Hadist dalam bacaan sufi

Sufi membaca hadist Rasulullah Saw
Sahabatku.....
Bahwa pengalaman spritual Rasulullah Saw sebelum Islam ( pra kenabian ) adalah sebagai bekal dan teladan bagi para sufi Islam.
Seperti : khalwat, i'tikaf, mi'raj, al ru'yah al shadiqah dan masih banyak lagi pengalaman nabi Saw yang di gali dari spritualitasnya , mengalami konseptualisasi yang kukuh dan sekaligus menjadi landasan dasar dalam struktur wacana sufisme.
Sahabatku...
Para sufi mempunyai cara atau pendekatan tersendiri dalam menggali kandungan hadist.
Kita tau dalam disiplin ilmu hadist , para muhadditsin pasti akan mempertimbangkan keontentikan hadist , dengan menggunakan " naqd al sanad atau naqd al rawi dan naqd al matn, tetapi para ahli hadist lebih mengutamakan naqd al sanad atau naqd al rawi daripada naqd al matn, makanya para perawi hadist harus lulus sensor dari aib dan harus kredible, kompeten, maka hadist tersebut di anggap sahih.
Sahabatku....
Tetapi para sufi lebih memperhatikan esensi yg terkandung dalam teks sebuah hadist , meskipun perawinya di anggap tidak lulus sensor...Hheheh
e.
Hadist tersebut tetap di anggap sahih selama esensi yg di kandungnya tidak bertentangan dengan doktrin al Qur'an dan spirit humanisme.
Syeikh Muhyidin Ibn Arabi ra berkata, " para sufi tidak memandang sanad dalam pertimbangan kesahihan hadist , sufi yang kasyf boleh jadi menganggap sahih sebuah hadist yang lemah dalam pertimbangan ahli hadist yang menggunakan takhrij. Sebaliknya, para Ulama legal syariat mensahihkan hadist dengan mempertimbangkan sanad yang berantai dari perawi adil ke perawi adil yg lain. Padahal hadist tersebut boleh jadi tidak sahih menurut ahli al dzauwq dengan pendekatan kasyf-nya. ( syarh Fushush al Hikam h.553-554 )
Dari makna di atas ini menunjukan ketegasan Syeikh Muhyiddin ra terkait perbedaan antara para sufi dan kelompok non sufi ( ahli fiqih dan ahli hadist ) bahwa :
1. Para sufi lebih mempertimbangkan substansi teks hadist dari pada prosedural sanad dan perawi.
2. Para sufi menggunakan pendekatan kasyf, sedangkan para hadist melalui takhrij atau meninjau catatan pribadi para perawi.
Beliau Syeikh Muhyiddin Ibn Arabi juga menulis :
" Sebuah hadist , meski tidak sahih dari segi periwayatnya, boleh jadi bagi kami adalah sahih melalui pendekatan kasyf. "
Dengan penyingkapan teofani yang di dilandasi dengan pengalaman spritual individual dam sikap yang dekontruktif, para sufi berani melampaui ortodoksi para ahli hadist yg di rasa kaku dan kurang mempertimbangkan esensi dan substansi. WaAllahu a'lam
Di nukil dari buku cara sufi memandang dunia oleh Mukti ali
Al faqir Anang Boarzoe Handayaningrat