Pendidikan Sejati Adalah Orientasi Hati


Kecerdasan tidak bisa menjadi jaminan keberhasilan didalam pendidikan (tarbiyah). Betapa banyak orang mengeluh karena kenakalan seseorang yang cerdas. Ilmu yang memadai tidak bisa menjadi jaminan bahwa seseorang telah benar-benar mendapatkan tarbiyah.

Sebagian kaum Yahudi yang 100% percaya bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi yang akan di utus di akhir zaman (karena berita itu telah termaktub di dalam kitab suci mereka). Akan tetapi disaat tiba waktu kehadiran Nabi Muhammad SAW ditengah-tengah mereka tidak mudah bagi mereka untuk menerimanya. Itu bukan karena mereka tidak tahu kalau beliau itu adalah Nabi yang mereka nanti-nanti. Tetapi karena ada yang salah di dalam tarbiyah sehingga ilmunya pun tidak membantu mereka untuk menginsyafi keberadaan Nabi Muhammagd SAW sebagai Nabi. Kesalahan tarbiyah tersebut menyebabkan kekosongan hatinya dari sifat insyaf dan akhirnya datang penggantinya sifat takabbur dan dengki kepada Nabi Muhamad SAW.

Medan tarbiyah adalah di dalam hati, dan karena tempatnya adalah hati, sulit sekali untuk dideteksi penyakit-penyakitnya. Yang terlahir dari tindak-tanduk itu hanya pancaran dari apa yang ada di dalam hati. Tidak mudah bagi orang yang melihat pancaran itu untuk membedakan apakah itu pancaran yang sesungguhnya atau palsu.

Dua orang yang memakai baju yang sama, bisa saja yang satu berniat menutup aurat dan berdandan untuk bertemu dengan sahabat sementara yang satu lagi hanya untuk menuruti hatinya yang penuh kesombongan atau karena meniru model seorang terkenal dalam kemaksiatan.

Maka hakekat tarbiyah itu adalah membenarkan jalinan kita kepada Allah SWT dan sesama manusia menuju esensi jalinan yang tertuang di dalam qalbu. Pergeseran nilai secara perlahan sering terjadi di dalam hati kita tanpa kita rasa namun tiba-tiba hati kita telah berubah dan subur oleh penyakit-penyakitnya. Seseorang yang merasa tawadhu ternyata disaat itu ia telah tersungkur ke dalam jurang ketakaburan. Yang merasa dirinya lebih baik dari orang lain adalah orang yang telah mengalami krisis nilai tarbiyah yang drastis.

Oleh sebab itu para pakar tarbiyah yang sejati dalam terapi pengobatan penyakit hati di samping menyuruh para siswanya untuk sering mendengar wejangan-wejangan kerohaniahan tetapi mereka juga melatih siswanya mujahadah dan riyadloh ( memerangi hawa nafsu). Bahkan tarbiyah dengan terapi seperti ini lebih mereka dahulukan daripada ilmu itu sendiri. Sebab ilmu yang tidak dibarengi dengan tarbiyah yang benar hanya akan menjadikan hati penyandangnya semakin kotor.

Kesadaran seseorang akan kelemahan dirinya adalah kunci keberhasilan dalam tarbiyah. Bahkan tidak banyak artinya sejuta petuah bagi orang yang tidak merasa dirinya perlu kepada petuah. Introspeksi dengan selalu mewaspadai tercemarnya hati dari penyakit-penyakitnya adalah upaya menghadirkan sifat-sifat terpuji. Orang yang menginginkan tarbiyah akan selalu membuka hatinya untuk menerima apa saja yang menjadikan dirinya baik. Ia akan selalu melihat kebutuhan dirinya kepada resep-resep untuk menghilangkan penyakit-penyakit hati. Kesadaran yang ada dalam dirinya akan kebutuhannya terhadap resep itu adalah kunci keberhasilan. Ia tidak sibuk mencocok-cocokkan resep itu untuk orang lain. Menjadikan dirinya obyek utama. Yang dituju pesan-pesan moral adalah kesiagaan di dalam menerima tarbiyah.

Wallahu a’lam bishshowab

http://buyayahya.org/oase-iman/pendidikan-yang-sesungguhnya-2.html