REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab
Bung Karno, tampak khusuk berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang baru saja ia proklamirkan berjalan langgeng dan rakyat Indonesia diberi kekuatan dalam mempertahankan kemerdekaannya. Bung Karno dengan memejamkan kedua matanya dan mengangkat kedua tangannya berdoa di kediamannya di Jl Pegangsaan Timur (kini Jl Proklamasi) 56, Jakarta Pusat.
Doa di halaman muka kediamannya itu sekaligus sebagai tanda syukur kepada Tuhan bahwa bangsa Indonesia telah merdeka setelah mengalami penjajahan lebih dari tiga abad.
Di belakang Bung Karno (berkopiah hitam) tampak Kepala Barisan Pelopor dr Muwardi. Dialah yang memimpin Barisan Pelopor termasuk satuan PETA (Pembela Tanah Air) yang mengikuti acara proklamasi kemerdekaan 17 Agustus, 63 tahun lalu. Sedangkan di bagian belakang (berkacamata) tampak Wali Kota Jakarta Raya, Sudiro.
Sekitar 150 hadirin yang terdiri para pejuang kemerdekaan, sejarawan, Dewan Harian Angkatan 45, perintis kemerdekaan setuju perlunya dibangun kembali kediaman Bung Karno yang telah digusur sejak 1961. Kemudian dijadikan sebagai Gedung Pola semacam Bappenas sekarang ini.
Untuk rekonstruksi kediaman Bung Karno diperlukan dana sekitar Rp 10 miliar. Tapi, masalah biaya ini tidak jadi kandala. Hanya perlu persetujuan pemerintah mengingat pembongkaran kediaman Bung Karno yang amat bersejarah itu dilakukan oleh presiden pertama RI itu.
Bung Karno tinggal di Jl Proklamasi 56, sejak zaman Jepang (1942) setelah diasingkan ke Bengkulu. Dia meninggalkan kediamannya pada Januari 1946 setelah NICA (tentara Belanda) yang datang menumpang pasukan sekutu makin beringas untuk kembali menjajah RI.
Di rumah kediamannya itulah Bung Karno melantik kabinet pertama RI. Dan, di tempat itu pula ditandatangani persetujuan Linggarjati antara PM Syahrir dan Belanda.
Pada 1957 ketika pecah dwitunggal Sukarno-Hatta di tempat inilah diadakan pertemuan kedua tokoh untuk mencapai kerukunan nasional. Karena persetujuan tidak tercapai, Kerukunan Nasional dipelesetkan menjadi ‘Keruk nasi’.
Bung Karno, tampak khusuk berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang baru saja ia proklamirkan berjalan langgeng dan rakyat Indonesia diberi kekuatan dalam mempertahankan kemerdekaannya. Bung Karno dengan memejamkan kedua matanya dan mengangkat kedua tangannya berdoa di kediamannya di Jl Pegangsaan Timur (kini Jl Proklamasi) 56, Jakarta Pusat.
Doa di halaman muka kediamannya itu sekaligus sebagai tanda syukur kepada Tuhan bahwa bangsa Indonesia telah merdeka setelah mengalami penjajahan lebih dari tiga abad.
Di belakang Bung Karno (berkopiah hitam) tampak Kepala Barisan Pelopor dr Muwardi. Dialah yang memimpin Barisan Pelopor termasuk satuan PETA (Pembela Tanah Air) yang mengikuti acara proklamasi kemerdekaan 17 Agustus, 63 tahun lalu. Sedangkan di bagian belakang (berkacamata) tampak Wali Kota Jakarta Raya, Sudiro.
Rekonstruksi Rumah Bung Karno
Selama dua hari pada 19-20 Agustus 2008 lalu di Jakarta, berlangsung seminar Rekonstruksi Rumah Bung Karno. Seminar itu digelar agar generasi muda dan generasi mendatang mengetahui bagaimana bentuk gedung proklamasi ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan 71 tahun lalu.Sekitar 150 hadirin yang terdiri para pejuang kemerdekaan, sejarawan, Dewan Harian Angkatan 45, perintis kemerdekaan setuju perlunya dibangun kembali kediaman Bung Karno yang telah digusur sejak 1961. Kemudian dijadikan sebagai Gedung Pola semacam Bappenas sekarang ini.
Untuk rekonstruksi kediaman Bung Karno diperlukan dana sekitar Rp 10 miliar. Tapi, masalah biaya ini tidak jadi kandala. Hanya perlu persetujuan pemerintah mengingat pembongkaran kediaman Bung Karno yang amat bersejarah itu dilakukan oleh presiden pertama RI itu.
Persetujuan Linggarjati Diteken di Rumah Sukarno
Menurut Bung Karno, dia membongkar bekas kediamannya itu karena lebih mengutamakan tempatnya dan bukan gedungnya. ”Sebab, saya taksir gedung itu paling lama 100 tahun, mungkin tidak sampai. Itu sebabnya saya suruh bongkar,” kata Bung Karno dalam wawancara dengan Solicih Salam dalam buku Putera Fajar.Bung Karno tinggal di Jl Proklamasi 56, sejak zaman Jepang (1942) setelah diasingkan ke Bengkulu. Dia meninggalkan kediamannya pada Januari 1946 setelah NICA (tentara Belanda) yang datang menumpang pasukan sekutu makin beringas untuk kembali menjajah RI.
Di rumah kediamannya itulah Bung Karno melantik kabinet pertama RI. Dan, di tempat itu pula ditandatangani persetujuan Linggarjati antara PM Syahrir dan Belanda.
Pada 1957 ketika pecah dwitunggal Sukarno-Hatta di tempat inilah diadakan pertemuan kedua tokoh untuk mencapai kerukunan nasional. Karena persetujuan tidak tercapai, Kerukunan Nasional dipelesetkan menjadi ‘Keruk nasi’.