Perang Kamang Sumatera Barat 1908

Perang Kamang 1908 adalah perang terbuka yang meletus pada Hari Senin pagi tanggal 15 Juni 1908 dan puncak dari kemelut suasana anti penjajahan rakyat Sumatera Barat dalam menentang penjajahan Belanda.
Pemberontakan Pajak yang meletus sepanjang tahun 1908 di beberapa nagari di Sumatera Westkust (seperti; Nanggalo, Lubuak Aluang, Parik Malintang, Kayu Tanam, Batusangkar, Lintau, Kamang, Manggopoh dan Ulakan) disebabkan oleh peraturan baru mengenai pajak (sebesar 2%) yang diterapkan oleh Belanda terhadap rakyat Minangkabau. Penetapan pajak yang mencakup seluruh hewan ternak yang akan disemblih oleh rakyat, hal ini dinilai memberatkan karena peraturan ini tidak hanya mencakup hewan yang akan dikonsumsi oleh masyarakat akan tetapi juga hewan-hewan untuk upacara keagamaan (qurban). Dan tanaman kopi pun akan di pungut pajak. Padahal ini adalah tanaman utama yang ada di Kamang.
Penyebab ke dua adalah pelanggaran Belanda terhadap perjanjian Plakat Panjang yang dikeluarkannya pada masa Perang Paderi, dimana salah satu isinya ialah “Pemerintah tidak akan mengadakan pungutan-pungutan berupa pajak, hanya kepada rakyat dianjurkan menanam kopi”. Sejak keluarnya Plakat Panjang masyarakat tidak lagi dipungut pajak, namun di awal tahun 1908 masyarakat diminta menanam kopi dan diperetengahan tahun tersebar kabar bahwa dari penanaman kopi itu akan di pungut pajak (belasting).
Rujukan utama dari masyarakat Kamang Mudiak mengenai Perang Kamang ialah “Syair Perang Kamang” yang dikarang oleh Haji Ahmad Marzuki putra dari Haji Abdul Manan. Haji Abdul Manan diyakini (oleh Belanda dan rakyat Kamang) sebagai tokoh sentral dari gerakan ini karena besarnya pengaruh yang dimilikinya di Kamang. Dibelakang pemeberontakan oleh masyarakat pribumi selalu berdiri tokoh agama (seperti bahasan Sartono Kartodirjo dalam bukunya Pemberontakan Petani Banten). Namun bila kita kaji silsilah dari H. Abdul Manan maka kita bisa akan melihat bahwa jiwa dan semangat perang paderi telah di alirkan oleh ayahnya kepada beliau yang pindah ke Malaysia karena terlibat Perang Padri.
H. Abdul Manan adalah tokoh agama yang disegani, beliau adalah guru agama yang didatangi oleh masyarakat sebagai tempat bertanya dan belajar tentang agama baik dari kamang Mudik sekarang, Kamang Hilir sekarang, Tilatang, Magek, Palupuh bahkan sampai dari Pasaman. Beliau sama-sama pulang dari Mekkah tahun 1877 dengan H. Jabang (Syekh Janggut) dari Pauah. Tokoh-tokoh penting yang belajar agama kepada H. Abdul Manan diantaranya : Dt. Rajo Penghulu (Kamang Hilir sekarang), Dt. Parpatiah (Magek), Datuak Rajo Kaluang (Tilatang). Kari Mudo sebagai pelopor generasi muda. Mereka inilah yang menjadi tokoh-tokoh sentral dalam perang Kamang. Sehingga bisa dikatakan bahwa dalam perang Kamang yang terlibat adalah Alim Ulama / Tuanku, Niniak Mamak, Cadiak Pandai-ahli strategi, bahkan melibatkan generasi muda-pemuda dan para bundo kanduang.
J. Westernnenk sebagai pemimpin Fort de kock telah berusaha melakukan perundingan dengan rakyat Kamang tapi hasilnya menambah kebencian dan memperkukuh semangat aksi rakyat terhadap Belanda. Warga diminta oleh para pemimpin masyarakat Kamang untuk tidak membayar pajak. Mengetahui duduk masalahnya, Laras Kenagarian Magek Warido sangat marah, namun tidak bisa berbuat apa-apa. Dia langsung berangkat ke Bukittinggi untuk melaporkan peristiwa itu kepada J.Westennenk dan meminta supaya para pembangkang segera ditangkap. J.Westennenk menghubungi Gubernur Sumatera Barat Hecler untuk mohon petunjuk mengenai tindakan yang harus diambil. Hecler menyampaikan lagi pada Gubernur General Van Heutez dan memutuskan untuk menyerbu Kamang. J.Westennenk lantas mengumpulkan 160 orang pasukan pilihan yang kemudian dibagi menjadi 3 kelompok. Menjelang sore mereka segera bergerak dari Bukittinggi menuju Kamang dari tiga jurusan:
1. Pasukan pertama yang terdiri dari 30 orang, masuk dari Gadut, Pincuran, Kaluang, Simpang Manduang terus menuju Pauh, dipimpin oleh Letnat Itzig, letnan Heine dan Cheiriek. Diperkirakan disana mereka mencari Syekh H. Jabang (pimpinan II perang dari Pauah) yang merupakan orang penting dalam perlawanan terhadap pajak.
2. Pasukan kedua, yang terdiri dari 80 orang serdadu dipimpin J.Westennenk (Kontrolir Agam Tua), Kontrolir Dahler bersama Kapten Lutsz, Letnan Leroux, Letnan Van Heulen, masuk melalui Guguk Bulek, Pakan kamih, Simpang 4 Suangai Tuak, berbelok di Kampung Jambu, Ladang Tibarau, Tapi dan terus ke Kampung Tangah. Untuk menyergap H. Abdul Manan (pimpinan I perang dari Kampuang Tangah). Pimpinan pasukan Belnada ini jam 23.00 wib (jam 11.00 malam mereka telah sampai di sekitar kampung tangah. Kedatangan mereka diketahui para petugas ronda malam, yang merupakan bagian dari pasukan H. Abdul Manan seperti Angku Rumah gadang, Angku Basa dan beberapa orang pembantunya. Mereka mencari-cari keberadaan H. Abdul Manan mulai dari kampung budi, terus ke kampung tangah namun tak menemukan H. Abdul Manan. Belanda meyakini bahwa beliaulah pemipin perlawanan rakyat Kamang tersebut.
3. Sedangkan pasukan ketiga yang berkekuatan 50 orang serdadu di bawah pimpinan Letnan Boldingh dan pembantu Letnan Schaap, masuk melewati daerah Tanjung Alam, Kapau, Bukik Kuliriak, Magek, Pintu Koto. Untuk menyergap para pimpinan dan tokoh penentang Blasting di daerah Kamang bagian hilir seperti Dt. Rajo Penghulu, Kari Mudo.
Sebenarnya kekuatan para pejuang dari Kamang telah di konsultasikan oleh H. Abdul Manan, dan para pempimpin-pemimpin daerah yang selalu mendampinginya seperti Dt. Rajo Penghulu di Kamang (sekarang Kamang Hilir) Kari Mudo dan beberapa orang pemuka lainya,Dt. Parpatiah dari Magek, Syekh H. jabang dan Dt. Parpatih dari Pauah, H. Samad, Tuanku Pinjuran, Dt. Rajo Panghulu dari Bukit-Limau Kambing, Dt. Marajo mereka telah mengadakan rapat kilat untuk membahas perkembangan yang sangat kritis dan menyusun kesiagaan seluruh rakyat guna mengobarkan perang sabil.
Menurut catatan Buchari Nurdin, akhirnya sekitar pukul 02.30 dinihari, tanah Kamang berubah menjadi front pertempuran hebat, antara pasukan Belanda dengan pasukan rakyat. Rakyat dipimpin oleh H Abdul Manan, yang sebelumnya, telah bersiap-siap menghadang kedatangan pasukan Belanda. Sejumlah tokoh pejuang lainnya, yang juga telah siap dengan pasukan mereka masing-masing. Seperti Haji Jabang dari Pauh, Pado Intan, Tuanku Parit, Tuanku Pincuran, Dt Marajo Tapi, Dt Marajo Kalung, Dt Perpatih Pauh, Sutan Bandaro Kaliru, pendekar wanita dari Bonjol Siti Maryam, Dt Rajo Penghulu bersama istrinya, Siti Aisiyah,. Begitu juga pasukan rakyat yang berada di Kamang Ilia. Dengan dipimpin Kari Mudo, Dt Perpatiah Magek, Dt Majo Indo di Koto Tangah, Dt Simajo Nan Gamuk berusaha bahu membahu melawan pasukan Belanda. Pertempuran sengit berakhir sudah. Pasukan Westenenk mundur menuju Pauh sembari membawa tawanan Dt Perpatih. Pasukan rakyat memperoleh kemenangan gemilang lantaran semangat dan koordinasi yang tinggi. Tentara Belanda berhasil dibuat kucar kacir. Tetapi J.Westennek sempat meloloskan diri dan minta bantuan ke Bukittinggi.
Dalam salah satu laporan resmi J.Westennenk kepada Gubernur Jendral Ven Heutsz di Batavia melalui surat kawat tanggal 17 Juni 1908, disusul laporan pada Gubernur Sumatera Barat Heckler No.1012 tanggal 25 Juni 1908, dia melukiskan suasana malam itu, “Seumpama satu malam dimana jurang antara ras manusia dengan segala kekuasaanya, sudah tidak ada lagi. Yang ada, cuma kelompok kemarahan yang saling bertentangan di dalam diri manusia-manusia yang bertatap dengan buas melalui kerlipan bintang- bintang di langit, siap untuk saling bunuh. Dari arah segerombolan orang-orang yang berdiri di pinggir jalan raya, sekali-sekali terdengar gemuruh suara Ratib dan Allahu Akbar, yang semuanya berjumlah tidak kurang dari lima ratus orang. Sedangkan beberapa orang lagi yang sedang merayap dalam padi, tidak dapat dihitung. Tapi pasti meliputi ratusan orang pula”. Kampuang Tangah banjir darah, darah para syuhada-pejuang dari seluruh dusun di Kamang bahkan dari berbagai daerah di sekitarnya.
Dalam laporan resmi J. Westennenk tersebut, juga dijelaskan, “telah terjadi lebih dari delapan kali serangan serupa dalam waktu hampir berturut-turut dan semakin mengerikan. Ratusan orang penyerbu terus saja maju sekalipun dihujani tembakan. Kegelapan malam menyebabkan sulit bagi serdadu Belanda membidik sasaran secara tepat, sehingga sebahagian besar dari mereka yang berhasil tiba di tempat para serdadu bertahan, langsung membabat lawan bagai kesetanan”. Satu demi satu prajurit Belanda tewas dengan tubuh penuh luka-luka mengerikan. Sersan Boorman tak henti-hentinya berteriak membangkitkan semangat anak buahnya yang semakin kendor. Dr.Justesen bertugas merawat dan mengobati beberapa orang serdadu yang menderita luka-luka.
Kekuatan pasukan Belanda bertambah setelah mendapat bantuan sejata dan tentara baru inilah nantinya yang telah menimbulkan malapetaka terhadap pasukan rakyat, mereka datang dengan pasukan yang sangat besar bahkan dalam laporan ke Gubernur Jendral tanggal 16 dan 17 Juni disebutkan
“Kemarin patroli di Bukittinggi di bawah Westenenk untuk menangkap para pemimpin dberbagai kampung. Baru saja datang kawat dari pejabat residen Bovenlanden, Minta bantuan tentara karena tadi malam terjadi perkelahian hebat di Kamang. Sepuluh kali rakyat menyerang dengan senjata tajam. Pihak kita mati 9, 13 luka-luka. Dari pihak rakyat 90 mati. Tentara sangat letih karena aksi selama 12 jam, 4 brigade marsose dikirim dari Padang Panjang ke Bukittinggi”. Sumber : Nota Westenenk, ditulis di Bukittinggi tanggal 25 juni 1908 No. 1.1/28.
Selain penjelasan tentang dimintanya bantuan ke Padang Panjang untuk menjaga pos di Bukittinggi, karena pasukannya kelelahan setelah perang di Kamang, Westenenk juga menceritakan keadaannya di Kamang pada tanggal 15 sampai 16 juni 1908 ; “Dalam nota kilat saya tanggal 14 bulan ini saya melaporkan bahwa keadaan di Kamang dan di Magek sangat serius, tidak menguntungkan dan diharap segera tindakan diambli. Dan saya mengusulkan menangkap para pengacau itu dengan bantuan tiga patrol tentara. Kemudian setelah diadakan penangkapan-penangkapan di tangah (Kampung Tangah-rumah H. Abdul Manan) kita tunggu saja apa yang akan dikerjakan penduduk.
Ditetapkan untuk mengadakan penangkapan-penangkapan di malam hari dan berangkat ke sana Senin malma pukul 9.30. Hari senin tanggal 15, Kepala laras Tilatang mengatakan kepada saya bahwa H. Abdul manan dari Bangsa (Nagari Ilalang, Laras Kamang) mempunyai 30-50 murid yang bersedia mati (pasukan berani mati syahid). Mereka diberi jimat oleh haji tersebut. Selain itu dilaporkan juga bahwa banyak pandai besi dari Koto Baru (Laras Salo) mendapat banyak pesanan senjata tajam hingga tidak dapat memenuhi semuanya. Kepala Laras Kamang mengingatkan rakyatnya bahwa kompeni akan datang hari senin (dia mengerti bahwa kita segera akan bergerak).
Sewaktu mau berangkat ke resepsi di rumah residen saya dengar pula bahwa Haji Abdul Manan dengan kawan-kawan dapat dianggap sebagai pusat pergerakan. Oleh karena itu saya merubah rencana semula. Yakni saya ikut dengan patrol Bangsa Ilalang (rombongan tengah), tidak jadi dengan yang ke Magek. Tapi saya ingin sekali mengurus tangah, jadi dengan demikian mengambil 2 tempat yang sulit jarena saya ingin berada sendiri di sana. Sumber : Nota Westenenk, ditulis di Bukittinggi tanggal 25 juni 1908 No. 1.1/28. Kutipan dari makalah Rusli Amran “Peristiwa Kamang”
Jadi perang kedua, setelah Belanda datang lagi meminta bantuan ke Bukittinggi menyebabkan perang basosoh II, segera meledak kembali. Akan tetapi lantaran pasukan itu terlalu banyak dan segar-segar, dilengkapi pula dengan senjata modern, akhirnya pasukan rakyat terpaksa mengundurkan diri. Lebih kurang 100 orang pejuang syahid di jalan Allah, termasuk H. Abdul Manan. Pasukan dari daerah Kamang barat (kamang hilir) pun banyak yang syahid di Kampung tangah.
Mengenai jumlah korban Perang Kamang yang meninggal di kedua belah pihak, ternyata kemudian banyak terdapat spekulasi angka, baik yang bersal dari statement Belanda sendiri, atau yang di muat berbagai koran setempat waktu itu seperti De Padanger, maupun berdasarkan taksiran-taksiran tidak resmi. Tetapi satu hal yang perlu diketahui adalah bahwa Belanda dalam mengumumkan angka-angka itu sengaja mengecilkan jumlahnya dengan alasan politik. Waktu itu pihak Belanda membawa mayat-mayat pasukanya keesokan hari dengan semacam pedati, gerobak sapi yang biasa digunakan para petani untuk membawa hasil panen.
Angka korban yang simpangsiur diantaranya dapat dilihat di Koran-koran yang terbit di Padang menyebut angka 250 orang rakyat Kamang tewas, Belanda sendiri menyebut sekitar 90 orang atau lebih. Banyak nya lagi korban dari masyarakat Kamang adalah saat masyarakat dari arah hilir dan Magek yang telah mengetahui adanya perang di kampung tangah dan banyaknya korban dari para pejuang termasuk H. Abdul Manan, maka subuh itu 16 juni 1908 mereka ingin datang membezuk dan mengucapkan belasungkawa ke kampung tangah. Namun ternyata pasukan bantuan Westennenk yang datang belakangan masih ada di sekitar daerah Koto Panjang mereka ditembaki oleh pasukan Belanda yang akan kembali ke Bukittinggi tersebut. Hal ini menambah banyak korban dari kalangan masyarakat, ada ibu-ibu, anak-anak yang ikut menjadi korban. Dan umumnya dimakamkan di Kampung Dalam Koto, Kamang Hilir. Dan Makan Dt. Parpatiah di daerah Magek.
Kekompakan rakyat untuk melawan Belanda sangat dibantu oleh kekuatan koalisi Niniak Mamak dan Alim Ulama, dan cerdik pandai yang dalam hal ini sangat jelas terlihat. Haji Abdul Manan dan ulama-ulama Kamang lainnya memainkan peranan dalam persiapan mental sementara Datuk Rajo Penghulu seorang tokoh adat sangat berperan pula dalam persiapan fisik (Taufik Abdullah dan S. Budhisantoso (ed.),1983/84;44-45). Kombinasi kepemimpinan kedua tokoh ini sangat diapresiasi oleh rakyat ditambah lagi dengan adanya kekuatan pemuda Kari Mudo. Meskipun, perlawanan rakyat Kamang yang gigih ini pada akhirnya berjung dengan kegagalan, namun terasa ada kepuasan rakyat atas pengorbanan yang telah mereka berikan, karena nilai-nilai patriotisme rakyat dan kebersamaan di bawah komando adat dan agama telah terwariskan pada generasi pelanjut mereka.
Menko Keamanan dan Pertahanan Jendral A.H.Nasution meresmikan Makam yang terletak di dusun Kampung Budi Jorong Pakan Sinayan, Nagari Kamang Mudik sekarang. diresmikan penggunaannya sebagai Komplek makam pahlawan ini diberi nama “Komplek Makam Pahlawan Perang Kamang Haji Abdul manan” pada tanggal 15 Juni 1962. Didalamnya terdapat 21 pahlawan yang meninggal pada perang Kamang tahun 1908 M. Para pahlawan yang dimakamkan di kompleks ini diantaranya : H. Abdul Manan, Kari bagindo, Haji Musa (Kakak H.Abdul Manan),Kadir St. Bagindo, ML. Sinaro, LB. Mudo/LB Kampua, Dt. Batudung, Udin/Idi, Suid Tk Parit panjang, Datuk N. Tingap, Sanan PK. Basa, Dt. Nan Hijau, MI. Saulah, M. Pandeka Mudo, Datuk Pandeka Ade, Deman, Usman, St. Mantari, M. Intan Mudo, Lb. Sutan, Kadir Bagindo. Selain yang di makam pahlawan ini, para pejuang perang kamang lainnya ada juga yang di kebumikan oleh pihak keluarga di makam keluarga atau pandam pakuburan suku-masing masing, sesuai dengan adat Minangkabau.
Setelah peresmian makam pahlawan itu A.H.Nasution juga meminta agar perantau Kamang membangun tugu peringatan di tempat kejadian perang kamang yaitu di Kampung Tangah. Tugu dan makam pahlawan ini masih bisa kita saksikan dan ziarahi sampai sekarang.
Sumber : Situs Pemda Agam , https://fahmialinh.wordpress.com/2015/07/05/perang-kamang-sumatera-barat-1908/