Sebelum mengakuisisi lahan untuk dijadikan proyek properti anda harus memastikan legalitas lahannya.
Maksudnya anda harus memastikan bahwa tanah tersebut memiliki alas hak yang jelas, jika tanah belum sertifikat maka harus dipastikan bahwa syarat-syarat untuk memohonkan sertifikat ke Kantor Pertanahan dapat terpenuhi.
Pada tahapan ini, anda sebagai developer harus sudah memastikan bahwa tanah yang akan dibangun proyek ini tidak ada sengketa dengan pihak lain, sehingga tidak akan menimbulkan tuntutan di kemudian hari. Karena jika tanah ini ada sengketa di kemudian hari maka diperlukan waktu dan energi ekstra untuk menyelesaikannya.
Tanah yang sedang bersengketa harus dalam status quo
Banyak dilihat tanah yang bersengketa yang sudah sampai pada tahap persidangan di pengadilan berstatus quo (tidak bisa dilakukan tindakan apapun terhadap tanah tersebut) dalam jangka waktu yang sangat lama bahkan sampai puluhan tahun tidak selesai sengketanya.
Hal ini karena sistem hukum kita yang menerapkan sistem peradilan bertingkat. Maksudnya jika suatu putusan pengadilan dirasa tidak adil oleh pihak yang dirugikan maka mereka bisa mengajukan banding atas putusan tersebut. Untuk mendapatkan putusan banding memerlukan waktu yang lama pula.
Selanjutnya setelah ada putusan di tingkat banding masih bisa lagi dilanjutkan ke Kasasi bagi mereka yang merasa kurang puas atas putusan banding.
Ya, butuh energi, waktu dan biaya untuk menyelesaikannya. Menurut hemat saya jika anda sudah masuk di lingkaran sengketa, menang atau kalah anda berada di pihak yang kalah. Jadi berhati-hatilah tentang legalitas tanah ketika mengakuisisi lahan.
Verifikasi legalitas tanah ke instansi terkait
Mengurus dan melakukan pengecekan legalitas tanah bisa dilakukan melalui kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)/Notaris , di kantor Kelurahan/Desa atau di Kantor Pertanahan setempat. Kantor PPAT/Notaris bisa dilibatkan dalam pengecekan legalitas tanah karena memang PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah.
Tentu saja ketika menjalankan tugasnya seorang PPAT memahami betul tentang legalitas tanah. Itulah pentingnya kita melibatkan seorang PPAT dalam proses mengakuisisi lahan.
Mereka memahami tentang legalitas tanah dan potensi sengketa yang mungkin timbul di suatu lokasi. Tetapi dalam kehidupan sehari-hari kita lebih cenderung mengatakan pengurusan legalitas dibantu oleh Notaris karena biasanya seorang PPAT juga telah diangkat sebagai Notaris.
Pengecekan legalitas tanah di kantor desa atau kelurahan untuk tanah yang belum bersertifikat
Untuk tanah yang belum bersertifikat pengecekan legalitas lahan dilakukan di kantor kelurahan atau kantor desa. Karena data-data tanah, riwayat kepemilikan tanah dan data-data lainnya tercatat seluruhnya dalam buku besar desa yang diperuntukkan untuk mencatat segala hal tentang tanah.
Selanjutnya, lurah atau kepala desa akan mengeluarkan surat keterangan riwayat tanah. Jika di tanah tersebut tidak ada sengketa maka lurah/kepala desa juga akan menerbitkan surat keterangan tidak sengketa. Itulah pentingnya mengecek legalitas tanah ke kelurahan/kantor desa.
Pengecekan legalitas tanah di kantor pertanahan untuk tanah yang sudah sertifikat
Untuk tanah-tanah yang sudah sertifikat pengecekan keabsahan tanah dilakukan di Kantor Pertanahan, karena sertifikat yang ada di tangan masyarakat adalah dalam bentuk salinan yang mana aslinya dalam bentuk Buku Tanah dan disimpan di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam warkahnya.
Segala catatan mengenai tanah tersebut tercatat seluruhnya pada buku tanah termasuk catatan tentang sengketa jika memang ada. Apabila ada sengketa terhadap tanah tersebut, yang ditandai dengan adanya catatan di buku tanahnya, maka sertifikat tanah tersebut dalam kondisi terblokir sehingga tidak bisa dilakukan tindakan hukum apapun seperti melakukan peralihan hak/jual beli, manjaminkan dan lain-lain. Bagaimana solusinya jika pada tanah tersebut ada blokir karena sengketa?
Jika sertifikat sedang diblokir atau ada sengketa
Solusinya adalah harus dilakukan penghapusan catatan di buku tanah tersebut. Blokir yang melekat pada buku tanah harus diangkat terlebih dulu.
Prinsipnya adalah siapa yang memasang blokirnya dialah yang harus membukanya.
Apabila blokir dilakukan oleh seseorang karena terlibat hutang-piutang maka orang tersebut jugalah yang harus membukanya dengan surat resmi. Orang yang memblokir tentu bersedia mengangkat blokirnya jika permasalahan sudah selesai. Itulah logika berfikirnya.
Begitu juga apabila blokir dilakukan oleh instansi negara, maka instansi negara jugalah yang harus membuka blokirnya. Jika catatan dikirimkan oleh pengadilan maka pengadilan juga yang harus menghapus catatan tersebut.
Tentu saja setelah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (Inkracht van gewijsde) .