Mengidenti!kasi Teks Eksemplum

Teks eksemplum memiliki unsur kebahasaan yang dapat membedakannya dengan jenis teks lain.
Unsur kebahasaan itu meliputi a) kata keterangan tempat, waktu , tujuan, dan cara; b) kata hubung intrakalimat dan antarkalimat; dan c) kalimat majemuk setara dan bertingkat.

a. Kata Keterangan Tempat, Waktu, Tujuan, dan Cara
Unsur kebahasaan yang menonjol dalam teks eksemplum adalah penggunaan kata keterangan tempat, waktu, tujuan, dan cara. Tujuan penggunaan kata keterangan itu tidak hanya untuk menghidupkan suasana dalam penceritaan, tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa cerita di dalam teks eksemplum terjadi secara berurutan. Perhatikan contoh penggunaan keempat kata keterangan tersebut yang diambil dari teks “Putri Tangguk”.
1. Alkisah, di Desa Bunga Tanjung ada seorang perempuan tua yang mempunyai huma.
2. Pada suatu malam, Putri Tangguk dan suaminya sedang berbincangbincang tentang masa depan keluarganya.
3. Keesokan harinya, pagi yang masih dingin tidak menghalangi niat Putri Tangguk dan suaminya pergi ke sawah untuk menuai padi.
4. Putri Tangguk jatuh miskin akibat kesombongannya dengan membuang-buang padi semaunya di jalan yang dilewatinya.
Berdasarkan contoh itu, penggunaan kata keterangan tempat dan waktu ditandai oleh dua preposisi atau kata depan yang berbeda. Kata keterangan tempat pada kalimat 1 (Desa Tanjung Bunga) ditandai oleh penggunaan preposisi di sebelum kata tersebut, sedangkan kata keterangan waktu pada kalimat 2 (suatu malam) ditandai oleh penggunaan preposisi pada sebelum kata tersebut. Sementara itu, penggunaan kata keterangan tujuan ditandai oleh kata untuk yang menyatakan arah (maksud) perbuatan atau kejadian (kalimat 3) dan penggunaan kata keterangan cara ditandai oleh kata semaunya yang menyatakan jalannya suatu peritiwa (kalimat 4).
Di dalam bahasa Indonesia kata keterangan tempat, waktu, tujuan, dan cara tidak hanya berupa kata di dalam teks “Putri Tangguk” di atas.
Bahasa Indonesia masih memiliki kata keterangan lain yang menunjukkan tempat, waktu, tujuan, dan cara suatu peristiwa terjadi. Untuk keterangan waktu, penggunaannya tidak selalu didahului oleh preposisi pada, misalnya keterangan waktu kemarin dan dua tahun yang lalu pada kalimat berikut.
1) Setelah pulang sekolah, Tazkia P.M. menjemput ayahnya ke Bandar Udara Soekarno-Hatta kemarin.
2) Dua tahun yang lalu, ibu guru muda yang bernama Mentari itu mengikuti pelatihan dalam rangka penguatan kompetensi guru di daerahnya.

b. Kata Hubung Intrakalimat dan Antarkalimat
Kata hubung yang sering juga disebut dengan kata sambung atau konjungtor memiliki peran penting dalam membangun kalimat atau paragraf di dalam sebuah teks. Kekuatan dan keterkaitan makna yang ada di dalam kata, kalimat, atau paragraf di dalam teks sangat ditentukan oleh kata hubung yang digunakan. Oleh karena itu, pemahaman penggunaan kata hubung di dalam teks eksemplum sangat penting untuk memperlihatkan muatan interpersonal terhadap insiden atau peristiwa yang dialami tokoh.
kata hubung koordinatif (dan, serta, tetapi), kata hubung korelatif (baik… maupun...., tidak hanya…, tetapi juga….), dan kata hubung subordinatif (setelah, agar, sehingga). Ketiga kelompok kata hubung tersebut termasuk kategori kata hubung intrakalimat. Di dalam teks eksemplum, kata hubung yang sering digunakan antara lain dan, tetapi, karena, akan tetapi, kemudian.
Perhatikan penggunaan kata hubung tetapi, karena, akan tetapi serta kalimat yang diambil dari teks “Putri Tangguk” di atas.
1) Humanya tidak begitu luas, hanya seluas tangguk penangkap ikan, tetapi hasilnya melimpah ruah.
2) Kalau itu keinginan Dinda, Kanda tidak akan berhuma lagi karena ketujuh lumbung padi sudah penuh.
3) Ketika tutup periuk dibuka, Putri Tangguk terkejut karena tidak ada nasi di dalamnya. Kemudian, ia berjalan menuju lumbung yang digunakan untuk menyimpan beras dan padi.
Kata hubung tetapi pada kalimat 1) dan karena pada kalimat 2) menghubungkan frasa (kata) sebelum dan sesudah kata tersebut. Kata hubung tetapi berperan sebagai pengikat makna frasa (kata) yang berlawanan, yaitu antara tidak begitu luas dan melimpah ruah, sedangkan kata hubung karena berperan untuk mengikat makna sebab akibat, yaitu antara frasa tidak berhuma lagi dan lumbung padi sudah penuh. Kata hubung (seperti tetapi dan karena pada contoh 3) di atas berfungsi sebagai penghubung kata atau frasa dalam satu kalimat. Oleh karena itu, kata hubung tersebut dikategorikan ke dalam kata hubung intrakalimat. Sementara itu, kata hubung kemudian yang terletak di awal kalimat berperan untuk mengikat makna hubungan kelanjutan antara kalimat sebelum dan sesudah kata itu, yaitu antara kalimat Ketika tutup periuk dibuka, Putri Tangguk terkejut karena tidak ada nasi di dalamnya. dan kalimat Ia berjalan menuju lumbung yang digunakan untuk menyimpan beras dan padi. Kata hubung (seperti kemudian pada contoh di atas) berfungsi sebagai penghubung antara satu kalimat dan kalimat lain (selanjutnya). Oleh karena itu, kata hubung tersebut dikategorikan ke dalam kata hubung antarkalimat.
Kata hubung intrakalimat dan antarkalimat yang terdapat di dalam teks “Putri Tangguk” belum memperlihatkan semua jenis kata hubung intrakalimat dan antarkalimat dalam bahasa Indonesia. Masih banyak kata hubung kedua kelompok tersebut yang belum dibicarakan dan dibahas, seperti dan, walaupun demikian, oleh karena itu, akhirnya.

c. Kalimat Majemuk Setara dan Bertingkat
Kalimat yang mengisi sebuah teks terdiri atas kalimat tunggal atau simpleks dan kalimat majemuk atau kompleks, termasuk kalimat yang digunakan dalam teks eksemplum. khusus kalimat majemuk, yaitu kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat.
Perhatikan contoh kalimat yang diambil dari teks “Putri Tangguk” di atas!
1) Kita telah bekerja terus-menerus dan tidak henti-henti menuai padi.
2) Humanya tidak begitu luas, hanya seluas tangguk penangkap ikan, tetapi hasilnya melimpah ruah.
3) Kalau itu keinginan Dinda, Kanda tidak akan berhuma lagi karena lumbung padi sudah penuh.
4) Jalan menuju huma yang mereka tuju sangat licin sehingga Putri Tangguk beserta suami dan anak-anaknya sering tergelincir.
Kalimat 1) sebenarnya terdiri atas dua kalimat, yaitu Kita telah bekerja terus-menerus. dan Kita tidak henti-henti menuai padi. Keduanya dihubungkan oleh kata hubung dan yang menunjukkan kesetaraan. Kalimat 2) juga terdiri atas dua kalimat yang setara, yaitu Humanya tidak begitu luas, hanya seluas tangguk dan Hasilnya melimpah ruah. Keduanya dihubungan oleh kata hubung tetapi yang memperlihatkan hubungan kesetaraan berlawanan. Karena kalimat yang dihubungkan dalam kalimat 1) dan 2) setara, kedua kalimat itu disebut kalimat majemuk setara. Sementara itu, kalimat 3) terdiri atas dua kalimat yang tidak setara, yaitu Itu keinginan Dinda. dan Kanda tidak akan berhuma lagi karena lumbung padi sudah penuh. Kedua kalimat tersebut dihubungkan oleh kata hubung kalau yang memperlihatkan syarat terlaksananya peristiwa yang disebut dalam kalimat utama. Hubungan kalimat seperti ini disebut hubungan syarat. Kalimat 4) juga terdiri atas dua kalimat yang tidak setara, yaitu Jalan menuju huma yang mereka tuju sangat licin. dan Putri Tangguk beserta suami dan anak-anaknya sering tergelincir. Kedua kalimat itu dihubungkan oleh kata hubung sehingga yang menyatakan hasil atau akibat dari peristiwa yang dilaksanakan dalam kalimat utama. Hubungan kalimat seperti ini disebut hubungan hasil. Karena kalimat yang dihubungkan dalam kalimat 3) dan 4) tidak setara, kedua kalimat itu disebut kalimat majemuk bertingkat.

Sumber : Buku K13  Bahasa Indonesia  kelas IX