Politik Luar Negeri Indonesia dalam Menjalin Hubungan Internasional

Suatu bangsa yang merdeka tidak dengan serta merta dapat hidup sendiri tanpa bantuan dari negara lain. Untuk menjaga kelangsungan hidupnya dan mempertahankan kemerdekaannya, negara tersebut membutuhkan dukungan dari negara lain. Nah, untuk mendapatkan dukungan tersebut, suatu negara harus mengadakan hubungan yang baik dengan negara lain. Misalnya, ketika awal berdirinya negara Kesatuan republik Indonesia, untuk memperoleh pengakuan dan dukungan dari negara lain terhadap kemerdekaannya, para pendiri negara kita mengadakan hubungan dengan Australia, Amerika Serikat, Belgia, Mesir dan sebagainya. Alhasil, negara kita dapat berdiri dengan tegak dan mempertahankan kemerdekaannya hingga sekarang. Hubungan yang dilakukan oleh suatu negara dengan negara lain, tentu saja tidak dapat dilepaskan dari tata pergaulan antarnegara. Jika dalam pergaulan manusia da yang dinamakan tata krama pergaulan, maka dalam pergaulan antarnegara pun terdapat hal yang sama.
Setiap negara mempunyai kebijakan politiknya masing-masing. Kebijakan politik masing-masing negara dalam pergaulan internasional dinamakan politik luar negeri.
Berkaitan dengan hal tersebut, bentuk kerja sama dan perjanjian internasional yang dilakukan oleh bangsa Indonesia merupakan perwujudan dari politik luar negeri Indonesia. Selain itu, politik luar negeri juga memberikan corak atau warna tersendiri bagi kerja sama dan perjanjian internasional yang dilakukan oleh suatu negara. Apa sebenarnya politik luar negeri bangsa Indonesia?
Untuk mengetahui corak politik luar negeri Indonesia, coba kalian perhatikan Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, tentang tujuan negara, “...ikut serta dalam perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”. Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa politik luar negeri kita memiliki corak tertentu. Pemikiran para pendiri negara (founding fathers) yang dituangkan dalam Pembukaan UUD 194 tersebut didasari oleh kenyataan bahwa sebagai negara yang baru merdeka, kita dihadapkan pada lingkungan pergaulan dunia yang dilematis.
Pada awal pendirian negara Republik Indonesia, kita dihadapkan pada satu situasi dunia yang dikuasai oleh dua kekuatan negara adidaya sebagai akibat dari Perang Dunia II. Dua kekuatan tersebut adalah Blok Barat di bawah kendali Amerika Serikat dengan mengusung ideologi liberal, sedangkan kekuatan lainnya dikuasai oleh Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet dengan mengusung ideologi komunis. Kenyataan ini sangat berpengaruh pada negara Indonesia yang baru saja merdeka dan tengah berupaya keras mempertahankan kemerdekaanya dari rongrongan Belanda. Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia. Kondisi demikian mau tidak mau memaksa bangsa Indonesia untuk menentukan sikapnya, walaupun usianya masih sangat muda. Sikap bangsa Indonesia tersebut tertuang dalam rumusan politik luar negeri Indonesia.
Pemerintah Indonesia yang pada waktu itu dipimpin oleh Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Drs. Muhammad Hatta sebagai Wakil Presiden, pada tanggal 2 September 1948 di hadapan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat mengumumkan pendirian politik luar negeri Indonesia yang antara lain berbunyi ”...tetapi mestikah kita, bangsa Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan negara kita hanya harus memilih antara pro-Rusia atau pro-Amerika? Apakah tak ada pendirian lain yang harus kita ambil dalam mengejar cita-cita kita?”.
Pemerintah Indonesia pada waktu itu berpendapat bahwa pendirian yang harus diambil tidak menjadikan negara kita terjebak dalam kepentingan dua blok tersebut, negara kita tidak mau menjadi objek dalam pertarungan politik antara dua blok tersebut. Negara kita harus menjadi subjek yang berhak menentukan sikapnya sendiri dan memperjuangkan tujuan sendiri, yaitu merdeka seutuhnya tanpa ada rongrongan dari negara lain. Dalam kesempatan itu Drs. Muhammad Hatta menyampaikan pidatonya dengan judul yang sangat menarik, yaitu Mendayung antara Dua Karang. Pidato tersebut kemudian dirumuskan lagi secara eksplisit sebagai prinsip bebas aktif, yang kemudian menjadi corak politik luar negeri Indonesia sampai sekarang. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa politik luar negeri Indonesia bersifat bebas aktif.
Sifat politik luar negeri inilah yang mewarnai pola kerja sama bangsa Indonesia dengan negara lain. Hal ini dapat dilihat dari peristiwa-peristiwa di bawah ini yang dengan jelas menggambarkan bentuk kerja sama yang dikembangkan bangsa Indonesia, yaitu sebagai berikut.
a. Indonesia menjadi anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang ke-60 pada tanggal 28 September 1950. Meskipun pernah keluar dari keanggotaan PBB pada tanggal 7 Januari 1965 sebagai bentuk protes atas diterimanya Malaysia menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, akan tetapi pada tanggal 28 September 1966 Indonesia masuk kembali menjadi anggota PBB dan tetap sebagai anggota yang ke 60
b. Penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika (KAA) pada tahun 1955 yang melahirkan semangat dan solidaritas negara-negara Asia-Afrika yang kemudian melahirkan Dasasila Bandung. Pelaksanaan Konferensi ini sering diperingati setiap tahunnya, terakhir pada tahun bulan April 2005, diperingat 50 tahun KAA di Bandung yang dihadiri oleh para Kepala Negara di kawasan Asia-Afrika.
c. Keaktifan Indonesia sebagai salah satu pendiri Gerakan Non-Blok (GNB) pada tahun 1961, bahkan pada tahun 1992 dalam Konferensi Negara-negara non-Blok yang berlangsung di Jakarta, Indonesia ditunjuk menjadi Ketua GNB. Melalui GNB ini secara langsung Indonesia telah turut serta meredakan ketegangan perang dingin antara Blok Barat dan Blok Timur.
d. Terlibat langsung dalam misi perdamaian Dewan Keamanan PBB dengan
􀁐􀁈􀁑􀁊􀁌􀁕􀁌􀁐􀁎􀁄􀁑􀀃􀀳􀁄􀁖􀁘􀁎􀁄􀁑􀀃􀀪􀁄􀁕􀁘􀁇􀁄􀀃􀁎􀁈􀀃􀁑􀁈􀁊􀁄􀁕􀁄􀀐􀁑􀁈􀁊􀁄􀁕􀁄􀀃􀁜􀁄􀁑􀁊􀀃􀁇􀁌􀁏􀁄􀁑􀁇􀁄􀀃􀁎􀁒􀁑􀃀􀁌􀁎􀀃􀁖􀁈􀁓􀁈􀁕􀁗􀁌􀀃
Konggo, Vietnam, Kamboja, Bosnia dan sebagainya. Bahkan, pada tahun 2007, Indonesia ditetapkan menjadi anggota tidak tetap Dewan Kemanan PBB.
e. Indonesia menjadi salah satu pendiri ASEAN (Assosiaciation of South-East Asian Nation) yaitu organisasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara, bahkan Sekretariat Jenderal ASEAN berada di Jakarta.
f. Ikut serta dalam setiap pesta olah raga internasional mulai dari SEA Games, Asian Games, Olimpiade, dan sebagainya.
g. Indonesia aktif juga dalam beberapa organisasi internasional lainnya, hal ini dibuktikan dengan tercatatnya bangsa Indonesia sebagai anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI), organisasi negara-negara pengekspor minyak 􀀋􀀲􀀳􀀨􀀦􀀌􀀏􀀃􀁇􀁄􀁑􀀃􀁒􀁕􀁊􀁄􀁑􀁌􀁖􀁄􀁖􀁌􀀃􀁎􀁈􀁕􀁍􀁄􀀃􀁖􀁄􀁐􀁄􀀃􀁈􀁎􀁒􀁑􀁒􀁐􀁌􀀃􀀤􀁖􀁌􀁄􀀃􀀳􀁄􀁖􀁌􀂿􀁎􀀃􀀋􀀤􀀳􀀨􀀦􀀌􀀑
h. Menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan berbagai negara yang ditandai dengan pertukaran perwakilan diplomatik dengan negara yang bersangkutan.
Sebagai wujud dari hal tersebut, di negara kita terdapat kantor Kedutaan Besar dan Konsulat Jenderal negara lain. Begitu juga dengan kantor Kedutaan Besar dan Konsulat Jenderal negara kita yang terdapat di negara lain. Kemudian, wujud politik bebas aktif bangsa Indonesia dapat dilihat dari perjanjian internasional yang dilakukan oleh bangsa Indonesia. Berikut ini contoh perjanjian internasional yang pernah dilaksanakan oleh bangsa Indonesia dengan negara lain.
a. Perjanjian penyelesaian dwikewarganegaraan dengan Republik Rakyat Cina pada tahun 1955.
b. Perjanjian penyerahan Irian Barat dengan pemerintah Kerajaan Belanda pada 15 Januari 1962.
c. Perjanjian penentuan garis batas Laut Andaman di sebelah utara Selat Malaka dengan pemerintah Kerajaan Thailand pada tahun 1971.
d. Perjanjian mengenai penentuan garis batas wilayah antara Indonesia dan Papua Nugini dengan pemerintah Australia pada 12 Februari 197.
e. Persetujuan mengenai garis batas landas kontinen antara Indonesia dan Singapura di Selat Singapura dengan pemerintah Singapura pada tanggal 25 Mei 1973.
f. Perjanjian ekstradisi dengan pemerintah Kerajaan Malaysia pada tahun 1974.
g. Perjanjian mengenai pertahanan dan keamanan dengan pemerintah Australia pada tanggal 16 Desember 1995.