1. Olah tubuh, yaitu melatih anggota badan agar mencapai
kelenturan. Jika sudah lentur, maka akan dengan mudah menirukan gerak-gerak apa
saja tanpa merasa kaku dan nyeri di otot. Misalnya, seorang pemain memerankan
seekor kera dengan jalannya yang merangkak, sesekali meloncat dan naik ke atas
pohon. Pemain yang memerankan tokoh kera tersebut sejak muncul di atas panggung
sampai akhir permainan harus berjalan merangkak, meloncat, bahkan bergelayunan
di atas pohon. Jika tidak berlatih dengan baik maka peran kera tersebut tidak
akan mirip dan tidak menutup kemungkinan akan terasa sakit otot karena tidak
terbiasa dalam latihan.
2. Selain olah tubuh juga olah vokal (olah suara). Bagaimana
jika seekor kera berdialog dengan teman-teman kera lainnya. Apakah dibarengi dengan
mengeram sambil memperlihatkan giginya, apakah sambil menggaruk-garuk badannya
karena gatal akibat banyak kutu? Suara harus terlatih sedemikian rupa agar
suara aslinya tidak nampak terdengar lagi.
Yang terdengar betul-betul suara tokoh cerita yang ada dalam
lakon. Suara juga butuh kelenturan dan butuh keterbiasaan, jika tidak maka akan
menimbulkan serak dan tidak akan mencapai tokoh cerita yang diharapkan. Pada
dasarnya seluruh panca indra harus diolah dan dilatih untuk mewujudkan peran-peran
yang sesuai dengan keinginan naskah.
3. Olah sukma, yaitu melatih daya konsentrasi agar terbiasa
dalam memusatkan pikiran terhadap sesuatu. Dengan penuh konsentrasi maka akan
terhindar dari lupa dialog atau lupa bloking (permainan tempat), serta gestur
(sikap badan). Jika terbiasa megolah sukma untuk konsentrasi, maka akan cepat
hafal, cepat paham termasuk menerima pelajaran baru. Sebaliknya jika tidak
dapat konsentrasi karena tidak terlatih, maka akan sulit untuk mengerti apapun.
Ketiga teknik latihan tadi wajib dilakukan oleh calon-calon
pemeran dalam proses latihan teater. Jika tidak maka akan berkesan main-main
saja dan tidak bermanfaat apa-apa. Oleh karena demikian proses produksi teater
harus mengutamakan disiplin yang tinggi serta kemauan yang keras untuk menuju sukses
yang besar.
Dalam memerankan tokoh-tokoh cerita harus dilakukan secara
wajar. Tidak berlebihan (over acting) baik dialog maupun gerak atau aksi. Ada
macammacam gerak yang dilakukan oleh aktor atau aktris di atas pentas.
Gerakgerak tersebut penting dilakukan oleh para pemain untuk menegaskan watak atau
karakter yang dibawakannya. Tanpa gerak, akan berkesan statis, namun terlalu
banyak gerak juga akan berkesan over. Oleh karena itu, gerak-gerak pemain
seharusnya wajar dan beralasan. Misalnya, seorang pemeran berdialog sambil
berjalan menuju sudut depan pentas. Mengapa berjalan menuju sudut depan pentas?
Ada apakah di sana? Untuk apa? Atau apa alasannya? Contoh lain misalnya seorang
pemain mengkerutkan keningnya sambil menggarukgaruk kepalanya. Mengapa
menggaruk kepala? Apakah sedang kesal? Atau gatal karena banyak ketombe?