Di salah satu sudut Masjid Nabawi terdapat satu ruang yang kini digunakan sebagai ruang khidmat. Dahulu di tempat itulah Rasulullah saw. Senantiasa berkumpul bermusyawarah bersama para sahabatnya. Di sana beliau memberi tausiyah.
Suatu ketika, saat Rasulullah saw. memberikan tausiyahnya, tiba-tiba beliau berucap, “Sebentar lagi akan datangseorang pemuda ahli surga.”
Para sahabat pun saling bertatapan, di sana ada Abu Bakar Ash Shiddiq, Usman bin A!an, Umar bin Khattab, dan beberapa sahabat lainnya. Tak lama kemudian, datanglah seorang pemuda yang sederhana. Pakaian pemuda itu sederhana, penampilannya sederhana, wajahnya masih basah dengan air wudhu. Tangan kirinya menenteng sandalnya yang sederhana pula.
Pada kesempatan yang lain, ketika Rasulullah saw. berkumpul dengan para sahabatnya, Beliau pun berucap, “Sebentar lagi kalian akan melihat seorang pemuda ahli surga.” Dan pemuda sederhana itu datang lagi, dengan keadaan yang masih tetap sama, sederhana.
Para sahabat yang berkumpul pun terheran-heran, siapa gerangan pemuda sederhana itu? Bahkan hingga ketiga kalinya Rasulullah mengatakan hal yang serupa. Bahwa pemuda sederhana itu adalah seorang ahli surga.
Seorang sahabat, Abdullah bin Amru bin Ash merasa penasaran. Amalan apa yang dimilikinya sampai-sampai Rasul menyebutnya pemuda ahli surga? Maka Abdullah berusaha mencari tahu. Ia meminta izin kepada ayahnya untuk menginap beberapa malam di kediaman si pemuda tersebut. Si pemuda pun mengizinkan.
Dan mulai saat itu Abdullah mengamati setiap amalan pemuda tersebut.
Malam pertama, ketika Abdullah bangun untuk tahajud, pemuda tersebut masih terlelap hingga datang waktu shubuh. Ba’da shubuh,
ia membaca al-Qur’±n. Diamatinya bacaan pemuda tersebut yang masih terbata-bata, dan tidak begitu fasih.
Ketika masuk waktu «huh±, Abdullah bergegas menunaikan salat «huh±, sementara pemuda itu tidak.
Keesokannya, Abdullah kembali mengamati amalan pemuda tersebut. Malam tanpa tahajjud, ketika membaca al-Qur’±n terbata-bata dan tidak begitu fasih, serta di pagi harinya tidak salat «huh±.
Begitu pun di hari ketiga, amalan pemuda itu masih tetap sama. Bahkan di hari itu Abdullah berpuasa sunnah, sedangkan pemuda itu tidak.
Abdullah pun semakin heran dengan ucapan Rasulullah saw. Tidak ada yang istimewa dari amalan pemuda itu, tetapi beliau menyebutnya sebagai pemuda ahli surga. Hingga Abdullah pun langsung mengungkapkan keheranannya pada pemuda itu.
“Wahai Saudaraku, sesungguhnya Rasulullah saw. menyebut-nyebut Engkau sebagai pemuda ahli surga. Tetapi setelah aku amati, tidak ada amalan istimewa yang Engkau amalkan. Engkau tidak tahajjud, bacaanmu pun tidak begitu fasih, pagi hari pun kau lalui tanpa salat «huh±, bahkan puasa sunnah pun tidak. Lalu amal apa yang Engkau miliki sehingga Rasul menyebutmu sebagai ahli surga?”
“Saudaraku, aku memang belum mampu tahajjud. Bacaanku pun tidak fasih. Aku juga belum mampu salat «huh±. Dan aku pun belum mampu untuk melakukan puasa sunnah. Tetapi ketahuilah, sudah beberapa minggu ini aku berusaha untuk menjaga tiga amalan yang baru mampu aku amalkan.”
“Amalan apakah itu?”
“Pertama, aku selalu berusaha jujur, tidak berdusta kepada siapa pun, dan aku juga tidak pernah merasa iri dengki kepada seseorang atas kebaikan yang telah dikaruniakan oleh Allah Swt. kepada seseorang.”
Abdullah berkata, “Demi Allah...Engkau benar-benar ahli surga. Amalan yang engkau sebut itulah amalan yang paling sulit aku amalkan.” (Sumber: Kitab Hadis Musnad Ahmad)
Sumber : buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti k 13 kelas IX
Suatu ketika, saat Rasulullah saw. memberikan tausiyahnya, tiba-tiba beliau berucap, “Sebentar lagi akan datangseorang pemuda ahli surga.”
Para sahabat pun saling bertatapan, di sana ada Abu Bakar Ash Shiddiq, Usman bin A!an, Umar bin Khattab, dan beberapa sahabat lainnya. Tak lama kemudian, datanglah seorang pemuda yang sederhana. Pakaian pemuda itu sederhana, penampilannya sederhana, wajahnya masih basah dengan air wudhu. Tangan kirinya menenteng sandalnya yang sederhana pula.
Pada kesempatan yang lain, ketika Rasulullah saw. berkumpul dengan para sahabatnya, Beliau pun berucap, “Sebentar lagi kalian akan melihat seorang pemuda ahli surga.” Dan pemuda sederhana itu datang lagi, dengan keadaan yang masih tetap sama, sederhana.
Para sahabat yang berkumpul pun terheran-heran, siapa gerangan pemuda sederhana itu? Bahkan hingga ketiga kalinya Rasulullah mengatakan hal yang serupa. Bahwa pemuda sederhana itu adalah seorang ahli surga.
Seorang sahabat, Abdullah bin Amru bin Ash merasa penasaran. Amalan apa yang dimilikinya sampai-sampai Rasul menyebutnya pemuda ahli surga? Maka Abdullah berusaha mencari tahu. Ia meminta izin kepada ayahnya untuk menginap beberapa malam di kediaman si pemuda tersebut. Si pemuda pun mengizinkan.
Dan mulai saat itu Abdullah mengamati setiap amalan pemuda tersebut.
Malam pertama, ketika Abdullah bangun untuk tahajud, pemuda tersebut masih terlelap hingga datang waktu shubuh. Ba’da shubuh,
ia membaca al-Qur’±n. Diamatinya bacaan pemuda tersebut yang masih terbata-bata, dan tidak begitu fasih.
Ketika masuk waktu «huh±, Abdullah bergegas menunaikan salat «huh±, sementara pemuda itu tidak.
Keesokannya, Abdullah kembali mengamati amalan pemuda tersebut. Malam tanpa tahajjud, ketika membaca al-Qur’±n terbata-bata dan tidak begitu fasih, serta di pagi harinya tidak salat «huh±.
Begitu pun di hari ketiga, amalan pemuda itu masih tetap sama. Bahkan di hari itu Abdullah berpuasa sunnah, sedangkan pemuda itu tidak.
Abdullah pun semakin heran dengan ucapan Rasulullah saw. Tidak ada yang istimewa dari amalan pemuda itu, tetapi beliau menyebutnya sebagai pemuda ahli surga. Hingga Abdullah pun langsung mengungkapkan keheranannya pada pemuda itu.
“Wahai Saudaraku, sesungguhnya Rasulullah saw. menyebut-nyebut Engkau sebagai pemuda ahli surga. Tetapi setelah aku amati, tidak ada amalan istimewa yang Engkau amalkan. Engkau tidak tahajjud, bacaanmu pun tidak begitu fasih, pagi hari pun kau lalui tanpa salat «huh±, bahkan puasa sunnah pun tidak. Lalu amal apa yang Engkau miliki sehingga Rasul menyebutmu sebagai ahli surga?”
“Saudaraku, aku memang belum mampu tahajjud. Bacaanku pun tidak fasih. Aku juga belum mampu salat «huh±. Dan aku pun belum mampu untuk melakukan puasa sunnah. Tetapi ketahuilah, sudah beberapa minggu ini aku berusaha untuk menjaga tiga amalan yang baru mampu aku amalkan.”
“Amalan apakah itu?”
“Pertama, aku selalu berusaha jujur, tidak berdusta kepada siapa pun, dan aku juga tidak pernah merasa iri dengki kepada seseorang atas kebaikan yang telah dikaruniakan oleh Allah Swt. kepada seseorang.”
Abdullah berkata, “Demi Allah...Engkau benar-benar ahli surga. Amalan yang engkau sebut itulah amalan yang paling sulit aku amalkan.” (Sumber: Kitab Hadis Musnad Ahmad)
Sumber : buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti k 13 kelas IX