“Aku mencintai orang shaleh meskipun aku bukan seperti mereka, semoga
kelak aku mendapatkan syafaat dari mereka, aku benci kepada siapa saja
yang terjerumus kemaksiatan, meskipun sebenernya aku sama-sama
terjerumus” demikian ujar Imam Syafi’i dengan penuh rendah hati. Salah
seorang yang hadir membalas perkataan Imam Syafi’I “Engkau mencintai
orang shaleh, dan engkau bagian dari mereka, orang yang mencintai kelak
akan bersama yang dicintai, engkau membenci orang yang terjerumus pada
kemaksiatan, semoga Allah selalu memberi penjagaan kepada mu daripada
perbuatan maksiat”
Jika datang bulan Ramadhan Imam Syafi’i mampu mengkhatamkan Qur’an di siang hari satu kali dan dimalam hari satu kali, sehingga beliau mengkhatamkan AlQur’an selama bulan Ramadhan enam puluh kali. Adapun aktivitasnya dimalam hari dibagi tiga bagian, sepertiga untuk tidur, sepertiga untuk ilmu, sepertiga untuk ibadah. Dalam keadaan sakit beliau pergi menuju Kota San’a ibukota Yaman untuk menuntut ilmu dari Syeikh Abdurrzaq Assan’ani rahimahullah, ketika hendak pulang menuju Mekkah para pemimpin kota San’a membekali seratus dirham, Imam Syafi’I menerima uang tersebut, tidaklah sang Imam sampai Kota Mekkah terkecuali uang tersebut telah dibagikan kepada fakir miskin dipinggiran kota Mekkah. Setibanya di rumah, ibunda Imam Syafi’i berkata”Aku dengar engkau mendapat uang seratus dirham!” Imam Syafi’i menjawab “Iya benar ibunda, namun sudah aku bagikan keseluruhannya kepada fakir miskin dipinggiran Mekkah” sang bunda membalas “Jika kau bawa satu dirham dari harta tersebut, tidak akan aku biarkan engkau masuk ke rumah ini”. Suatu ketika Imam Syafi’i belajar AlQur’an bertalaqqi(Mengaji) dengan salah seorang masyaikh(Guru) dizamannya, dalam waktu singkat beliau mampu menghafal Qur’an tiga puluh juz diumur tujuh tahun, sang bunda dateng dengan membawa uang dengan maksud untuk membayar gaji gurunya Imam Syafi’i. “Wahai ibunda Syafi’i, tidak usah risaukan masalah bayaran bulanan, sesungguhnya Syafi’i telah banyak membantuku mengajarkan murid-murid, sehingga cukuplah bagiku bayarannya hal tsb”. Demikian perjuangan Imam Syafi’I yang terlahir yatim, hanya dibimbing oleh ibundanya. Dengan kegigihan dan usaha, ibunda Syafi’i membawa syafi’i kecil dari Palestina hijrah ke Madinah dan bertemu dengan guru besar Kota Madinah Imam Malik bin Anas penggagas Mazahab Maliki, bertalaqqi dengan Imam Malik beberapa waktu. Tidaklah Imam Syafi’i mencapai umur sepuluh tahun terkecuali telah mengahafal kitab Almuwatta, dan di umur lima belas tahun telah mendaptakan izin dari Imam Malik untuk mengelurakan fatwa, pada zaman tersebut tidak ada yang mengeluarkan fatwa terkecuali telah mencapai derajat Mujtahid Muthlak sehingga mulailah mazhab syafi’i terbentuk. Dan tersebar ke berbagai penjuru dunia.
Rahimallah Imam Syafi’I wa nafa’ana bihi wa bi ‘ulumihi fid daarain.
Diambil dari ceramah kajian umum Habib Umar bin Hafidz.
http://www.majelisrasulullah.org/2015/09/habib-umar-bin-hafidz-berbicara-tentang-imam-syafii/
Jika datang bulan Ramadhan Imam Syafi’i mampu mengkhatamkan Qur’an di siang hari satu kali dan dimalam hari satu kali, sehingga beliau mengkhatamkan AlQur’an selama bulan Ramadhan enam puluh kali. Adapun aktivitasnya dimalam hari dibagi tiga bagian, sepertiga untuk tidur, sepertiga untuk ilmu, sepertiga untuk ibadah. Dalam keadaan sakit beliau pergi menuju Kota San’a ibukota Yaman untuk menuntut ilmu dari Syeikh Abdurrzaq Assan’ani rahimahullah, ketika hendak pulang menuju Mekkah para pemimpin kota San’a membekali seratus dirham, Imam Syafi’I menerima uang tersebut, tidaklah sang Imam sampai Kota Mekkah terkecuali uang tersebut telah dibagikan kepada fakir miskin dipinggiran kota Mekkah. Setibanya di rumah, ibunda Imam Syafi’i berkata”Aku dengar engkau mendapat uang seratus dirham!” Imam Syafi’i menjawab “Iya benar ibunda, namun sudah aku bagikan keseluruhannya kepada fakir miskin dipinggiran Mekkah” sang bunda membalas “Jika kau bawa satu dirham dari harta tersebut, tidak akan aku biarkan engkau masuk ke rumah ini”. Suatu ketika Imam Syafi’i belajar AlQur’an bertalaqqi(Mengaji) dengan salah seorang masyaikh(Guru) dizamannya, dalam waktu singkat beliau mampu menghafal Qur’an tiga puluh juz diumur tujuh tahun, sang bunda dateng dengan membawa uang dengan maksud untuk membayar gaji gurunya Imam Syafi’i. “Wahai ibunda Syafi’i, tidak usah risaukan masalah bayaran bulanan, sesungguhnya Syafi’i telah banyak membantuku mengajarkan murid-murid, sehingga cukuplah bagiku bayarannya hal tsb”. Demikian perjuangan Imam Syafi’I yang terlahir yatim, hanya dibimbing oleh ibundanya. Dengan kegigihan dan usaha, ibunda Syafi’i membawa syafi’i kecil dari Palestina hijrah ke Madinah dan bertemu dengan guru besar Kota Madinah Imam Malik bin Anas penggagas Mazahab Maliki, bertalaqqi dengan Imam Malik beberapa waktu. Tidaklah Imam Syafi’i mencapai umur sepuluh tahun terkecuali telah mengahafal kitab Almuwatta, dan di umur lima belas tahun telah mendaptakan izin dari Imam Malik untuk mengelurakan fatwa, pada zaman tersebut tidak ada yang mengeluarkan fatwa terkecuali telah mencapai derajat Mujtahid Muthlak sehingga mulailah mazhab syafi’i terbentuk. Dan tersebar ke berbagai penjuru dunia.
Rahimallah Imam Syafi’I wa nafa’ana bihi wa bi ‘ulumihi fid daarain.
Diambil dari ceramah kajian umum Habib Umar bin Hafidz.
http://www.majelisrasulullah.org/2015/09/habib-umar-bin-hafidz-berbicara-tentang-imam-syafii/