Śalat Sunnah Berjamaah

Pernahkah kalian melaksanakan śalat sunnah secara berjama’ah? Tentunya kalian sering melaksanakannya. Misalnya pada saat melaksanakan śalat hari raya Idul Fitri maupun hari raya Idul Adha (śalat idain). Kalian tentu tidak pernah melaksanakan śalat Idul Fitri atau Idul Adha secara munfarīd (sendirian). Kedua śalat ini pasti dilaksanakan secara berjamaah. Secara lebih rinci śalat-śalat sunnah yang dilaksanakan secara berjama’ah sebagai berikut :
a. Śalat Idul Fitri
b. Śalat Idul Adha
c. Śalat Kusūf (gerhana matahari)
d. Śalat Khusūf (gerhana bulan)
e. Śalat Istisqā (meminta hujan)

a. Śalat Idul Fitri
Śalat Idul Fitri adalah śalat sunnah dua rakaat yang dilaksanakan pada hari raya Idul Fitri pada setiap tanggal 1 Syawal setelah melaksanakan puasa Ramadan satu bulan lamanya. Hukum melaksanakan śalat sunnah ini adalah sunnah mu’akkad (sangat dianjurkan).
“Id” artinya kembali yaitu dengan hari raya Idul Fitri ini kita kembali dihalalkan berbuka seperti makan dan minum di siang hari yang sebelumnya selama bulan Ramadan hal itu dilarang.
Waktu untuk melaksanakan śalat Idul Fitri itu adalah sesudah terbit matahari sampai tergelincirnya matahari pada tanggal 1 Syawal tersebut.

Menyambut Hari Lebaran
Amri dan Salim merupakan dua anak yang saleh. Sebulan penuh dia menyelesaikan puasa Ramadan. Malam itu, tanggal 1 Syawal mereka menunaikan kewajiban membayar zakat fitrah. Mereka menyerahkan zakat fitrah kepada panitia zakat fitrah di masjid dekat rumah mereka.
Amri berkata, “Salim, besok pagi kita berangkat śalat Idul Fitri bersama-sama, ya.” Salim menjawab, “Ya, insya Allah. Kita pakai sepeda atau jalan kaki?”
“Jalan kaki saja, kata pak guru disunnahkan untuk jalan kaki. Jangan lupa, mandi dan makan sebelum berangkat juga sunnah”
“Baiklah, sampai ketemu besok ya, assalamu’alaikum..”
“Wa ‘alaikum salam warahmatullah wabarakatuh.”
Pagi itu, tanggal 1 Syawal matahari terbit menghangatkan seluruh isi bumi. Takbir berkumandang di mana-mana. Sungguh suasananya sangat membahagiakan. Amri dan Salim berangkat bersama untuk menunaikan śalat Idul Fitri.
“Wah, bajumu bagus sekali, Amri.” Kata Salim. “Iya, terima kasih. Tapi ini baju lebaran tahun yang lalu. Sengaja jarang aku pakai karena tahun lalu masih kebesaran.” Amri menjelaskan.
Setelah sampai di masjid, mereka berdua melaksanakan śalat sunnah tahiyatul masjid sebanyak dua rakaat. Lalu mereka mengumandangkan takbir bersama jamaah yang lain.
Saat waktunya telah tiba, imam memberikan isyarat dimulainya śalat Id, bilal atau menyerukan seruan untuk śalat :
“As-Salātu Jāmi’atau, mari kita laksanakan śalat berjama’ah”
Amri berbisik, “Tahun yang lalu, aku śalat Id di tempat lain tidak ada seruan seperti ini.”
Jawab Salim, “Ya betul, seruan seperti yang tadi memang tidak harus dilakukan, ayo kita berdiri”
Sumber: Muhammad Akhsan

Selanjutnya mereka mengikuti śalat Idul Fitri dengan khusyu bersama dengan para jamaah, dengan tata cara sebagai berikut :
1) Imam memimpin pelaksanaan śalat Idul Fitri diawali dengan niat yang ikhlas di dalam hati. Jika diucapkan maka bunyi niatnya adalah :
Artinya : “Saya berniat śalat sunnah Idul Fitri dua rakaat karena Allah ta’ala.”
2) Pada rakaat pertama sesudah membaca do’a iftitah bertakbir sambil mengangkat tangan sebanyak tujuh kali. Di sela-sela takbir satu dan lainnya disunnahkan membaca:
Artinya : “Maha suci Allah, dan segala puji bagi Allah, tida Tuhan melainkan Allah, Allah Mahabesar.”
3) Setelah takbir tujuh kali dan membaca tasbih tersebut dilanjutkan membaca surah al-Fātihāh dan membaca salah satu surah dalam al- Qur`ān. Namun, diutamakan surah Qāf atau surah al-A’lā.
4) Pada rakaat kedua, setelah takbir berdiri kemudian membaca takbir lima kali sambil mengangkat tangan dan di antara setiap takbir disunnahkan membaca tasbih. Setelah itu membaca surah al-Fātihāh dan surah-surah pilihan. Surah yang dibaca diutamakan surah al-Qamar atau surah al-Gāsyiyah.
5) Śalat Idul Fitri ditutup dengan salam. Setelah itu khatib mengumandangkan khutbah dua kali. Khutbah yang pertama dibuka dengan takbir sembilan kali dan khutbah yang kedua dibuka dengan takbir tujuh kali. Ada pula yang melaksanakan khutbah hanya satu kali. Setelah śalat Idul Fitri para jama’ah dianjurkan untuk bersalamsalaman untuk saling memaafkan lahir dan batin. Setelah selesai śalat, kita pulang ke rumah dengan menempuh jalan yang berbeda dengan pada saat berangkat.
Di sepanjang jalan kita disunnahkan untuk saling bersilaturrahmi dan bersedekah, saling memberikan maaf kepada sesama keluarga, famili, tetangga, dan saudara sesama muslim. Khusus hari raya Idul Fitri kita diSunnahkan mengucapkan selamat kepada sesama saudara sesama muslim ketika bertemu.

b. Śalat Idul Adha
Śalat Idul Adha adalah śalat yang dilaksanakan pada hari raya Qurban atau hari raya Idul Adha. Śalat ini dilaksanakan pada pagi hari tanggal 10 Zulhijjah bertepatan dengan pelaksanaan rangkaian ibadah haji di tanah suci. Dengan demikian orang yang sedang melaksanakan ibadah haji tidak disunnahkan melaksanakan śalat Idul Adha. Bagi orang yang tidak sedang melaksanakan ibadah haji, hukum melaksanakan śalat Idul Adha adalah sunnah muakkad (sangat dianjurkan).
Hampir semua ketentuan dan tata cara śalat Idul Adha sama dengan śalat Idul Fitri. Baik menyangkut waktu pelaksanaannya, hukumnya, dan tata caranya. Adapun perbedaannya hanya pada niatnya. Niat śalat harus dilakukan dengan ikhlas di dalam hati. Jika diucapkan maka bunyi niatnya adalah :
Artinya : “Saya berniat śalat sunnah idul adha dua rakaat karena Allah ta’ala.”

c. Śalat Kusūf (Gerhana Matahari)
Śalat Sunnah kusūf (kusūfus syamsi) adalah śalat sunnah yang dilaksanakan ketika terjadi gerhana matahari. Hukum melaksanakan śalat ini adalah sunnah muakkad.
Waktu pelaksanaan śalat kusūf adalah mulai terjadinya gerhana matahari sampai matahari kembali
tampak utuh seperti semula.
Ketika gerhana sudah mulai terjadi, jama’ah berkumpul di masjid. Salah satu dari jamaah tersebut menjadi muazin untuk menyerukan panggilan śalat. Śalat gerhana ini dilaksanakan dengan berjamaah dan dipimpin oleh seorang imam.
Hal yang membedakan śalat kusūf dibanding śalat pada umumnya adalah dalam śalat kusūf setiap rakaat terdapat dua kali membaca surah al-Fatihah dan dua kali rukuk. Sehingga dalam dua rakaat Śalat kusūf terdapat empat kali membaca surah al-Fatihah, empat kali rukuk, dan empat kali sujud.

Adapun tata cara pelaksanaan śalat gerhana matahari secara rinci sebagai berikut :
1. Berniat untuk śalat kusūf (śalat gerhana matahari). Niat śalat harus dilakukan dengan ikhlas di dalam hati. Jika diucapkan bacaan niatnya adalah :
Artinya : “Saya berniat śalat gerhana matahari dua rakaat karena Allah ta’ala”.
2. Setelah takbiratul ihram dan selesai membaca doa iftitah dilanjutkan membaca surah al-Fatihah dilanjutkan dengan membaca surah-surah yang panjang.
3. Rukuk yang lama dan panjang dengan membaca tasbih sebanyakbanyaknya.
4. Iktidal dengan mengucapkan ”Sami’allahu liman hamidah” tangan kembali bersedekap di dada.
5. Membaca surah al-Fātihah dilanjutkan dengan membaca surah al- Qur’ān yang lain.
6. Kembali melakukan rukuk yang panjang dengan membaca tasbih yang sebanyak-banyaknya.
7. Iktidal dengan mengucapkan ”Sami’allahu liman hamidah”
8. Sujud seperti biasa tetapi sujudnya agak dipanjangkan dibanding dengan śalat pada umumnya.
9. Duduk di antara dua sujud seperti biasa.
10. Sujud yang kedua agak dipanjangkan.
11. Bangkit menuju rakaat yang kedua, kemudian melaksanakan rakaat
yang kedua sebagaimana rakaat yang pertama dilaksanakan.
12. Pada sujud yang terakhir rakaat yang kedua dianjurkan untuk memperbanyak istigfar dan tasbih untuk memohon ampunan kepada Allah Swt.
13. Setelah selesai śalat, imam atau khatib berdiri menyampaikan khutbah dengan pesan yang intinya gerhana adalah salah satu kejadian yang menunjukkan kekuasaan Allah Swt. Meskipun merupakan sumber energi yang utama, matahari juga makhluk Allah yang memiliki kekurangan dan kelemahan.

d. Śalat Khusūf (Gerhana Bulan)
Śalat sunnah khusuf (khusūful qamari) adalah śalat sunnah yang dilaksanakan ketika terjadi peristiwa gerhana bulan. Hukum melaksanakan śalat ini adalah sunnah muakkad. Sedangkan waktu śalat gerhana bulan mulai terjadinya gerhana bulan sampai bulan tampak utuh kembali.
Adapun tata cara peksanaannya hampir sama dengan pelaksanaan śalat gerhana matahari; yang membedakan adalah bunyi niatnya. Niat śalat harus dilakukan dengan ikhlas di dalam hati. Jika diucapkan maka bunyi niatnya adalah :
Artinya :“Saya berniat śalat gerhana bulan dua rakaat karena Allah ta’ala,”

e. Śalat Istisqā (Memohon Hujan)
Śalat sunnah istisqā adalah śalat sunnah dua rakaat yang dilaksanakan untuk memohon diturunkan hujan. Pada saat terjadi kemarau yang berkepanjangan sehingga sulit mendapatkan air, umat Islam disunnahkan melaksanakan śalat istisqā untuk mendekatkan diri kepada Allah, memohon ampun, seraya berdoa agar segera diturunkan hujan.
Salah satu sebab terjadinya kekeringan adalah sikap manusia yang tak mau peduli dan tidak ramah pada lingkungan. Padahal air merupakan komponen yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Kurangnya sumber air dan curah hujan dapat mengakibatkan masalah yang serius dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, kita harus menjaga kelestarian alam dengan rajin menanam pohon, merawatnya, dan menghemat penggunaan air. Pelaksanaan śalat istisqā pada saat terjadi kekeringan sangatlah tepat. Ajaran ini dapat menjadikan manusia agar melakukan introspeksi diri.
Sebelum dilaksanakannya śalat istisqā diharapkan untuk berpuasa selama empat hari berturut-turut. Selanjutnya bertaubat kepada Allah Swt. dari segala kesalahan dan dosa, serta menghentikan segala bentuk perbuatan maksiat, serakah, dan merusak lingkungan. Pada hari keempat semua anggota masyarakat muslim pergi ke tanah lapang yang akan dipakai untuk melaksanakan śalat istisqā. Mereka dianjurkan berpakaian sederhana serta disunnahkan membawa binatang peliharaan ke tanah lapang tersebut. Di sepanjang jalan masyarakat dianjurkan juga untuk banyak beristigfar. Sesampai ke tanah lapang sambil menunggu pelaksanaan śalat dianjurkan untuk berzikir kepada Allah Swt.
Adapun tata cara melaksanakan Śalat istisqā sebagai berikut:
1) Setelah semua bersiap untuk śalat, muazin tidak perlu mengumandangkan azān dan iqāmah, cukup dengan seruan:
Artinya : “Mari śalat berjamaah”
2) Śalat sunnah dilaksanakan seperti śalat sunnah yang lainnya. Setelah membaca surah al-Fatihah dilanjutkan membaca surah-surah yang panjang.
3) Setelah salam, khatib membaca dua khutbah. Pada khutbah yang pertama dimulai dengan membaca istigfar sembilan kali dan yang kedua dimulai dengan membaca istigfar tujuh kali.

Sumber : buku k13 PAI kelas VIII