interpretasi Makna Teks Pantun

Selain dapat melatih kemampuan untuk menangkap dan menanggapi sesuatu secara cepat, berpantun dapat juga berfungsi untuk menjaga budaya masyarakat, sebab teks pantun diyakini kerap mencerminkan kehidupan masyarakat penggunanya pada saat teks tersebut diciptakan.

Tenas Effendi, seorang tokoh budayawan Riau yang tunak menggeluti penelitian kebudayaan Melayu, berpendapat bahwa hakikat pantun adalah tunjuk ajar, yang di dalamnya terdapat nilai luhur agama, budaya, dan norma yang dianut masyarakat.

Penyampaian nilai tersebut bervariasi, ada yang melalui kelakar, sindiran, nyanyian, dan sebagainya, sehingga memunculkan anggapan bahwa pantun Melayu ada yang berisi tunjuk ajar, ada pula yang hanya hiburan belaka. Padahal, jika disimak dan diteroka, teks pantun pasti memuat nilai luhur budaya, baik untuk menyindir, membujuk, dan mendidik manusia.

Oleh sebab itu, dalam menginterpretasikan makna teks pantun tergantung pada pemahaman dan kecerdasan penerjemahnya. Secara ideal, sebuah teks pantun bersifat mengingatkan, memberi tunjuk ajar, dan memberi nasihat. Hal ini sesuai dengan ungkapan yang menyebutkan “hakikat pantun menjadi penuntun”.

Perhatikan ketiga bait pantun berikut ini secara saksama.

Jikalau gelap orang bertenun,
bukalah tingkap lebar-lebar.
Jikalau lenyap tukang pantun,
sunyi senyap bandar yang besar.

Bila siang orang berkebun,
hari gelap naik ke rumah.
Bila hilang tukang pantun,
habislah lesap petuah amanah.

Kalau pedada tidak berdaun,
tandanya ulat memakan akar.
Kalau tak ada tukang pantun,
duduk musyawarah terasa hambar.

Tahukah kalian mengapa ketika tidak dibacakan pantun, bandar yang besar menjadi sunyi senyap, tidak ada amanah, dan musyawarah menjadi hambar? Hal itu terjadi karena di dalam pantun terdapat tunjuk ajar. Selain itu, dengan menggunakan pantun, kalian dapat berkomunikasi tanpa menyinggung lawan bicara.

Dapatkah kalian rasakan bahwa dalam menyatakan rasa kasih sayang, benci, atau tidak suka akan lebih mudah disampaikan melalui pantun daripada diucapkan secara langsung? Menurut Poedjawijatna, menyampaikan sindiran akan lebih mudah karena pantun dapat “mencubit tanpa menimbulkan rasa sakit”.

Sumber :  Buku Bahasa Indonesia k13 kelas xi