Sujud Sahwi

a. Pengertian Sujud Sahwi
Sujud sahwi adalah sujud yang dilakukan karena lupa atau ragu-ragu di dalam śalat. Sujudnya dua kali dan dilakukan setelah membaca tahiyat akhir sebelum salam.

b. Dasar Hukum Sujud Sahwi
Adapun hukum melakukan sujud sahwi adalah sunnah sebagaimana hadis Rasulullah saw. sebagai berikut:
Artinya: Dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi saw bersabda,“Apabila salah seorang di antara kamu ragu dalam śalat, apakah ia sudah mengerjakan tiga atau empat rakaat, maka hendaklah dihilangkan keraguan itu, dan diteruskan śalatnya menurut yang diyakini, kemudian hendaklah sujud dua kali sebelum salam.” (HR. Ahmad dan Muslim)

c. Sebab-sebab Sujud Sahwi
Sebab-sebab orang yang śalat melakukan sujud sahwi adalah:
1) Lupa meninggalkan salah satu rukun śalat seperti lupa melakukan rukuk, iktidal, atau sujud.
2) Lupa atau ragu jumlah rakaat.
3) Lupa membaca do’a qunut (bagi yang membiasakan qunut).
4) Lupa melakukan tasyahud awal.
5) Kelebihan atau kekurangan dalam jumlah rakaat.
Dalam kasus rakaat kurang, apabila pada saat śalat ada yang mengingatkan bahwa rakaat śalat kita kurang, maka harus segera berdiri, takbir, dan melengkapi jumlah rakaatnya baru kemudian melakukan sujud sahwi.

d. Tata Cara Sujud Sahwi
Cara melakukan sujud sahwi sebagai berikut :
Sujud sahwi dilaksanakan sebelum salam apabila orang yang sedang śalat lupa akan bilangan śalat yang sedang dikerjakan atau lupa tidak melakukan tahiyat awal dan kita baru ingat sebelum dia salam.
1) Setelah selesai membaca tahiyat akhir, langsung sujud lagi dengan membaca:
Artinya: “Maha Suci Allah yang tidak tidur dan lupa”.
2) Bangun dari sujud disertai dengan mengucapkan takbir,
3) Kemudian duduk sebentar lalu takbir dan dilanjutkan sujud lagi dengan doa yang sama dengan sujud pertama.
4) Duduk kembali dan diakhiri dengan salam.

e. Hikmah Melakukan Sujud Sahwi
Manusia tidak boleh berperilaku sombong dan angkuh karena manusia adalah tempat salah dan lupa. Yang tidak pernah lupa hanyalah Allah Swt.
Orang yang berbuat salah, khilaf, dan lupa harus segera memohon ampun kepada Allah dengan membaca istighfar. Demikian halnya ketika kita bersalah dengan orang tua, guru maupun teman harus segera meminta maaf kepada mereka.
Hikmah berikutnya adalah kita diajarkan untuk bisa memahami bahwa orang lain juga bisa salah. Jika orang tersebut mengakui kesalahannya dan minta maaf, maka sebagai umat Islam diajarkan untuk segera memberi maaf.
Ingatlah bahwa sifat takabur itu bisa terjangkit kepada siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Perhatikan kisah ini :
Dikisahkan bahwa Nabi Musa hampir saja terjerumus pada penyakit takabur ini. Pada saat ditanya oleh pengikutnya : “Ya guru, siapakah orang yang paling pandai di muka bumi ini ?”
Beliau menjawab : “Akulah orangnya”.
Seketika itu juga Allah langsung menegurnya dan diperintahnya untuk mencari seorang hamba Allah yang salih (Nabi Khidir) dan lebih pandai darinya. Beliau akan dipertemukan dengan orang itu di antara dua lautan.
Kisah inilah yang oleh sebagian ahli disebut sebagai proses pendidikan (tarbiyah), kisah Nabi Musa yang bertemu dengan Nabi Khidir dan menyadarkan Nabi Musa akan kekeliruannya. Kisah ini terangkum dalam Q.S. al-Kahfi/18 ayat 60-82.

Sumber : buku k13 PAI kelas VIII