Pembebasan lahan adalah kegiatan membeli tanah kepada penduduk dalam jumlah besar oleh Perseroan Terbatas (PT) yang sudah memiliki Ijin Lokasi (IL) . Biasanya pembelian dengan pola seperti ini dilakukan dengan cara pembayaran tunai kepada masing-masing penduduk pemilik tanah.
Oleh karena itu harga tanah yang diakuisisi dengan pembebasan lahan ini masih sangat murah karena memang kondisinya masih apa adanya. Fisiknya mungkin saja masih berupa hutan belantara, sawah, empang atau rawa-rawa yang memerlukan pekerjaan persiapan yang membutuhkan biaya.
Tidak hanya itu, kebanyakan tanah seperti ini, alas haknyapun masih belum bersertifikat atau masih berupa Girik, Surat Keterangan Tanah dari instansi tertentu, Petok D , Eigendom Verponding atau jenis alas hak lainnya yang belum sertifikat.
Developer yang membeli tanah seperti ini tentu mempertimbangkan biaya yang dibutuhkan untuk membuat sertifikatnya dan mempertimbangkan juga biaya yang dibutuhkan untuk mengerjakan persiapan fisik lahan agar menjadi lahan siap bangun.
Membeli tanah murah seperti ini banyak dilakukan oleh developer properti yang ingin mengembangkan proyek di suatu lokasi pada waktu yang akan datang.
Mereka menjadikan tanah yang mereka beli saat ini sebagai cadangan tanah atau yang lebih dikenal dengan istilah bank tanah (land bank) . Nantinya, mereka akan mengembangkan lokasi tersebut ketika mereka anggap waktunya sudah tepat.
Bisa setahun lagi, dua tahun lagi atau sepuluh tahun lagi bahkan lebih. Ya, mereka hidup dari tanah yang mereka beli puluhan tahun yang lalu!.
Makanya sering kita lihat ada developer yang memebebaskan lahan sejak puluhan tahun lalu dan baru akhir-akhir ini lahan tersebut mulai dikembangkan. Untungnya tentu luar biasa besar.
Mereka beli dulu mungkin saja masih di harga Rp. 25.000-an permeter persegi dan sekarang tanah tersebut dijual dalam bentuk tanah matang sampai dengan harga belasan juta rupiah permeter persegi, bahkan sampai puluhan juta rupiah.