Beberapa hari ini kita sering membaca
sebuah postingan yang ditulis oleh ustadz Salim A Fillah mengenai betapa
dekatnya hubungan pendiri dua organisasi Islam terbesar di Indonesia,
KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan.
KH Hasyim Asy’ari adalah pendiri
Nahdlatul Ulama (NU) yang pada tanggal 1-5 Agustus 2015 menyelenggarakan
Muktamar yang ke-33 di Jombang, sedangkan KH Ahmad Dahlan atau pada
masa mudanya bernama Muhammad Darwis adalah pendiri Muhammadiyah yang
juga menyelenggarakan Muktamar yang ke-47 di Makassar pada tanggal 3-7
Agustus 2015.
Kedua tokoh nasional tersebut disebutkan
sama-sama menjadi santri dari Syaikhana Cholil Bangkalan, Madura.
Keduanya kemudian dikirim oleh Syaikhana Cholil Bangkalan untuk belajar
mengaji kepada seorang ulama besar di Semarang, bernama Kyai Soleh
Darat.
Kyai Soleh Darat adalah seorang ulama
terkemuka, ahli nahwu, ahli tafsir dan ahli falak. Keluarga besar RA
Kartini juga mengaji pada beliau. Atas masukan dari RA Kartini pula,
Kyai Soleh Darat menulis terjemahan Al Quran ke dalam bahasa Jawa agar
bisa difahami. Sebelum itu, belum ada terjemahan serupa dari Al Quran.
Selama di Semarang dua santri tersebut
belajar dengan rajin dan tekun. Kemudian oleh Kyai Soleh Darat, keduanya
diperintahkan untuk melanjutkan pelajarannya ke Mekkah. Di kota suci
ini, keduanya belajar kepada seorang ulama yang menjadi imam di
Masjidil Haram, yaitu Syaikh Ahmad Khatib Al Minangkabawi. KH Hasyim
Asy’ari muda terlihat yang sangat mencintai ilmu hadist, sementara Ahmad
Dahlan lebih tertarik pada pemikiran dan gerakan Islam.
Sekembali ke Indonesia, KH Hasyim Asy’ari
menetap di Tebuireng Jombang dan membuka pengajian Shahih Al Bukhari
yang menjadi cikal bakal berdirinya Pesantren Tebuireng, Jombang yang
masih berdiri hingga sekarang. Di kemudian hari, KH Hasyim Asy’ari
mendirikan organisasi Nahdlatul Ulama.
Sementara KH Ahmad Dahlan mendirikan
organisasi Muhammadiyah di Yogyakarta. Hubungan akrab kedua tokoh
tersebut berlanjut sampai generasi keempat, putra putri Tebuireng yang
belajar di Yogyakarta selalu tinggal di rumah keluarga KH Ahmad Dahlan,
termasuk Gus Dur.
Maulana Muhammad Ilyas
Selain berteman dengan KH Hasyim Asy’ari,
KH Ahmad Dahlan dikabarkan juga berteman akrab dengan Maulana Muhammad
Ilyas, seorang ulama dari India. Jalinan pertemanan ini dapat dibaca
dalam buku “Muhammad Amien Rais Memimpin dengan Ruhani”, tulisan Zaim Uchrowi (Cetakan III, Juni 2004).
Tidak ada keterangan apakah KH Hasyim
Asy’ari juga berteman dengan Maulana Muhammad Ilyas atau tidak. Menurut
dugaan saya pribadi, jika KH Ahmad Dahlan berteman dengan Maulana
Muhammad Ilyas, kemungkinan juga KH Hasyim Asy’ari juga berteman dengan
Maulana Muhammad Ilyas, karena kebetulan kurun waktu belajar ketiga
santri tersebut di Mekkah hampir bersamaan. Untuk masalah ini perlu
penelusuran lebih lanjut.
Sebagaimana kedua tokoh tersebut di atas,
Maulana Muhammad Ilyas juga menghabiskan masa mudanya dengan belajar
dari satu madrasah ke madrasah yang lain. Maulana Ilyas kemudian juga
meneruskan belajarnya ke tanah suci Makkah, disanalah beliau bertemu
dengan KH Ahmad Dahlan.
Sekembali dari Makkah beliau
membangkitkan sebuah aktivitas yang kemudian banyak dikenal orang
sebagai Jamaah Tabligh. Gerakan ini saat ini sudah melebar hampir ke
seluruh dunia. Di Indonesia, pusatnya berada di masjid Jami’ Kebun Jeruk
Jalan Hayam Wuruk 83 Jakarta.
Tampilan ketiga tokoh tersebut juga
mempunyai kemiripan satu dengan yang lain. Sama-sama bersurban,
memelihara jenggot dan memakai gamis.
Nama ketiga gerakan tersebut juga
menunjukkan semangat yang sama yaitu untuk menghidupkan kembali agama
sesuai yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Muhammadiyah secara hariah artinya adalah
pengikut Nabi Muhammad SAW, Nahdlatul Ulama (NU) secara harfiah berarti
kebangkitan para ulama. Ulama sendiri adalah pewaris para nabi dan
penghulu para nabi adalah nabi Muhammad SAW.
Sedangkan Jamaah Tabligh adalah nama yang
diberikan oleh orang lain. Maulana Ilyas sendiri tidak memberikan
sebuah nama untuk gerakan yang beliau pimpin. Seandainya harus diberi
nama, beliau lebih suka memberi nama “Harakatul Iman”, Gerakan Iman.
Kearifan Lokal dan Global
Ketiga organisasi lahir karena kepedulian
dan keprihatinan ketiga ulama tersebut di atas terhadap kondisi
masyarakat muslim pada saat itu.
Kota Yogyakarta tempat lahirnya
Muhammadiyah pada waktu itu masih banyak dipenuhi dengan praktek-praktek
keagamaan yang merupakan campuran dari berbagai ajaran, maka KH Ahmad
Dahlan berusaha meluruskannya. Beliau juga prihatin dengan kondisi
sosial umat Islam waktu itu, karena itu kemudian beliau juga bergerak di
bidang pendidikan, rumah sakit dan panti asuhan. Sampai saat ini,
bidang-bidang tersebut merupakan kekuatan yang dimiliki oleh
Muhammadiyah.
Nahdlatul Ulama yang lahir di sebuah
pelosok di Tebuireng, Jombang Jawa Timur, waktu itu juga digambarkan
sebagai tempat yang penuh dengan kemaksiatan. KH Hasyim Asyari tampil
untuk melawan kemaksiatan tersebut. Beliau membuka pengajian dan
mendirikan pesantren untuk mendidik umat agar menjalankan agama dengan
benar. Hingga saat ini, pengajian dan pesantren merupakan pilar kekuatan
NU.
Jamaah Tabligh, di Nizamudin, New Delhi
Timur, India, juga lahir di sebuah kawasan dimana umat Islam sudah jauh
meninggalkan agamanya. Untuk menyadarkan umat ini, Maulana Ilyas juga
melakukan berbagai cara, mulai dari pengajian umum, mendirikan madrasah
dan mengembangkan metode yang sekarang dipakai oleh Jamaah Tabligh yaitu
khuruj fi sabilillah, meluangkan sebagaian waktu untuk belajar dan menyebarkan agama.
Meskipun punya ciri masing-masing yang
terkait dengan tempat tumbuhnya gerakan tersebut, ketiga organisasi
tersebut juga punya watak global yang diyakini sebagai perwujudan dari
rahmatan lil alamin, bahwa agama merupakan rahmat bagi seluruh alam.
Ketiga organisasi tersebut terus mengepakkan sayapnya ke seluruh alam.
Banyak cabang NU dan Muhammadiyah berdiri di luar negeri. Jamaah Tabligh
jaringannya mungkin lebih luas lagi.
Kearifan lokal dan watak global ketiga
gerakan tersebut tidak perlu dipertentangkan satu sama lain. Saya yakin
jika ditelusuri lebih jauh, masih banyak tali temali dan jalinan yang
bisa digali antara berbagai organisasi dan gerakan Islam yang ada di
seluruh dunia ini.
Semuanya insyaallah dalam rangka fastabiqul khairat, saling berlomba-lomba dalam kebaikan.
Lahum Al-Faatihah
Sumber : Al Johan , https://fahmialinh.wordpress.com/2015/10/21/hubungan-kh-hasyim-asyari-kh-ahmad-dahlan-dan-maulana-muhammad-ilyas/