progresif
Tarif pajak progresif adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang  semakin meningkat mengikuti pertambahan jumlah pendapatan  yang dikenakan pajak.
2)    Tarif pajak degresif
Tarif pajak degresif adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang semakin kecil dengan semakin besarnya jumlah pendapatan yang dikenakan pajak.
3)    Tarif pajak proporsional
Tarif pajak proporsional adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase tetap, berapa pun jumlah pendapatan yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak.
4)    Tarif pajak tetap
Tarif pajak tetap adalah tarif pemungutan pajak dengan besar yang sama untuk semua jumlah. Dengan demikian, besarnya pajak yang terutang tidak tergantung pada jumlah yang dikenakan pajak. Contoh tarif pajak tetap adalah bea meterai.
F.    JENIS-JENIS PAJAK
Pajak dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu jenis pajak berdasarkan pihak yang memungut, sifat, dan golongan.
a.    Berdasarkan Pihak yang Memungut
1)    Pajak negara
Pajak negara adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak dan Kantor Pelayanan Pajak di bawah Departemen Keuangan. Pajak negara digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Contoh pajak negara, yaitu Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), bea meterai, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, bea cukai, pajak orang asing, serta pajak atas royalti dan dividen.
2)    Pajak daerah
Pajak daerah adalah pajak yang pemungutannya dilakukan oleh pemerintah daerah, baik Pemerintah Daerah Tingkat I maupun Pemerintah Daerah Tingkat II. Pajak daerah dimiliki setiap daerah dan memiliki kebijakan masing-masing dalam menentukan subjek pajak, objek maupun tarif pajak daerah. Pajak ini digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.  Jenis pajak yang dipungut antara pemerintah daerah tingkat I dengan tingkat II berbeda-beda. Secara  umum contoh pajak daerah antara lain pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, pajak hotel, pajak restoran, dan pajak reklame.
b.    Berdasarkan Sifatnya
1)    Pajak subjektif
Pajak subjektif yaitu pajak yang pemungutannya berdasarkan diri wajib pajak, misalnya pajak penghasilan (PPh).
2)    Pajak objektif
Pajak objektif yaitu pajak yang pemungutannya ber- dasarkan objek atau tidak memerhatikan keadaan wajib pajak. Contohnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
c.    Berdasarkan Golongan
1)    Pajak langsung
Pajak langsung adalah pajak yang harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain. Contoh pajak langsung yaitu Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).
2)    Pajak tidak langsung
Pajak tidak langsung adalah pajak yang harus dibayar pihak tertentu, tetapi dapat dilimpahkan kepada orang lain. Contoh pajak tidak langsung, yaitu Pajak Penjualan (PPn), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan bea impor. Akan tetapi beban pajaknya diteruskan kepada konsumen dalam bentuk harga jual yang lebih tinggi. Dengan demikian yang membiayai pajak sebenarnya adalah pemakai atau konsumen. Pajak tidak langsung lainnya adalah cukai tembakau atau pita rokok, dan cukai untuk minuman keras.
G.    CONTOH PAJAK YANG DITANGGUNG KELUARGA
1.    Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) diatur dalam UU No. 12 Tahun 1994. PBB adalah pajak yang dikenakan terhadap orang atau badan yang memiliki permukaan bumi dan bangunan yang dibangun secara tetap di atasnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan serta wilayah laut. Adapun yang dimaksud bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam secara tetap pada tanah atau perairan. Contohnya rumah, jembatan, pasar mewah, kolam renang, taman mewah, dan sebagainya.
a.    Objek pajak PBB adalah bumi dan atau bangunan.
Objek pajak yang dikenai pajak PBB adalah objek pajak yang berupa hal-hal berikut ini.
1)    Bangunan yang digunakan untuk melayani kepentingan umum seperti tempat ibadah, rumah sakit, gedung sekolah, dan tempat-tempat umum lainnya yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
2)    Kuburan, peninggalan purbakala, dan sejenisnya.
3)    Hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
4)    Bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik.
5)    Bangunan yang digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
b.    Subjek Pajak
Subjek pajak yang dikenai pajak PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan bangunan serta memperoleh manfaat dari bangunan yang dimilikinya.
c.    Tarif Pajak
Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak sebesar 0,5%.
d.    Dasar Pengenaan Pajak
1)    Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar.
2)    Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
Besarnya NJOPTKP ditetapkan sebesar Rp8.000.000,00. Apabila besarnya NJOP lebih kecil dari NJOPTKP maka objek pajak tersebut tidak dikenakan pajak PBB.
3)    Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)
NJKP adalah suatu persentase dari nilai jual sebenarnya (NJOKP). NJKP yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari NJOP.
4)    Pajak PBB yang terutang
Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan NJKP.
2.    Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan subjek pajak atas penghasilan yang diterima  atau diperolehnya dalam tahun pajak. Pajak  Penghasilan  (PPh) diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan.
a.    Objek Pajak
Objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan  kemampuan ekonomi yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kelengkapan wajib pajak yang bersangkutan.
b.    Subjek Pajak
Subjek pajak adalah barang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, badan usaha, dan bentuk usaha tetap. Subjek pajak terdiri atas subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.
Beberapa contoh bentuk pajak penghasilan.
1)    Pajak upah atau gaji, pensiun, komisi, atau penghasilan lain yang diperoleh karena pekerjaan seseorang (wajib pajak).
2)    Pajak honorarium dan royalti.
3)    Pajak hadiah atau penghargaan.
4)    Pajak keuntungan berusaha.
5)    Pajak bunga simpanan atau tabungan di bank.
6)    Pajak dividen yang diterima oleh pemegang saham perusahaan.
7)    Pajak sewa tanah, rumah, atau harta kekayaan lain.
8)    Pajak pembayaran asuransi.
c.    Tarif Pajak
Besarnya tarif pajak penghasilan yang ditetapkan atas penghasilan kena pajak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 adalah sebagai berikut :

d.    Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Besarnya PTKP menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK 03/2005 yang berlaku per 1 Januari 2006 sebagai berikut.
1)    Rp13.200.000,00 untuk diri wajib pajak orang pribadi.
2)    Rp1.200.000,00 tambahan untuk wajib pajak yang sudah menikah.
3)    Rp13.200.000,00 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami.
4)    Rp1.200.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling  banyak tiga orang untuk setiap keluarga.
3.    Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Apabila kalian membeli minuman ringan bersoda di swalayan, maka kalian telah membayar harga minuman tersebut beserta PPNnya. PPN adalah pajak yang dikenakan terhadap penjualan atau penyerahan barang yang telah diolah atau diproses sehingga berubah dari sifat atau bentuk aslinya menjadi barang baru yang bertambah nilainya atau daya gunanya.
Berbeda ketika orang tua kalian membeli mobil sedan. Orang tua kalian akan dikenakan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Pajak PPnBM adalah pajak yang dikenakan pada barang-barang yang tergolong barang mewah.
PPN dan PPnBM diatur dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang atau Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
a.    Objek Pajak
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
1)    penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha,
2)    impor barang kena pajak,
3)    penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha,
4)    pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean,
5)    pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean,
6)    ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
b.    Subjek Pajak
Pajak PPN dan PPnBM dikenakan kepada pengusaha, pengimpor atau pedagang yang menjual barang-barang yang telah disebutkan di atas. Pada kenyataannya, biasanya PPN dan PPnBM dilimpahkan kepada konsumen atau pembeli. Dengan demikian konsumenlah yang membayar PPN dan PPnBM atas barang yang dibelinya.
c.    Tarif Pajak
Pajak PPN adalah 10%, sedangkan tarif PPN atas ekspor barang kena pajak adalah 0%. Berdasarkan peraturan pemerintah, tarif pajak PPN dirubah menjadi serendah-rendahnya 5% dan setinggi-tingginya 15%. Adapun tarif PPnBM adalah 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, dan 75%.
H.    FUNGSI PAJAK DALAM PEREKONOMIAN
Pajak yang dipungut dari wajib pajak mempunyai beberapa fungsi, antara lain sebagai sumber pendapatan negara, pengatur kegiatan ekonomi, pemerataan pembangunan dan pendapatan masyarakat, dan sebagai sarana stabilitas ekonomi.
1.     Sumber Pendapatan Negara
Sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas, bahwa pajak merupakan sumber utama pendapatan negara. Pajak yang dipungut digunakan pemerintah untuk membiayai pengeluaran negara seperti pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin adalah pengeluaran negara untuk menyelenggarakan pemerintahan yang bersifat rutin, seperti menggaji pegawai negeri sipil, membeli peralatan kegiatan pemerintahan, membayar bunga pinjaman, dan sebagainya. Adapun pengeluaran pembangunan seperti pembangunan jembatan, jalan raya, gedung sekolah, dan sebagainya.
2.    Pengatur Kegiatan Ekonomi
Pajak dapat berfungsi untuk mengatur perekonomian. Sebagai contoh untuk meningkatkan investasi, pemerintah dapat menurunkan pajak  guna merangsang pengusaha-pengusaha untuk menanamkan modalnya. Contoh lainnya untuk membatasi pola hidup konsumtif pemerintah mengenakan pajak atas barang-barang mewah, dan sebagainya.
3.    Pemerataan Pembangunan dan Pendapatan Masyarakat
Pendapatan masyarakat berbeda antara daerah satu dengan daerah yang lainnya, sehingga mengakibatkan perbedaan pada pemerataan pembangunan ekonomi. Tarif pajak yang dikenakan pada masyarakat  yang berpenghasilan tinggi lebih tinggi daripada masyarakat  yang berpenghasilan rendah. Penerimaan pajak dari masyarakat yang berpenghasilan tinggi digunakan untuk membangun sarana dan prasarana ekonomi di daerah kurang maju, seperti pembangunan pasar, rumah sakit, sekolah, dan sebagainya. Oleh karena itu pajak akan dapat memeratakan pembangunan dan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di daerah tertinggal.
4.    Sarana Stabilitas Ekonomi
Pajak dapat berfungsi sebagai stabilitas ekonomi. Misalnya untuk meningkatkan kesempatan kerja, pemerintah menurunkan tarif pajak. Tarif pajak yang rendah memungkinkan masyarakat mengeluarkan uangnya lebih banyak untuk membeli barang. Banyaknya permintaan akan barang menyebabkan perusahaan harus lebih banyak memproduksi barang, akibatnya perusahaan akan menuntut tambahan tenaga kerja. Oleh karena itu, pajak dapat meningkatkan kesempatan kerja bagi masyarakat.
I.    SANKSI-SANKSI TERHADAP WAJIB PAJAK YANG MELALAIKAN KEWAJIBAN
Sanksi Administrasi
1.     PPh :
a.     Denda, sebesar Rp. 100.000,- apabila Surat Pemberitahuan (SPT) Masa tidak disampaikan sesuai dengan batas waktu yaitu selambat-lambatnya 14 (empat) belas hari setelah bulan takwim berakhir khusus untuk pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atau paling lambat dua puluh hari setelah akhir Masa Pajak khusus untuk pemungutan PPh Pasl 4 ayat (2), PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23; dan apabila Surat Pemberitahuan Tahunan PPh tidak disampaikan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan , dikenakan denda sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Badan, sedangkan untuk WP Orang Pribadi denda sebesar Rp. 100.000,- .
b.     Bunga, sebesar :  2% sebulan untuk selama-lamanya 24 bulan atas jumlah pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar dalam hal :
1.     WP membetulkan sendiri SPT yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar sebelum dilakukannya pemeriksaan;
2.     PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar dan/atau dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
3.     Terdapat kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain;
4.     Penghitungan sementara pajak yang terutang kurang dari jumlah pembayaran pajak yang sebenarnya terutang akibat diberikan ijin penundaan penyampaian SPT Tahunan.
•     2% sebulan dari pajak yang kurang dibayar dalam hal Bendahara diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
•     48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, dalam hal WP setelah jangka waktu sepuluh tahun dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakn berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hokum tetap.
•     2% sebulan dihitung dari jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan, apabila pembayaran atau penyetoran yang terutang untuk suatu saat atau masa dilakukan setelah jatuh tempo pembayaran atau penyetoran.
c.     Kenaikan, sebesar :
•     50% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam satu tahun pajak akibat SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran.
•     100% dari jumlah PPh yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetorkan, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetorkan.
•     100% dari jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam hal ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap dari WP yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang.
•     Sanksi administrasi berupa denda 150% dari pajak yang kurang dibayar, dikenakan terhadap WP yang atas kemauannya sendiri membetulkan SPT setelah dilakukan pemeriksaan tetapi belum dilakukan penyidikan;
•     Sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari pajak yang kurang dibayar, dikenakan terhadap WP yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan dapat merugikan Negara.
2.     Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
a.     Denda, sebesar Rp. 500.000,- dalam hal SPT Masa tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yaitu selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir;
b.     Bunga, sebesar 2% sebulan dari pajak yang tidak atau kurang dibayar dalam hal terdapat kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKB berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain;
c.     100% dari PPN barang dan Jasa dan PPnBM yang tidak atau kurang dibayar akibat SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran atau apabila berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai PPN dan PPnBM ternyata tidak seharusnya dikompensasi selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tariff 0%(nol persen).
Sanksi Pidana
1.     Karena alpa :
a.     tidak menyampaikan SPT; atau
b.     menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya satu tahun dan denda setinggi-tingginya dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
2.     Dengan sengaja :
a. tidak mendaftarkan diri, atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP; atau
b.     tidak menyampaikan SPT; atau
c.     menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; atau
d.     menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 29; atau
e. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar; atau
f.     tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya; atau tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun dan denda setinggi-tingginya empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

sumber:  https://guruipsgempol1.wordpress.com/2012/03/30/fungsi-pajak-dalam-perekonomian-nasional/