Alasan google map tidak akurat di indonesia

INILAMPUNG.COM - Suri Nurani kecele ketika menggunakan Google Maps untuk mengantarkan makanan kepada seorang pelanggan. Driver Gojek di Jakarta menelusuri petunjuk Google Maps, tapi justru makin jauh dari lokasi tujuan.
"Google Maps sering mengarahkan saya lebih jauh dari tujuan. Saya terpaksa harus menelepon pelanggan. Berarti harus beli pulsa telepon lagi. Penghasilan saya tidak besar dan tidak dapat terus buang-buang uang beli pulsa," katanya.
Nurani tidak sendirian. Banyak driver ojek lainnya bernasib sama. Konektivitas internet yang lemah juga menyebabkan masalah bagi mereka. Sesuatu yang Agus Saputra, pengemudi Go-Jek lain di Jakarta, adalah famililar.
"Suatu kali saya mengikuti Google Maps, tiba-tiba berhenti begitu saja karena kehilangan sinyal. Saya bingung karena tidak tahu di mana berada," kata Saputra.
Peta tidak akurat, buta huruf digital terutama di kalangan driver tua, dan kurangnya pelatihan dari perusahaan. Itu adalah berita buruk bagi industri ojek daring (online) di Indonesia.
"Kadang-kadang saya harus menjelaskan di mana posisi saya dua sampai tiga kali kepada driver ojek. Dan mereka masih juga mengajukan pertanyaan sama kepada saya," kata Gentur Adiutama, seorang pegawai negeri di Jakarta.
Gentur tidak tahu jika masalah para driver itu bukan masalah internal, tapi semuanya bermuara data peta online.
Salah satu alasan peta online bekerja lebih baik di Amerika Serikat, Australia, dan Eropa karena database pemetaan sangat akurat, kata Mark Graham, profesor Oxford Internet Institute Universitas Oxford, dikutip dari SCMP, Kamis (5/4/2018).
Peta online selalu mengandalkan database back-end. Di beberapa bagian dunia, basis data cukup terkini dan akurat. Sebagian karena ekosistem lebih luas dari data geografis berkualitas baik, kata Graham.
Tapi, di belahan lain dunia, ada data geografis digital yang jauh lebih sedikit untuk digunakan. Kadang-kadang, data lebih cenderung non-digital atau tidak tersedia untuk tujuan komersial, yang berarti perusahaan memiliki bahan baku digital yang lebih sedikit untuk bekerja.
Google bulan lalu meluncurkan peta untuk pengguna sepeda motor di Indonesia. Perusahan lainnya juga berlomba menyediakan peta keluaran sendiri.
Namun, Graham memperingatkan, fitur-fitur yang bekerja di negara-negara maju mungkin tidak berfungsi di daerah-daerah tertinggal.
"Semua peta merupakan representasi selektif dari suatu tempat, ini berarti fitur dan algoritme yang dikembangkan di AS mungkin tidak bisa menerjemahkannya dengan baik ke bagian lain dunia, seperti Asia Tenggara," katanya. (aja)