A. Proses Berakhirnya Kekuasaan Jepang di Indonesia
Pada tanggal 7 September 1944 di dalam sidang istimewa Teikoku Gikai (Parlemen Jepang) ke-85 di Tokyo, Perdana Menteri Koiso (pengganti Perdana Menteri Tojo) mengumumkan tentang pendirian pemerintah Kemaharajaan Jepang, bahwa daerah Hindia Timur (Indonesia) diperkenankan merdeka kelak di kemudian hari. Apa yang sebenarnya menyebabkan dikeluarkannya pernyataan tersebut adalah karena semakin terjepitnya angkatan perang Jepang. Dalam bulan Juli 1944, kepulauan Saipan yang letaknya strategis, jatuh ketangan Amerika yang menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat Jepang.
Situasi Jepang semakin buruk didalam bulan Agustus 1944. Terbukti bahwa moral masyarakat mulai mundur, produksi perang merosot, yang mengakibatkan kurangnya persediaan senjata dan amunisi, ditambah dengan timbulnya soal-soal logistik karena hilangnya sejumlah besar kapal-angkut dan kapal perang.
Faktor-faktor yang tidak menguntungkan tersebut menyebabkan jatuhnya kabinet P.M.Tojo pada tanggal 17 Juli 1944 dan diangkatnya Jenderal Kuniaki Koiso sebagai penggantinya. Salah satu langkah yang diambilnya guna mempertahankan pengaruh Jepang diantara penduduk negeri-negeri yang didudukinya ialah dengan cara mengeluarkan pernyataan “Janji Kemerdekaan Indonesia di kemudian hari”. Dengan cara demikian Jepang mengharapkan bahwa Serikat akan disambut oleh penduduk, tidak sebagai pembebas rakyat, melainkan sebagai penyerbu ke negara merdeka.
B. BPUPKI
1. Terbentuknya BPUPKI
Dalam tahun 1944 dengan jatuhnya Saipan dan dipukul mundurnya angkatan perang Jepang dari Irian Timur, Kepulauan Solomon dan Marshall oleh angkatan perang Serikat, maka seluruh garis pertahanan di Pasifik terancam dan berarti kekalahan Jepang telah terbayang. Kemudian Jepang menghadapi serangan Serikat atas kota-kota Ambon, Makassar, Manado dan Surabaya; bahkan tentara Serikat telah pula mendarat di pelabuhan kota minyak seperti Balikpapan. Menghadapi situasi yang kritis itu, pemerintah militer Jepang di Jawa dibawah pimpinan Saiko Syikikan Kumakici Harada pada tanggal 1945, telah mengumumkan pembentukan suatu Badan Oentoek Menyelidiki Oesaha-oesaha Persiapan Kemerdekaan disingkat menjadi Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan (Dokuritsu Junbi Cosakai). Tindakan itu merupakan langkah kongkrit pertama bagi terpenuhinya janji Koiso tentang “Kemerdekaan Indonesia kelak di kemudian hari”. Maksud tujuannya ialah untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang penting yang berhubungan dengan segi-segi politik, ekonomi, tata pemerintahan dan lain-lainnya, yang dibutuhkan dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka. Susunan pengurusnya terdiri dari sebuah badan perundingan dan kantor tatausaha. Badan perundingan terdiri dari seorang Kaico (Ketua), 2 orang Fuku Kaico (Ketua muda), 60 orang Iin (anggota), termasuk 4 orang golongan Cina dan golongan Arab serta seorang golongan peranakan Belanda.
Terdapat pula 7 orang anggota Jepang, yang duduk dalam pengurus istimewa yang akan menghadiri setiap sidang tetapi mereka tidak mempunyai hak suara. Pengangkatannya diumumkan pada tanggal 29 April 1945, dimana yang diangkat sebagai Kaico bukanlah Ir. Soekarno yang saat itu dikenal sebagai pemimpin nasional utama, tetapi dr.K.R.T. Radjiman Wediodiningrat. Pengangkatan itu disetujui oleh Ir. Soekarno yang menganggap bahwa kedudukannya sebagai seorang anggota biasa dalam badan tersebut akan lebih mempunyai kemungkinan besar untuk turut aktif didalam perundingan. Sedangkan sebagai Fuku Kaico pertama dijabat oleh orang Jepang yakni Syucokan Cirebon dan R. Surowo (Syucokan Kedu) sebagai Fuku Kaico kedua. R.P. Suroso diangkat pula sebagai kepala secretariat Dokuritsu Junbi Cosakai dengan dibantu oleh Toyohiko Masuda dan Mr. A G Pringgodigdo.
Pada tanggal 28 Mei 1945 dimulailah upacara pembukaan sidang pertama Badan Usaha Persiapan Kemerdekaan, bertempat di gedung Cuo Sangi In. Jenderal Itagaki (Panglima Tentara Wilayah Ketujuh yang bermarkas besar di Singapura) dan Letnal Jenderal Nagano (Panglima Tentara Keenambelas di Jawa) menghadiri sidang tersebut. Pada kesempatan itu pula dilakukan upacara pengibaran bendera Hinomaru oleh Mr.A.G. Pringgodigdo yang kemudian disusul dengan pengibaran Sang Merah Putih oleh Toyohiko Masuda. Peristiwa tersebut telah membangkitkan semangat para anggota dalam usahanya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
2. Sidang BPUPKI
Sebagai realisasi pelaksanaan tugas, BPUPKI kemudian mengadakan sidang-sidang. Secara garis besar sidang-sidang BPUPKI tersebut dibagi menjadi dua kali sidang. Sidang BPUPKI I diadakan pada tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945. Kemudian Sidang BPUPKI II dilangsungkan pada tanggal 10 – 17 Juli 1945. Sidang-sidang BPUPKI itu untuk merumuskan Undang-Undang Dasar.
A. Sidang I
Sidang berlangsung pada tanggal 29 Mei 1945 sampai tanggal 1 Juni 1945. Mr. Moh. Yamin dan Ir. Soekarno terdapat diantara para pembicara, yang telah mengucapkan pidato penting, yang dianggap telah mengusulkan kelima dasar filsafat negara yang kemudian dikenal sebagai Pancasila. Yang dianggap pertama kali merumuskan materi Pancasila, ialah Mr. Moh. Yamin, yang pada tanggal 29 Mei 1945 di dalam pidatonya mengemukakan lima Azas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia sebagai berikut:
1. Peri Kebangsaan.
2. Peri Kemanusiaan.
3. Peri Ketuhanan.
4. Peri Kerakyatan.
5. Kesejahteraan Rakyat).
Mr. Supomo dalam pidatonya tanggal 31 Mei 1945 juga menyampaikan dasar-dasar negara yang diajukan sebagai berikut:
1. Persatuan.
2. Kekeluargaan.
3. Keseimbangan lahir dan batin.
4. Musyawarah.
5. Keadilan rakyat.
Tiga hari kemudian, yakni pada tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno, mengucapkan pidatonya yang kemudian dikenal dengan nama Lahirnya Pancasila, dimana materi dan nama Pancasila sekaligus dicetuskan didalam. Materi Pancasila yang dikemukakannya adalah sebagai berikut:
1. Kebangsaan Indonesia.
2. Internasionalisme atau peri kemanusiaan.
3. Mufakat atau demokrasi.
4. Kesejahteraan sosial.
5. Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kelima dasar itu atas “petunjuk seorang teman ahli bahasa” oleh Ir. Soekarno dinamakan Pancasila.
Untuk menindaklanjuti usulan-usulan dari sidang, BPUPKI membentuk panitia kecil yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Panitia ini dikenal sebagai Panitia Sembilan. Sebagai ketuanya Ir. Soekarno. Anggota-anggotanya adalah Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Yamin, Mr. Ahmad Subarjo, Mr. A.A. Maramis, Abdulkadir Muzakir, Wakhidd Hasyim, H. Agus Salim, dan Abikusno Cokrosuyoso. Pada tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan melahirkan rumusan yang terkenal dengan nama Piagam Jakarta (Jakarta Charter). Rumusan tersebut sebagai berikut:
1. Ketuhan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5. Mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
B. Sidang II
Pada tanggal 10 Juli 1945 mulai sidang BPUPKI II. Sidang ini membahas rancangan Undang-Undang Dasar (UUD). Panitia perancang UUD diketuai oleh Ir. Soekarno.
Panitia Perancang membentuk Panitia Kecil untuk merumuskan rancangan UUD dengan segala pasal-pasalnya. Panitia kecil ini dipimpin oleh Mr. Supomo.
Sebelum membahas rancangan Undang-Undang Dasar, mereka membahas bentuk negara. Setelah diadakan pungutan suara, mayoritas anggota memilih negara kesatuan yang berbentuk republik.
Bahasan berikutnya adalah UUD dan pembukaannya. Pada rapat tanggal 11 Juli 1945, Panitia Perancang UUD secara bulat menerima Piagam Jakarta sebagai Pembukaan UUD. Tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI melanjutkan sidang untuk menerima laporan dari Panitia Perancang UUD. Tiga hal penting yang dilaporkan oleh Ir. Soekarno selaku ketua Panitia Perancang UUD sebagai berikut:
1. Pernyataan Indonesia merdeka.
2. Pembukaan UUD (diambil dari Piagam Jakarta).
3. Batang tubuh UUD.
Sebelum Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan dibentuk dan bersidang di Bndung pada tanggal 16 Mei 1945 telah diadakan Kongres Pemuda seluruh Jawa, yang penyelenggaraannya disponsori oleh Angkatan Moeda Indonesia. Adapun Angkatan Moeda Indonesia rupa-rupanya dibentuk atas inisiatif Jepang pada pertengahan tahun 1944, tetapi kemudian menjadi suatu gerakan pemuda yang anti-Jepang. Oleh para pemimpin Angkatan Moeda Indonesia di dalam kongres yang dihadiri oleh lebih dari 100 pemuda terdiri dari utusan-utusan pemuda, pelajar dan mahasiswa seluruh Jawa, antara lain Djamal Ali, Chairul Saleh, Anwar Tjokroaminoto dan Harsono Tjokroaminoto serta mahasiswa-mahasiswa Ika Daigaku Jakarta, dianjurkan agar para pemuda di Jawa hendaknya bersatu dan mempersiapkan dirinya untuk pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan bukan sebagai hadiah Jepang. Pertemuan berada dalam suasana militant dan nasionalistis, dimana hanya dinyanyikan lagu Indonesia Raya tanpa lagu kebangsaan Jepang Kimigayo dan dilakukan pengibaran bendera Merah Putih, tanpa didampingi oleh bendera Jepang.
Setelah 3 hari lamanya kongres berjalan, akhirnya dicapai dua resolusi sebagai berikut: pertama semua golongan Indonesia terutama golongan pemuda dipersatukan dan dibulatkan dibawah satu pimpinan saja dan kedua, dipercepatnya pelaksanaan kemerdekaan Indonesia.
Tetapi, sebagaimana yang diberitahukan oleh pers resmi, ternyata kongres pun menyatakan dukungan sepenuhnya dan kerjasama erat dengan Jepang seperti usaha mencapai kemenangan terakhir. Pernyataan tersebut tidak memuaskan beberapa tokoh pemuda yang hadir, seperti urusan dari Jakarta yang dipimpin oleh Sukarni, Harsono Tjokroaminoto dan Chairul Saleh. Mereka bertekad untuk tidak mengambil bagian dalam gerakan Angkatan Moeda Indonesia dan bermaksud untuk menyiapkan suatu gerakan pemuda yang lebih radikal.
Sebagai imbangannya, pada tanggal 3 Juli 1945 diadakan suatu pertemuan rahasia di Jakarta diantaranya sejumlah 100 pemuda yang membentuk suatu panitia khusus yang diketuai oleh B.M. Diah, dengan para anggotanya Sukarni, Sudiro, Sjarif Thayeb, Harsono Tjokroaminoto, Wikana, Chairul Saleh, F. Gultom, Supeno dan Asmara Hadi. Pertemuan rahasia diadakan Gerakan Angkatan Baroe Indonesia, yang kegiatannya sebagian besar digerakkan oleh para pemuda dari Asrama Menteng 31.
Tujuan daripada gerakan tersebut tercantum didalam surat kabar Asia Raya pertengahan bulan Juni 1945, yang menunjukkan sifat daripada gerakan tersebut yang lebih radikal sebagai berikut: pertama mencapai persatuan kompak diantara seluruh golongan masyarakat Indonesia, kedua menamkan semangat revolusioner massa atas dasar kesadaran mereka sebagai rakyat yang berdaulat; ketiga, membentuk negara kesatuan Republik Indonesia, dan keempat mempersatukan Indonesia bahu membahu dengan Jepang, tetapi jika perlu gerakan itu bermaksud untuk “mencapai kemerdekaan dengan kekuatannya sendiri”
Golongan pemuda yang tergabung dalam Angkatan Baroe Indonesia didalam perkembangan selanjutnya dapat mengemukakan pendapat-pendapatnya yang mempengaruhi usaha pembentukan negara Indonesia. Para pemuda seperti Chairul Saleh, Sukarni, B.M. Diah, Asmara Hadi, Harsono Tjokroaminoto, Wikana, Sudiro, Supeno, Adam Malik, S.K. Trimurti, Sutomo dan Pandu Kartawiguna telah diikutsertakan didalam suatu gerakan yang disebut Gerakan Rakyat Baroe. Gerakan tersebut diperkenankan pembentukannya oleh Saiko Syikikan yang baru, Letnan Jenderal Y. Nagano didalam suatu pertemuan pada tanggal 2 Juli 1945. Gerakan Rakyat Baroe disusun berdasarkan hasil sidang Cuo Sangi In ke 8 yang mengusulkan pendirian suatu gerakan untuk mengobar-ngobarkan semangat cinta kepada tanah air dan semangat perang. Susunan pengurus pusat gerakan tersebut terdiri dari 80 orang. Disamping anggotanya terdiri atas penduduk asli Indonesia dan bangsa Jepang, juga terdapat golongan Cina, golongan Arab dan golongan Peranakan Eropa.
Sedangkan pengangkatan wakil-wakil golongan pemuda didalamnya dimaksudkan oleh pemerintah Jepang untuk menguasai kegiatan-kegiatan mereka. Somubuco Mayor Jenderal Nisyimura menegaskan bahwa setiap organisasi pemuda yang tergabung didalamnya harus tunduk sepenuhnya kepada Gunseibu (Pemerintah Militer Jepang) dan merekapun harus pula bekerja di bawah kekuasaan petugas-petugas pemerintah yang berhubungan erat dengan ahli-ahli Jepang. Dengan demikian berarti kebebasan bergerak para pemuda dibatasi, hingga timbullah rasa tidak puas. Akhirnya tatkala Geraka Rakyat Baroe diresmikan pembentukannya pada tanggal 28 Juli 1945, dimana dua organisasi besar, yaitu Jawa Hokokai dan Masjumi digabungkan menjadi satu didalamnya, tidak seorangpun tokoh golongan pemuda yang radikal, seperti Chairul Saleh, Sukarni, Harsono Tjokroaminoto dan Asmara Hadi yang bersedia menduduki kursi yang telah disediakan untuk mereka. Maka nampaklah bahwa perselisihan paham antara golongan tua dan golongan muda tentang cara melaksanakan berdirinya negara Indonesia Merdeka, semakin tajam.
Sidang menyetujui tiga hal yang dilaporkan oleh Ir. Soekarno tersebut. Setelah tugas BPUPKI dipandang selesai, maka BPUPKI dibubarkan. Sebagai gantinya pada tanggal 7 Agustus 1945 dibentuk Dokuritsu Junbi Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.